Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Putra Hun Sen Bakal Pimpin Kamboja: Lebih Liberal tapi di Bawah Kendali Ayah
7 Agustus 2023 12:00 WIB
·
waktu baca 4 menitADVERTISEMENT
Kerajaan Kamboja menyetujui pencalonan putra sulung Perdana Menteri Hun Sen, Hun Manet, untuk menggantikan posisi sang ayah menjadi orang nomor satu di pemerintahan baru berikutnya.
ADVERTISEMENT
Dikutip dari Reuters, persetujuan Raja Kamboja Norodom Sihamoni itu tercantum dalam sebuah dekrit kerajaan yang diunggah oleh Hun Sen di Telegram, pada Senin (7/8).
Dikeluarkannya dekrit tersebut menandakan peristiwa bersejarah terjadi di Kamboja — berakhirnya masa kepemimpinan Hun Sen selama hampir 40 tahun, sekaligus menjadi momentum peralihan kekuasaan yang telah dinantikan sejak lama.
Adapun pencalonan Hun Manet sebagai perdana menteri seolah sudah diprediksi dan sudah dipersiapkan oleh sang ayah. Hun Sen pada bulan lalu menyinggung, dirinya akan mengundurkan diri dan menyerahkan kekuasaan kepada Hun Manet pada Agustus 2023.
Meski demikian, terlepas dari pengunduran dirinya Hun Sen masih tetap akan mempertahankan jabatan penting di badan legislatif dan di dalam struktur partai berkuasa Cambodian People's Party (CPP).
ADVERTISEMENT
Lantas, bagaimana gaya kepemimpinan Hun Manet di bawah bayang-bayang sang ayah?
Banyak orang membicarakan soal latar belakang pendidikan Hun Manet yang merupakan seorang jenderal lulusan Amerika Serikat dan Inggris.
Lahir pada 20 Oktober 1977, pria berusia 46 tahun ini adalah lulusan akademi militer bergengsi di AS, West Point. Dia merupakan sarjana asal Kamboja pertama yang pernah lulus di akademi militer tersebut.
Hun Manet kemudian meraih gelar S2 di New York University dan PhD di bidang ekonomi dari Bristol University di Inggris. Atas dasar inilah, bermunculan prediksi bahwa Hun Manet kemungkinan dapat memimpin dengan gaya lebih liberal dibandingkan sang ayah yang otoriter, yang dipandang sebagai penganut paham komunis dan eks gerilyawan di era Khmer Merah.
Dikutip dari Associated Press, prediksi tersebut dikemukakan oleh seorang peneliti senior di S. Rajaratnam School of International Studies di Singapura, John Bradford.
ADVERTISEMENT
"Latar belakangnya telah memunculkan harapan dari beberapa pihak di Barat bahwa ia dapat membawa perubahan politik, tetapi masih diperlukan kerja keras untuk mendapatkan kembali pengaruhnya di negara Asia Tenggara yang berpenduduk 16,5 juta jiwa ini, mengingat kepentingan strategis dan ekonomi China [di Kamboja]," jelas Bradford.
"Kamboja yang dipimpin oleh Hun Manet mungkin akan menjadi sekutu AS yang lebih kuat, tetapi hubungan AS-Kamboja hanya dapat berkembang jika dibangun di atas dasar-dasar yang kuat untuk saling menguntungkan dan saling menghormati," sambung dia.
Latar Belakang Pendidikan Tak Berikan Jaminan
Meski demikian, Bradford menggarisbawahi bahwa latar belakang pendidikan dan kepribadian tidak selalu diterjemahkan ke dalam gaya kepemimpinan atau pandangan politik seseorang.
ADVERTISEMENT
"Kami memiliki seorang diktator di Korea Utara yang bersekolah di Swiss," kata Bradford, mengacu pada pemimpin Korea Utara Kim Jong-un. "Pilihannya tidak mencerminkan nilai-nilai Swiss," sambung dia.
Hun Manet pun cenderung jarang diwawancarai media — sehingga petunjuk soal visinya dalam memimpin Kamboja pada lima tahun ke depan masih abu-abu.
Pria yang menjabat sebagai Komandan Angkatan Darat Kamboja sejak 2018 ini cenderung aktif memposting soal kehidupannya di media sosial, tetapi tidak banyak mengungkapkan sikap politiknya.
Di tengah ada harapan bahwa Hun Manet bakal membawa perubahan di politik Kamboja yang otoriter, hanya sedikit orang yang berpikir bahwa Hun Sen akan betul-betul 'pensiun' dari politik.
"Hanya sedikit yang berpikir bahwa Hun Sen akan lengser, dan memilih sekarang sebagai waktu yang tepat untuk menyerahkan kekuasaan sehingga ia masih dapat mempertahankan kontrol yang besar dari pinggir lapangan," kata seorang peneliti di La Trobe University di Australia, Gordon Conochie.
ADVERTISEMENT
Penulis buku 'A Tiger Rules the Mountain: Cambodia's Pursuit of Democracy' itu berpendapat, kepemimpinan Hun Manet — mau bagaimanapun, akan tetap berada di bawah bayang-bayah ayahnya.
"Ini berarti bahwa sementara putranya membangun otoritasnya sendiri sebagai perdana menteri, dia masih memiliki seorang ayah yang relatif muda dan sehat — secara fisik dan mental — di belakangnya," kata Conochie.
"Kenyataannya adalah bahwa selama Hun Sen ada di sana, tidak ada yang akan bergerak melawan mereka. Dan Hun Sen akan menjadi orang yang bertanggung jawab, bahkan jika putranya menjadi perdana menteri," sambung dia.
Seorang analis Ou Virak berpendapat bahwa tanpa dukungan sang ayah, tidak jelas apakah Hun Manet akan mampu membuat perubahan — bahkan jikalau dia menginginkannya.
ADVERTISEMENT
"Dia masih belum teruji di arena politik. Masalahnya adalah dia telah disuapi dengan sendok, kebanyakan dengan sendok emas," ujar Virak kepada AFP.
Terpisah, dalam sebuah wawancara dengan Reuters beberapa waktu lalu, Hun Sen sempat menyinggung soal bagaimana pemerintahan di Kamboja di bawah kepemimpinan sang anak.
Ketika ditanya apakah putranya akan memerintah dengan cara yang berbeda, Hun Sen tertawa. "Dalam hal apa? Perbedaan seperti itu berarti mengganggu perdamaian dan membatalkan pencapaian generasi yang lebih tua," ungkap Hun Sen.