Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 ยฉ PT Dynamo Media Network
Version 1.96.1
![Peneliti Pukat UGM Zaenur Rohman di LBH Yogyakarta, Kamis (9/6/2022). Foto: Arfiansyah Panji Purnandaru/kumparan](https://blue.kumparan.com/image/upload/fl_progressive,fl_lossy,c_fill,q_auto:best,w_640/v1634025439/01814798d3096d14a20bf4413d62e7b7.jpg)
ADVERTISEMENT
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK ) tak kunjung menangkap Gubernur Papua Lukas Enembe meski sudah ditetapkan sebagai tersangka kasus gratifikasi. Bahkan, Ketua KPK Firli Bahuri menemui tersangka tersebut di Papua dan menyalaminya.
ADVERTISEMENT
"Seharusnya ketika seseorang ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK, KPK bisa melakukan penangkapan. Tentu ketika melakukan penangkapan KPK komunikasikan dulu kepada masyarakat misalnya jika ada resistensi. Komunikasikan melalui tokoh-tokoh masyarakat, komunikasikan melalui tokoh-tokoh agama," kata peneliti Pusat Studi Anti Korupsi (Pukat) UGM Zaenur Rohman, Jumat (4/11).
Setelah Enembe ditangkap, Enembe yang selama ini beralasan sakit, bisa diperiksa oleh dokter independen. Jika hasilnya sehat, maka pemeriksaan kasus bisa dilakukan oleh KPK.
"Jika kondisi sehat maka bisa diperiksa KPK. Kalau kesimpulan dari dokter tersangka dalam tidak keadaan sehat, maka pemeriksaan (kasus) tidak bisa dilakukan tinggal KPK merujuk tersangka ke faskes agar mendapatkan perawatan," jelasnya.
Zaenur menjelaskan, ketika tersangka itu berada di fasilitas kesehatan, maka tetap wajib ada penjagaan dan pengawasan dari KPK.
ADVERTISEMENT
"Tetap dalam penjagaan dan pengawasan KPK gitu, ya," katanya.
Zaenur mengatakan bahwa memang sejak awal ada kecurigaan dari masyarakat atas kasus Lukas Enembe yang terkesan diistimewakan.
"Memang sejak awal ada kecurigaan sebagian publik bahwa ini kasus tidak lepas dari muatan politik," katanya.