Pukat UGM Nilai Kasus Suap di Mahkamah Agung Sudah Kronis: Pimpinan Harus Mundur

11 November 2022 17:08 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Pelantikan 7 Hakim Agung di Gedung Mahkamah Agung, Jakarta, Selasa (19/10), Foto: Humas Mahkamah Agung
zoom-in-whitePerbesar
Pelantikan 7 Hakim Agung di Gedung Mahkamah Agung, Jakarta, Selasa (19/10), Foto: Humas Mahkamah Agung
ADVERTISEMENT
Dua orang hakim agung ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK. Peneliti Pusat Kajian Anti Korupsi atau Pukat UGM Zaenur Rohman menilai bahwa harus ada yang bertanggung jawab atas hal ini, tidak hanya berhenti pada para pelaku.
ADVERTISEMENT
"Jangan sampai tanggung jawab ini hanya dilimpahkan kepada para pelaku saja. Benar bahwa pelaku harus diproses secara hukum nanti akan menjalani persidangan, mempertanggungjawabkannya di hadapan hukum, itu jelas. Tetapi menurut saya harus ada tanggung jawab. Ini peristiwa yang sangat memalukan, penyakit yang sangat kronis, harus ada yang bertanggung jawab," kata Zaenur dihubungi, Jumat (11/11).
Menurutnya, para pimpinan Mahkamah Agung harus mengundurkan diri sebagai bentuk pertanggungjawaban.
"Para pemimpin, pimpinannya harus mengundurkan diri sebagai bentuk pertanggungjawaban. Agar di Indonesia, harus ada kebiasaan, standar baru, kalau terjadi peristiwa-peristiwa seperti ini harus ada pihak yang bertanggung jawab yaitu pimpinannya harus mengundurkan diri," katanya.
Selanjutnya, MA juga harus membenahi internalnya secara mendasar. Terlebih, ia menilai praktik jual beli perkara masih ada sehingga muncul OTT oleh KPK.
ADVERTISEMENT
"Maka, ya, deklarasikan diri bahwa Mahkamah Agung berperang melawan dirinya sendiri, berperang melawan korupsi. Bersihkan mereka-mereka yang selama ini bermain, lakukan pengawasan secara ketat, secara sungguh-sungguh, buka aduan kepada masyarakat, masyarakat yang menerima perlakuan yang tidak wajar misalnya sebagai pihak yang berperkara di Mahkamah Agung dan badan peradilan di bawahnya itu biasanya kalau perkara-perkara yang tidak wajar itu karena faktor suap," katanya.
Peneliti Pukat UGM Zaenur Rohman di LBH Yogyakarta, Kamis (9/6/2022). Foto: Arfiansyah Panji Purnandaru/kumparan
Perubahan mendasar dari budaya kerja ini untuk harus diiringi dengan sanksi yang tegas. Siapa saja di instansi tersebut yang menerima suap harus diberikan sanksi tegas.
"Jangan alergi terhadap pengawasan dari eksternal. Khususnya dari Komisi Yudisial," katanya.
Sementara itu, soal Mahkamah Agung yang dijaga oleh militer, menurut Zaenur juga tidak tepat. Hal hal ini seakan-akan memberi kesan MA untuk tidak diganggu oleh para penegak hukum.
ADVERTISEMENT
"Langkah yang kurang tepat misalnya Mahkamah Agung akan dijaga oleh militer meskipun berasal dari personel pengadilan militer. Menurut saya tetap itu tidak tepat, karena personel pengadilan militer silakan bertugas di pengadilan militer, kalau di Mahkamah Agung silakan bertugas di kamar militer," pungkasnya.
Kemudian, diharapkan agar pemerintah dan DPR segera sahkan RUU perampasan aset. Hal ini bertujuan agar siapa pun penyelenggara negara yang punya kekayaan tidak wajar dan tidak bisa dijelaskan asal-usulnya disita untuk negara.
"Itu adalah senjata pamungkas untuk melakukan perang melawan korupsi yaitu dengan pemiskinan, dengan menggunakan instrumen RUU perampasan aset hasil kejahatan tersebut. Ya kan kita tahu misalnya pernah ada pegawai di Mahkamah Agung punya kekayaan puluhan miliar, itu kan tidak wajar dilihat dari penghasilan sahnya. Nah kita tahu ada kasus yang pernah diproses seperti itu oleh KPK. Oleh karena itu memang RUU perampasan aset memang sangat sangat penting untuk disahkan," pungkasnya.
ADVERTISEMENT