Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Putri Misterius Vladimir Putin: Dokter Spesialis di Pusaran Rekayasa Genetika
15 Agustus 2020 18:27 WIB
Presiden Rusia Vladimir Putin punya dua putri: Maria dan Katerina. Mereka sama-sama berkecimpung di bidang sains—yang diyakini Putin menjadi kunci menuju masa depan.
Putin tak pernah sekalipun menyebut nama-nama putrinya di depan publik. Ia menyembunyikan identitas mereka demi privasi keduanya. Namun, banyak orang Rusia tahu siapa mereka—tapi pura-pura tak tahu. Bicara soal keluarga Putin adalah tabu.
Maka, ketika Putin awal pekan ini menyebut salah satu putrinya mendapat suntikan vaksin corona Sputnik V, informasi berhenti sampai di situ. Tak ada keterangan tambahan tentang putri Putin yang mana yang divaksinasi—Maria atau Katerina?
Maria dan Katerina sama-sama peneliti. Maria peneliti medis (dia dokter spesialis endokrin), sedangkan Katerina peneliti bioteknologi. Maria belajar biologi dan medis semasa kuliah, sementara Katerina belajar matematika dan fisika.
Maria peneliti di Pusat Riset Medis Endokrinologi Kementerian Kesehatan; pejabat tinggi di satu pusat layanan kesehatan; presidium Russian Association for the Advancement of Science; dan dewan pelaksana proyek pengembangan teknologi genetik—area studi yang disebut Putin “bakal menentukan masa depan dunia”.
Juli 2019, sejumlah ahli genetika ternama Rusia diam-diam bertemu dengan pejabat Kementerian Kesehatan. Ada tamu istimewa di situ: Maria Vorontsova—putri pertama Putin yang semakin berpengaruh di sektor sains Rusia.
Ada apa gerangan?
Rupanya itu pertemuan penting dengan bahasan kontroversial: rekayasa genetika pada manusia (janin tepatnya).
Denis Rebrikov, seorang ahli biologi molekuler dari Pirogov Russian National Research Medical University, berencana untuk merekayasa gen pada embrio manusia. Nantinya, akan lahir anak-anak hasil modifikasi genetik.
Rebrikov semula berniat melakukannya pada embrio dalam kandungan wanita yang terinfeksi HIV. Sebab pada sebagian kasus, janin dari orang tua pengidap HIV juga membawa virus tersebut saat lahir. Maka Rebrikov hendak mengubah gen CCR5 yang berperan dalam sistem kekebalan tubuh. Dengan begitu, ujarnya, sang jabang bayi bakal terlindungi dari HIV yang menghinggapi orang tuanya.
Belakangan, karena Rebrikov tak menemukan pasangan orang tua—dengan HIV—yang pas untuk diajak bekerja sama, ia mengubah sasaran eksperimen ke embrio dalam kandungan perempuan tuli, berhubung cukup banyak bayi yang terlahir tuli karena faktor genetik.
Rebrikov telah mendapat mitra. Sepasang suami-istri yang sama-sama tuli berencana untuk punya anak dan berharap anak mereka nanti tak mewarisi kondisi tuli keduanya. Untuk itu, Rebrikov akan menetralkan gen GJB2 yang berhubungan dengan telinga dalam.
Apa pun argumen Rebrikov, keributan pecah di kalangan ilmuwan internasional. Sebagian besar mengecam niat Rebrikov. Ia, seperti dilansir Nature , dianggap mengabaikan risiko yang pernah diteliti: bahwa rekayasa pada gen CCR5 dapat menimbulkan berbagai risiko kesehatan, termasuk umur yang lebih pendek.
Namun, Rebrikov yakin dengan keamanan prosedurnya. Ia yakin banyak ilmuwan sebetulnya telah melanggar tabu dengan mengutak-atik embrio manusia. Baginya, hanya masalah waktu sebelum praktik rekayasa genetika manusia akan menjadi populer.
Huru-hara gara-gara Denis Rebrikov itulah yang membuat Maria Vorontsova—yang merupakan anggota dewan pelaksana Federal Scientific and Technical Program for the Development of Genetic Technologies—ikut hadir menemui ahli-ahli genetika negerinya dalam sesi tertutup.
Selama tiga jam, putri Vladimir Putin itu mendengarkan argumen kubu pendukung dan penentang Rebrikov dengan penuh perhatian. Pendukung Rebrikov optimistis Vorontsova dapat memahami dan membantu mereka.
Vorontsova tidak mengatakan “ya” atau “tidak” terhadap rencana Rebrikov. Namun, kata ilmuwan kubu Rebrikov, “Dia sepakat bahwa kemajuan ilmiah tak dapat dihentikan.”
Selain itu, Vorontsova berpendapat bahwa rekayasa genetika manusia tak boleh dilakukan oleh sektor swasta. Eksperimen hanya dapat dilakukan pada fasilitas negara untuk memaksimalkan pengawasan.
Salah seorang pejabat Rusia, seperti dikutip dari Bloomberg , menyatakan bahwa potensi penyalahgunaan rekayasa genetika pada manusia begitu besar sehingga keputusan final soal itu sudah pasti berada di tangan Putin.
Ambisi Rusia di Bidang Rekayasa Genetika
Putin sejak 2017 sudah meramalkan bahwa rekayasa genetika manusia bakal segera terjadi, dan ia memperingatkan dampaknya yang mungkin dapat lebih dahsyat dari bom nuklir.
Namun, Putin sesungguhnya menaruh harapan besar pada teknologi rekayasa genetika—yang menurutnya bisa berpengaruh besar seperti kecerdasan buatan (artificial intelligence).
Sekali lagi, bagi Putin, sains adalah masa depan. Sungguh kebetulan kedua putrinya berkiprah di sektor itu.
Selain si sulung Maria Vorontsova yang mengawasi proyek penelitian genetika senilai US$ 2 miliar, si bungsu Katerina Tikhonova mengepalai Artificial Intelligence Insitute di Moscow State University.
Akhir 2018, Vladimir Putin menandatangani peluncuran proyek pengembangan teknologi genetik yang akan berjalan selama delapan tahun dan melibatkan Moscow State University, Saint Petersburg State University, Kurchatov Institute yang terkenal dengan riset nuklirnya, dan perusahaan energi Rosneft.
Ini proyek ambisius yang bertujuan membawa Rusia menjadi yang terdepan dalam riset genetika di tahun 2027. Hasil riset proyek tersebut akan digunakan untuk kepentingan industri dan medis.
Pada April 2019, Putin menunjuk empat anggota baru di dewan pelaksana proyek itu, salah satunya: Maria Vorontsova.
Materi genetik dari 100 ribu orang Rusia akan dihimpun dan dipelajari. Tujuannya: untuk mengidentifikasi kemungkinan adanya kerusakan genetik yang khas pada etnis Rusia. Di skala maksimum, proyek ini hendak memperbaiki kerusakan genetik tersebut.
Studi Genome of Russian rencananya dimulai akhir 2020. Namun sebelum itu, pandemi corona melanda dunia dan ilmuwan Rusia pun lebih dulu meneliti genom SARS-CoV-2—virus corona penyebab COVID-19.
Maret 2020, kantor berita RIA Novosti melaporkan bahwa para pakar Rusia telah berhasil menguraikan seluruh genom virus corona.
April 2020, Putin mengundang sembilan ahli untuk berkonsultasi tentang virus corona. Salah satu di antaranya ialah Ivan Dedov, dokter spesialis endokrin terkemuka yang juga pernah menjadi penasihat riset Maria Vorontsova—putrinya.
Agustus 2020, Rusia meresmikan penggunaan virus corona buatan mereka sendiri—Sputnik V—meski dihujani kritik negara-negara Barat yang menyangsikan keamanan vaksin tersebut.
“Salah satu putri saya divaksinasi. Dia ambil bagian dalam uji coba (vaksin corona Rusia ). Dia sedikit demam, lalu baik-baik saja. Dia merasa sehat dan memiliki jumlah antibodi tinggi,” ujar Putin.