Pukat UGM soal 8 Bulan KPK Tanpa OTT: Mungkin Dampak Pernyataan 'OTT Kampungan'

27 September 2024 11:30 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Foto: Jamal Ramadhan/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Foto: Jamal Ramadhan/kumparan
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Pusat Kajian Antikorupsi (Pukat) UGM mengomentari KPK yang sudah 8 bulan lamanya tidak melakukan operasi tangkap tangan (OTT). Padahal, cara ini dulu jadi andalan lembaga antirasuah itu untuk menangkap koruptor.
ADVERTISEMENT
Peneliti Pukat UGM, Zaenur Rohman, menduga jarangnya KPK belakangan melakukan OTT karena adanya kritik dari salah satu pejabat tinggi negara. Pejabat itu yakni Menko Marves Luhut Binsar Panjaitan.
"Saya lihat kemungkinan KPK ini juga terdampak dari, misalnya, omongan-omongan para pejabat tinggi negara kita. Jangan-jangan seperti itu," ujar Zaenur saat dihubungi, Jumat (27/9).
"Saya khawatirnya itu terdampak dari pernyataan-pernyataan seperti pernyataan Luhut bahwa OTT itu kampungan," tambah dia.
Zaenur menilai, KPK tak perlu khawatir untuk melakukan tangkap tangan terhadap pelaku korupsi.
Zaenur Rohman, peneliti Pusat Kajian Anti Korupsi (PUKAT) Fakultas Hukum UGM, Kamis (16/5). Foto: Arfiansyah Panji Purnandaru/kumparan
"Jadi OTT itu bukan merupakan satu hal yang tabu untuk dilakukan oleh penegak hukum. Dan sudah seharusnya, KPK tidak terpengaruh oleh pernyataan-pernyataan pejabat seperti Luhut itu," katanya.
Di sisi lain, Zaenur mengatakan, OTT memang bukanlah satu-satunya cara dalam menindak pelaku korupsi. Namun, menurutnya, cara ini paling efektif untuk menangani perkara suap.
ADVERTISEMENT
"OTT itu merupakan cara yang menurut saya paling efektif untuk menanggulangi jenis tindak pidana suap. Kenapa? Karena suap itu sangat sulit dibongkar dengan menggunakan case building," ungkap Zaenur.
Zaenur menjelaskan, sulitnya menggunakan metode case building dalam mengusut perkara suap lantaran sulitnya mencari alat bukti. Masing-masing pihak yang terlibat pasti berupaya untuk menutupinya.
"Dengan OTT itu alat buktinya dipegang oleh KPK, oleh penyelidik atau penyelidik KPK. Tertangkap tangan itu kan artinya saat atau setelah melakukan tindak pidana. Artinya, alat buktinya tersedia," jelas dia.
Gubernur Maluku Utara Abdul Gani Kasuba menaiki mobil tahanan KPK usai konferensi pers penetapan dan penahanan tersangka terkait korupsi di lingkungan pemerintah Provinsi Maluku Utara, di Gedung KPK, Jakarta, Rabu (20/12/2023). Foto: Jamal Ramadhan/kumparan
Catatan kumparan, terakhir kali KPK berhasil melakukan OTT adalah pada Januari 2024. Ada dua kasus yang saat itu di-OTT KPK.
Kasus pertama, pada 11 Januari. Saat itu, KPK menangkap Bupati Labuhanbatu Erik Adtrada Ritonga diduga terkait suap proyek pengadaan barang dan jasa.
ADVERTISEMENT
Kasus kedua, pada 26 Januari. Saat itu, KPK melakukan OTT di Sidoarjo, Jawa Timur. KPK saat itu menangkap 10 orang.
Namun dalam OTT saat itu, KPK gagal menemukan Bupati Sidoarjo Ahmad Muhdlor alias Gus Muhdlor. KPK gagal menangkapnya.
OTT tersebut hanya berujung penetapan tersangka terhadap Siska Wati seorang Kepala Sub Bagian Umum dan Kepegawaian Badan Pelayanan Pajak Daerah (BPPD) Kabupaten Sidoarjo. Barulah pada Mei 2024, Gus Muhdlor menyusul ditersangkakan oleh KPK.
Setelah dua kasus itu, tidak ada lagi OTT yang dilakukan oleh KPK sampai 25 September 2024. Artinya sudah 8 bulan KPK tidak berhasil melakukan operasi senyap.