Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 ยฉ PT Dynamo Media Network
Version 1.103.0
Pukat UGM Kritik MK soal Jabatan Pimpinan KPK 5 Tahun: Pertimbangan Hukum Lemah
26 Mei 2023 19:20 WIB
ยท
waktu baca 3 menit
ADVERTISEMENT
Pusat Kajian Antikorupsi (Pukat) UGM mengkritik putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang mengubah masa jabatan pimpinan KPK dari empat tahun menjadi lima tahun.
ADVERTISEMENT
Menurut Pukat UGM, pertimbangan hukum dalam putusan tersebut sangat lemah.
"Saya melihat pertimbangan hukum MK sangat lemah ya. Logika yang dibangun itu sangat lemah," kata Peneliti Pukat UGM, Zaenur Rohman, saat dihubungi, Jumat (26/5).
Zaenur mengatakan, MK mengabulkan gugatan yang diajukan oleh Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron dengan basis pertimbangannya, yakni masa jabatan pimpinan KPK 4 tahun dianggap diskriminatif. Sebab lembaga independen lainnya jabatannya 5 tahun. Sehingga melanggar UUD.
Padahal, kata Zaenur, selain KPK masih ada lembaga lainnya yang jabatannya pun tidak 5 tahun.
"Saya melihat argumentasi ini sangat lemah. Kenapa? selain KPK ada lembaga-lembaga lain yang masa jabatannya tidak 5 tahun. Misalnya Komisi Informasi, Komisi Penyiaran, itu tidak 5 tahun. Tapi masa jabatannya 4 tahun bahkan 3,5 tahun," kata dia.
ADVERTISEMENT
Selain itu, penentuan waktu jabatan dinilainya bukan kewenangan MK tetapi kewenangan pembentuk undang-undang. Dalam hal ini DPR dan Pemerintah.
"Jadi seharusnya MK tidak ikut menentukan masa jabatan suatu jabatan publik. Saya melihat memang tidak ada diskriminasi. Memang tidak semuanya itu adalah dijabat 5 tahun," kata dia.
Pimpinan KPK Jilid VI Tetap Dipilih Presiden Jokowi
Selain itu, Zaenur mengkritik soal pertimbangan MK menjadikan masa jabatan pimpinan KPK menjadi 5 tahun.
Pertimbangan MK lainnya itu, karena jika masa jabatan 4 tahun dikhawatirkan mempengaruhi independensi pimpinan KPK.
Sebab pimpinan KPK jilid VI akan kembali dipilih oleh Presiden Jokowi jika pemilihan dilakukan di 2023.
Padahal, kata Zaenur, baik pemilihan dilakukan 2023 maupun 2024, yang memilih tetap Presiden Jokowi dengan mekanisme panitia seleksi. Begitu juga hasil pansel tersebut akan dipilih lagi oleh DPR di periode yang sama.
ADVERTISEMENT
"Saya melihat ya ini tidak logis, kenapa tidak logis? kalau Firli Bahuri cs diperpanjang pun sampai 2024 nanti pimpinan KPK berikutnya itu masih akan dipilih oleh Presiden Jokowi dan pimpinan DPR periode saat ini. Meskipun nanti dilantiknya oleh presiden yang baru," kata dia.
"Kenapa? karena untuk prosedur pemilihan pimpinan KPK itu itu dimulai setidak-tidaknya 6 sampai 7 bulan sebelum masa jabatannya habis. Jadi nanti yang akan memilih ya tetap saja yang membuat pansel, pimpinan Jokowi dan DPR periode saat ini," sambungnya.
Adapun masa habis jabatan pimpinan KPK adalah Desember 2023. Jika di perpanjang, maka masa akhir jabatannya jadi Desember 2024. Pemilihan dilakukan pansel 6 bulan sebelumnya, sehingga tetap dipilih di masa kepemimpinan Jokowi yang baru akan selesai pada November 2024.
ADVERTISEMENT
"Kalau sekarang jadi 5 tahun, kalau dipaksakan jadi diperpanjang Firli Bahuri, tetap saja Presiden Jokowi yang akan memilih di 2024," kata dia.
Putusan MK Seharusnya Diterapkan di Periode Selanjutnya
Zaenur juga mengatakan, bahwa putusan MK ini seharusnya diterapkan pada kepemimpinan KPK periode selanjutnya, bukan saat ini.
Sebelumnya, juru bicara MK Fajar Laksono menyebut putusan MK itu diterapkan untuk pimpinan KPK periode Firli Bahuri dkk.
"Saya melihat putusan MK itu tidak berlaku surut, putusan MK itu berlaku ke depan. Nah sehingga karena Firli Bahuri sudah disumpah untuk 4 tahun, Keppresnya juga berlaku 4 tahun, program-program yang disusun berlaku 4 tahun. Maka tidak logis masa jabatannya diperpanjang menjadi 5 tahun," kata dia.
ADVERTISEMENT
"Jadi memang putusan MK itu berlaku secara prospektif, ke depan, bukan retroaktif. Ini tidak bisa berlaku ke belakang. Di dalam putusan MK itu tidak dijelaskan kongkretnya apakah Firli Bahuri berhenti atau lanjut tahun ini. Sehingga kembali ke asas-asas hukum," pungkasnya.