news-card-video
24 Ramadhan 1446 HSenin, 24 Maret 2025
Jakarta
chevron-down
imsak04:10
subuh04:25
terbit05:30
dzuhur11:30
ashar14:45
maghrib17:30
isya18:45

Puskapol UI Minta Pileg Pakai Sistem Proporsional Campuran

5 Maret 2025 12:35 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Sejumlah Anggota DPR berjalan usai mengikuti Rapat Paripurna DPR Ke-11 Masa Persidangan II Tahun Sidang 2024-2025 di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (23/1/2025). Foto: Dhemas Reviyanto/ANTARA FOTO
zoom-in-whitePerbesar
Sejumlah Anggota DPR berjalan usai mengikuti Rapat Paripurna DPR Ke-11 Masa Persidangan II Tahun Sidang 2024-2025 di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (23/1/2025). Foto: Dhemas Reviyanto/ANTARA FOTO
ADVERTISEMENT
Peneliti Pusat Kajian Politik Universitas Indonesia (Puskapol UI) mengusulkan agar sistem pemilu di Indonesia diubah dari yang semula menganut sistem proporsional terbuka menjadi sistem pemilih campuran.
ADVERTISEMENT
Sebab dengan sistem yang dianut saat ini, keterwakilan perempuan di kancah politik Indonesia justru sangat minim.
“Sistem sistem proporsional terbuka adalah 1 sistem yang tidak mendukung kesetaraan gender atau kurang kuat dalam mendorong kesetaraan gender,” kata peneliti Puskapol UI, Delia Wildianti dalam rapat bersama Komisi II DPR RI, Rabu (5/3).
“Studi yang kami pelajari di beberapa negara memang sistem proporsional terbuka tidak kompatibel mendorong keterwakilan perempuan justru yang kompatibel mendorong keterwakilan perempuan itu adalah sistem proporsional tertutup,” sambungnya.
Peneliti Puskapol UI, Delia Wildianti, di Kantor KPU RI, Minggu (19/5). Foto: Muhammad Darisman/kumparan
Meski begitu Delia menyadari sistem proporsional tertutup juga tidak ideal saat diterapkan di zaman orde baru dulu. Pemilu menjadi tidak transparan.
Untuk itu ia mengusulkan untuk mengadopsi sistem pemilihan campuran yang menggabungkan dua sistem sekaligus yakni sistemmayoritarian, yakni wakil rakyat dipilih berdasarkan suara terbanyak di suatu daerah pemilihan (dapil) dan sistem proporsional dimana kursi dibagi berdasarkan jumlah suara yang didapat partai.
ADVERTISEMENT
Sehingga dalam prosesnya pemilih akan memiliki dua suara, satu untuk memilih wakil di dapilnya (sistem mayoritarian) dan satu lagi untuk memilih partai politik (sistem proporsional).
Komisi II menggelar Rapat Dengar Pendapat Umum dengan ahli dari universitas membahas UU Pemilu dah Pemiluhan Kepala Daerah, Rabu (5/3/2025). Foto: Haya Syahira/kumparan
Kemudian hasil dari kedua sistem ini digabung untuk menentukan siapa yang duduk di parlemen. Sistem ini diterapkan di beberapa negara maju seperti Jerman, Jepang, dan Selandia Baru.
“Dari studi yang kami lakukan kita bisa coba exercise untuk opsi alternatif perubahan sistem proporsional terbuka menjadi sistem pemilih campuran,” katanya.
Delia memaparkan bahwa pihaknya sudah mengkaji penerapan sistem pemilihan campuran di 27 negara. Hasilnya keterwakilan perempuan di parlemen meningkat sejalan dengan perubahan sistem pemilu yang dilakukan.
“Ada empat negara yang memiliki peningkatan keterwakilan perempuan cukup signifikan kami ambil empat best practice untuk isu peningkatan keterwakilan perempuan ada Italia, Meksiko, Kosta Rika, dan Panama,” tuturnya.
ADVERTISEMENT