Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.0
Pulang dari AS, Pangeran Abdullah Divonis 30 Tahun Penjara oleh Arab Saudi
7 November 2022 13:09 WIB
·
waktu baca 4 menitADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
Otoritas menahan pria berusia 31 tahun itu saat kembali ke tanah airnya dengan tiket yang disediakan Arab Saudi pada 2020. Mahasiswa pascasarjana di Universitas Northeastern Boston tersebut pulang untuk belajar secara daring selama pandemi COVID-19.
Pengadilan kemudian menjatuhkan hukuman penjara 20 tahun dan larangan perjalanan 20 tahun terhadap Pangeran Abdullah. Masa hukuman diperpanjang selama sepuluh tahun pada Agustus 2020.
Al-Saud dituduh mengacaukan negara, mengganggu persatuan sosial, dan mendukung lawan kerajaan Arab Saudi. Otoritas kerap menggunakan undang-undang terorisme dan kejahatan dunia maya untuk mengeluarkan hukuman yang luar biasa berat pada kritikus.
UU tersebut diterapkan dalam kasus-kasus yang melibatkan komunikasi melalui telepon atau komputer.
Pangeran Abdullah jarang mengaku sebagai anggota keluarga kerajaan Arab Saudi. Menghindari pembicaraan politik, dia fokus pada studi, rencana karier, dan hobi bermain sepak bola.
ADVERTISEMENT
Kendati demikian, Pangeran Abdullah sempat mendiskusikan pemenjaraan sepupunya yang sesama pangeran. Dia membahas kejadian itu dengan sejumlah kerabat melalui telepon dari AS.
Obrolan mereka ternyata didengar oleh pejabat Arab Saudi.
Pengadilan mengatakan, Pangeran Abdullah menggunakan aplikasi perpesanan Signal untuk membicarakan sepupunya yang dipenjara oleh Putra Mahkota Arab Saudi, Mohammed bin Salman (MBS).
Pihaknya menuding, dia juga berbicara dengan pengacara tentang kasus itu melalui telepon umum di Kota Boston, AS.
Pengadilan menambahkan, Pangeran Abdullah mengakui dia mengirimkan sekitar USD 9000 (Rp 141 juta) untuk membayar tagihan apartemen sepupunya itu pula di Paris.
Tidak jelas bagaimana otoritas memantau percakapan telepon pribadi yang berasal dari AS. Namun, negara itu mengasah taktik mata-matanya dalam beberapa tahun terakhir. Kementerian Luar Negeri AS mengaku sedang menyelidiki kasus Pangeran Abdullah.
ADVERTISEMENT
"Ini masalah hak asasi manusia yang signifikan dan masalah keamanan nasional," tulis Kemlu AS, dikutip dari The Associated Press, Senin (7/11).
Pangeran Abdullah sendiri berasal dari salah satu cabang keluarga kerajaan yang kerap menjadi target penahanan. Mereka dijerat hukuman lantaran dianggap sebagai kritikus atau saingan.
Tuduhan ini mulai meluas sejak MBS mengkonsolidasikan kekuasaan di bawah ayahnya yang sudah lanjut usia, Raja Salman.
Walau belum pernah dilaporkan sebelumnya, kasus al-Saud bukan satu-satunya yang terjadi di AS. Pengawasan dan pengejaran warga Arab Saudi di AS meningkat selama lima tahun terakhir.
Penemuan ini terungkap kelompok HAM, FBI, serta wawancara dua tahun dengan warga negara Arab Saudi. Beberapa warga mengatakan, agen FBI menyarankan mereka untuk tidak pulang. Tetapi, penyelidikan ini ditepis Kedutaan Besar Arab Saudi di Washington.
ADVERTISEMENT
"Gagasan bahwa pemerintah Saudi–atau lembaganya–melecehkan warganya sendiri di luar negeri adalah tidak masuk akal," tegas Kedubes Arab Saudi di Washington.
Otoritas menjatuhkan hukuman penjara seumur hidup pula terhadap seorang warga Arab Saudi di AS, Saad al Madi, pada Agustus. Pria berusia 72 tahun tersebut dijerat akibat cuitan-cuitan yang diunggahnya dari rumahnya di Negara Bagian Florida, AS.
Al-Madi dipenjarakan saat berkunjung ke Arab Saudi. Pada bulan yang sama, otoritas memberikan hukuman penjara 34 tahun kepada seorang mahasiswa di Inggris, Salma al-Shehab. Dia ditahan saat berkunjung setelah mengunggah cuitan tentang kerajaan pula.
Kelompok HAM meyakini, cuitan mereka mungkin dilaporkan melalui aplikasi pengaduan yang dikembangkan pemerintah Arab Saudi.
Investigasi sejumlah organisasi media, kelompok riset Citizen Lab, dan Amnesty International menuduh negara itu menggunakan spyware atau perangkat militer tingkat militer dari Israel.
ADVERTISEMENT
Spyware ini dipasang di telepon milik tunangan seorang jurnalis yang dibunuh pejabat Arab Saudi pada 2018, Jamal Khashoggi.
"Setidaknya sejak 2017, agen Saudi dan warga negara Saudi yang berada di AS, yang didukung pemerintah Saudi, telah memantau, melecehkan, dan mengancam kritik terhadap rezim Saudi di Amerika Serikat secara digital dan secara langsung," tulis buletin 2022 FBI.
Kelompok advokasi Freedom House mengatakan, Arab Saudi menargetkan kritikus di 14 negara. Tujuannya adalah memata-matai, mengintimidasi, atau memaksa mereka kembali ke Arab Saudi.
"Ini mengganggu, menakutkan, dan ini merupakan pelanggaran besar terhadap kebebasan berpendapat yang dilindungi," ujar Nate Schenkkan dari Freedom House.