Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Pulau Run, Magnet Rempah Nusantara yang Ditukar dengan Manhattan
24 Oktober 2017 18:00 WIB
Diperbarui 14 Maret 2019 21:14 WIB
ADVERTISEMENT
Pulau Run, Magnet Rempah-rempah Nusantara yang Ditukar dengan Manhattan. Itulah buku karya jurnalis dan penulis Inggris, Giles Milton. Dari buku inilah kita tahu banyak soal Pulau Run, pulau terkecil di Kepulauan Banda, Maluku, yang dikenal sebagai penghasil pala sehingga jadi rebutan Inggris vs Belanda.
ADVERTISEMENT
Mari kita simak deskripsi buku setebal 512 halaman yang berjudul asli Nathaniel's Nutmeg terbitan Alvabet tahun 2015 tersebut:
Pulau Run adalah sebuah pulau kecil yang terpencil, sepi, dan terabaikan di tengah ribuan pulau-pulau Indonesia lainnya. Namun, siapa sangka bahwa ternyata pulau ini pernah ditukar dengan Manhattan, sebuah pulau yang terletak di sebelah selatan ujung Sungai Hudson, satu dari lima kota bagian yang membentuk Kota New York.
Pada awal abad ke-17 M, panen rempah-rempah mengubah Pulau Run menjadi pulau yang paling berharga dari kepulauan rempah-rempah lainnya di Nusantara. Hal ini mendorong perebutan sengit dan berdarah-darah antara Vereenigde Oostindische Compagnie (VOC) dan sekelompok tentara Inggris yang dipimpin oleh seorang kapten pemberani, Nathaniel Courthope.
ADVERTISEMENT
Hasil dari perebutan tersebut adalah satu penawaran paling spektakuler dalam sejarah: Inggris menyerahkan Pulau Run ke Belanda, dan sebagai imbalannya Inggris diberi sebuah pulau lain, yakni Manhattan.
Buku ini mengisahkan petualangan brilian, perang dan kebiadaban, navigasi yang belum terpetakan, dan sebuah eksploitasi dunia baru yang menggiurkan. Pulau Run adalah cerita menakjubkan ihwal magnet rempah-rempah Nusantara dalam sejarah kekuasaan kolonial.
Dalam buku Pulau Run, Milton yang banyak melakukan perjalanan di dunia untuk riset-riset buku berlatar sejarahnya, menulis bahwa Pulau Run sekarang memang telah diabaikan oleh para pembuat peta dunia terkemuka. Ini berbeda dengan zaman dulu. Peta-peta lempengan tembaga abad 17, Run tertulis besar-besar memenuhi halaman, dengan ukuran di luar proporsi dibandingkan geografinya.
ADVERTISEMENT
“Pada masa itu, Run adalah pulau yang paling dibicarakan di dunia, sebuah tempat dengan kekayaan yang begitu menakjubkan sehingga sebagai perbandingan, harta sepuhan Eldorado terlihat murahan. Namun, anugerah yang dimiliki Run bukan turunan dari emas— alam telah menganugerahkan sebuah hadiah yang jauh lebih berharga di atas tebing-tebingnya,” beber Milton.
Yang dimaksud anugerah itu adalah tanaman pala.
“Pala, biji tumbuhan itu, adalah kemewahan paling diidamkan di Eropa abad ke-17, satu jenis rempah yang memiliki khasiat pengobatan begitu hebat sehingga orang-orang akan mempertaruhkan nyawa mereka untuk memperolehnya,” tulis Milton.
“Selalu mahal, harganya kian meroket ketika para dokter zaman Elizabeth di London mulai mengklaim bahwa bola-bola aromaterapi yang terbuat dari pala adalah satu-satunya penawar untuk wabah “wabah sampar yang menular” yang diawali dengan bersin dan diakhiri dengan kematian itu. Dalam semalam, kacang kecil keriput ini — hingga kini digunakan untuk menyembuhkan perut kembung dan demam biasa — menjadi benda yang diburu seperti emas,” beber Milton.
ADVERTISEMENT
Singkat cerita, terjadilah perebutan Pulau Run antara Inggris dan Belanda pada zaman itu. Pertikaian ini kemudian diakhiri dengan kesepakatan Traktat Breda di kota Breda di Belanda pada 31 Juli 1667. Perjanjian ini menyepakati penyerahan Pulau Nieuw Netherland di Amerika Utara dari Belanda kepada Inggris dan penyerahan Pulau Run dari Inggris kepada Belanda.
Belanda bersikeras bahwa perjanjian itu merupakan kemenangan bagi dirinya.
Inggris kemudian menyulap Nieuw Netherland menjadi Manhattan dan bersama empat borough (daerah) di dekatnya membentuk New York City.
Namun, zaman telah berubah. Manhattan yang dulu pernah ditukar dengan pulau seluas 3 km x 1 km di daerah terpencil, kini menjadi pusat bisnis dunia, sedangkan Pulau Run, meski masih menjadi penghasil pala, nyaris dilupakan. Meski demikian, sejarah akan tetap mencatat peran Pulau Run dalam mengubah peta perabadan dunia.
ADVERTISEMENT
"Kalau tidak ada Perjanjian Breda, maka kakek dan moyang saya tidak ada tempat tinggal di daerah bagian New York pada 350 tahun yang lalu," ujar Dubes AS untuk Indonesia, Joseph Donovan, yang juga asal Manhattan, New York.