Pukat UGM: Masa Jabatan Anggota DPR Harus Dibatasi untuk Cegah Korupsi

11 Agustus 2023 19:51 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
DPR mengadakan rapat paripurna ke-27 masa persidangan V  tahun sidang 2022-2023, Selasa (20/6/2023). Foto: Zamachsyari/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
DPR mengadakan rapat paripurna ke-27 masa persidangan V tahun sidang 2022-2023, Selasa (20/6/2023). Foto: Zamachsyari/kumparan
ADVERTISEMENT
Masa jabatan anggota dewan, mulai dari DPD, DPRD hingga DPR digugat ke Mahkamah Konstitusi menjadi maksimal dua periode saja.
ADVERTISEMENT
Peneliti Pusat Kajian Antikorupsi Universitas Gadjah Mada (Pukat UGM) Zaenur Rohman menilai, jabatan hasil dari pemilihan memang perlu dibatasi periodenya.
"Saya pikir setuju atau tidak setuju menjadi kurang relevan. Prinsip dasar dari jabatan yang merupakan hasil dari pemilihan itu memang harus dibatasi periodesisasinya dan maksimal term officenya. Apakah lima tahun kali dua atau empat tahun kali dua atau jumlah lain," kata Zaenur dikonfirmasi, Jumat (11/8).
Peneliti Pukat UGM Zaenur Rohman di LBH Yogyakarta, Kamis (9/6/2022). Foto: Arfiansyah Panji Purnandaru/kumparan
Ada filosofi dari pembatasan masa jabatan. Mulai dari mencegah penyalahgunaan kekuasaan hingga sirkulasi kepemimpinan.
"Filosofi dari pembatasan masa jabatan itu ada dua. Yang pertama untuk mencegah terjadinya penyalahgunaan kekuasaan, bentuknya bisa berupa korupsi. Jadi kalau kekuasaan yang tidak dibatasi maka cenderung akan korup," jelasnya.
"Kedua untuk sirkulasi kepemimpinan, ada rotasi kepemimpinan, ada pergantian kepemimpinan, jadi memberi kesempatan juga nih untuk generasi-generasi yang lain atau untuk orang-orang yang lain agar ada pergantian orang yang menduduki jabatan tidak itu-itu saja selama puluhan tahun. Itu prinsip dasarnya seperti itu," bebernya.
ADVERTISEMENT
Untuk masa jabatan DPR, praktiknya memang berbeda-beda di berbagai negara. Memang banyak negara yang tak membatasi masa jabatan untuk DPR.
"Kalau ini digugat untuk konteks Indonesia ya kita serahkan kepada MK. Bagaimana MK akan memutus itu. Apakah korupsinya akan berkurang enggak juga. Kalau saya melihatnya kalau untuk DPR itu lebih kepada rotasi kepemimpinan, karena kalau DPR itu enggak pegang anggaran dia hanya fungsi kontrol monitor dan legislasi," jelasnya.
Memang pembatasan jabatan di DPR tak menjamin kasus korupsi di sana hilang tetapi paling tidak bisa menjadi salah satu faktor pendorong untuk memerangi korupsi.
"Karena masa jabatan yang terbatas maksimal dua periode maka jejaring yang dibangun hanya dua periode itu. Tapi ya memang yang pertama lazim di dunia itu memang yang untuk eksekutif (yang dibatasi)," katanya.
ADVERTISEMENT
"Kalau ditanya setuju nggak setuju, ya setuju setuju aja sih tapi saya pikir bukan setuju nggak setujunya, apa argumentasinya dan apa urgensinya," pungkasnya.
Mendagri Tito Karnavian menyampaikan Pembicaraan Tingkat II pada Rapat Paripurna DPR RI, Jakarta, Selasa (4/4/2023). Foto: Jamal Ramadhan/kumparan
Sebelumnya, seorang mahasiswa bernama Andi Redani Suryanata menggugat Pasal 240 Ayat 1 dan Pasal 258 Ayat 1 UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu.
Dalam gugatannya, ia meminta ada pembatasan masa jabatan anggota dewan, mulai dari DPD, DPRD, hingga DPR menjadi maksimal dua periode.
Permohonan Andi itu disampaikan lewat kuasa hukumnya Zico Leonard Djagardo Simanjuntak, Gracia, M Hafiidh Al Zikri, tim pada kantor hukum Leo & Partners. Gugatan disampaikan ke MK pada Senin (7/8).
"Menyatakan Pasal 240 ayat (1) dan Pasal 258 ayat (1) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2017 Nomor 182, Tambahan Lembaran Negara Nomor 6109) bertentangan dengan Undang-Undang-Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum sepanjang tidak dimaknai 'Syarat calon anggota DPR, DPD, dan DPRD hanya memegang jabatan paling lama 2 (dua) periode dan sesudahnya tidak dapat dipilih kembali dalam jabatan yang sama'," begitu bunyi petitum Andi dikutip dari laman resmi MK, Selasa (8/8).
ADVERTISEMENT
Menurut Andi, kedua pasal itu secara jelas dan nyata bertentangan dengan prinsip kesetaraan dan kesempatan yang adil untuk berpartisipasi sebagai calon anggota dewan. Periode legislator juga harus dibatasi untuk mencegah kekuasaan secara terus-menerus yang bisa membuka peluang lembaga negara melakukan abuse of power.
Pembatasan periode jabatan juga diperlukan untuk menutup peluang besar korupsi, kolusi, dan nepotisme alias KKN. Menurut Andi, tidak ada pembatasan periodisasi anggota dewan itu membuat masyarakat yang memenuhi persyaratan berpotensi mengalami kerugian hak konstitusional.