Puisi Wiji Thukul Berkumandang di Kampanye Ganjar-Mahfud, Nama Jokowi Disebut

10 Februari 2024 11:33 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
2
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Butet Kartaredjasa pada Kirab Akbar Hajatan Rakyat Ganjar-Mahfud di Jalan Diponegoro, Kawasan Ngarsopuro, Solo, Jawa Tengah, Sabtu (10/2/2024). Foto: Youtube/PDIP
zoom-in-whitePerbesar
Butet Kartaredjasa pada Kirab Akbar Hajatan Rakyat Ganjar-Mahfud di Jalan Diponegoro, Kawasan Ngarsopuro, Solo, Jawa Tengah, Sabtu (10/2/2024). Foto: Youtube/PDIP
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Puisi Wiji Thukul, korban penculikan 1998, dibacakan di kampanye Ganjar-Mahfud. Putri Wiji Thukul, Nganthi yang membacakan puisi itu juga menagih janji Jokowi.
ADVERTISEMENT
"Sampai sekarang kami masih mengingat janji Bapak Presiden Jokowi, perihal Wiji Thukul harus ketemu, kasus harus bisa selesai, dan harus bisa ditemukan hidup atau mati," kata Nganthi yang didampingi budayawan Butet di atas panggung kampanye Ganjar-Mahfud di Solo, Sabtu (10/2).
Ganjar Pranowo bersama istri dan anaknya mengikuti kirab menggunakan sapi saat kampanye akbar di Solo, Sabtu (10/2/2024). Foto: kumparan
Masa pendukung Ganjar-Mahfud tetap bertahan di Benteng Vastenburg, Solo meski hujan lebat. Foto: Paulina Herasmaranindar/kumparan
Butet sebelumnya menyampaikan, bahwa dari Solo perjuangan orde baru dimulai.
"Ada kekuatan yang dahsyat dari Solo, maka aku datang ke sini dengan cinta. Dari Solo, lahir penyair besar yang menjadi martir. Sahabatku, Wiji Thukul yang diculik. Dan, yang menculik men-capres-kan diri,” kata Butet.
Pada kesempatan itu, Nganthi yang mengenakan kebaya merah maron kemudian membacakan puisi karya Sang Ayah, berjudul ‘Peringatan’.
Jika rakyat pergi
ketika penguasa pidato
kita harus hati-hati
ADVERTISEMENT
barangkali mereka putus asa
kalau rakyat sembunyi
dan berbisik-bisik
ketika membicarakan masalahnya sendiri
penguasa harus waspada dan belajar mendengar
bila rakyat tidak berani mengeluh
itu artinya sudah gawat
dan bila omongan penguasa
tidak boleh dibantah
kebenaran pasti terancam
apabila usul ditolak tanpa ditimbang
suara dibungkam kritik dilarang tanpa alasan
dituduh subversif dan mengganggu keamanan
maka hanya ada satu kata: lawan!
Butet mengatakan puisi Wiji Thukul masih relevan. Ia kemudian ikut membacakan puisi Wiji Thukul yang berjudul ‘Sajak Suara’ yang dibuat tahun 1988 pada masa orde baru.
Usai membacakan puisi, Butet tampil menirukan suara mantan presiden Soeharto, lalu kemudian bertransformasi menjadi suara Jokowi.