Putusan MK: Cagub Papua Yermias Bisai Didiskualifikasi, PSU dalam 6 Bulan

24 Februari 2025 16:35 WIB
·
waktu baca 7 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Gedung Mahkamah Konstitusi. Foto: Shutterstock
zoom-in-whitePerbesar
Gedung Mahkamah Konstitusi. Foto: Shutterstock
ADVERTISEMENT
Mahkamah Konstitusi (MK) mendiskualifikasi calon wakil gubernur Papua, Yermias Bisai, karena tidak jujur dan beritikad baik dalam memenuhi persyaratan maju Pilkada. Yeremias merupakan pasangan calon gubernur Benhur Tommy Mano usungan PDIPfg. Keduanya menang dalam Pilgub Papua 2024.
ADVERTISEMENT
Dalam putusannya, MK mengabulkan sebagian permohonan Perkara Nomor 304/PHPU.GUB-XXIII/2025 yang dimohonkan Pasangan Calon (Paslon) Nomor Urut 2 Matius Fakhiri dan Aryoko Alberto Ferdinand Rumaropen.
"Dalam pokok permohonan, mengabulkan permohonan Pemohon untuk sebagian," kata Ketua MK Suhartoyo saat membacakan putusan sengketa Pilkada 2024 dikutip dari laman MK, Senin (24/2).
MK membatalkan putusan KPU yang memenangkan Benhur dan Yermias. Kemudian, MK memerintahkan KPU Provinsi Papua melaksanakan Pemungutan Suara Ulang (PSU) dengan menggunakan DPT, DPTb dan DPT tambahan sesuai pemilu 27 November 2024.
Pemilu diikuti Pasangan Calon Matius Fakhiri dan Aryoko Alberto Ferdinand Rumaropen serta pasangan calon baru yang diajukan oleh partai politik atau gabungan partai politik yang sebelumnya mengusung Yermias Bisai.
ADVERTISEMENT
PSU harus selesai dalam tenggang waktu 6 bulan sejak putusan dibacakan. MK meminta KPU melakukan supervisi dan koordinasi dengan KPU Provinsi Papua, Bawaslu, hingga Kepolisian.

Pertimbangan Hakim MK

Wakil Ketua MK Saldi Isra menjelaskan, pemenuhan persyaratan calon tidak dapat dilepaskan dari validitas data atau informasi yang disampaikan dalam bentuk kependudukan dalam hal ini data mengenai alamat tinggal atau domisili.
Pemenuhan syarat pencalonan terutama untuk surat keterangan (suket) tidak pernah terpidana dan surat keterangan tidak sedang dicabut hak pilihnya harus diterbitkan oleh lembaga yang berwenang yakni pengadilan negeri (PN) yang wilayah hukumnya meliputi tempat tinggal calon.
"Dengan demikian, menjadi penting bagi Mahkamah untuk memvalidasi dan mengetahui kebenaran akan proses pemerolehan suatu dokumen kependudukan serta substansi data yang dimuat di dalamnya yang kemudian akan digunakan oleh seorang bakal calon peserta pemilihan gubernur dan wakil gubernur untuk memenuhi ketentuan surat keterangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45 ayat (2) huruf b angka 2 dan angka 3 UU 10/2016 serta Pasal 20 ayat (2) huruf b angka 2 dan angka 3 PKPU 9/2024, in casu dokumen kependudukan atas nama Calon Wakil Gubernur Papua atas nama Yermias Bisai," kata Saldi.
ADVERTISEMENT
Dalam persidangan, ada bukti yang diajukan Pemohon dan Pihak Terkait berupa Surat Keterangan Sedang Dicabut Hak Pilihnya atas nama Yermias Bisai Nomor 539/SK/HK/8/2024/PN-JAP dan Surat Keterangan Tidak Pernah Sebagai Terpidana atas nama Yermias Bisai Nomor 540/SK/HK/8/2024/PN-JAP bertanggal 20 Agustus 2024.
Ditemukan fakta alamat domisili yang digunakan pada kedua dokumen tersebut adalah Jalan Baliem Nomor 8 Dok V Jayapura RT. 003/RW. 002 Kelurahan Mandala Distrik Jayapura Utara. Alamat ini kesesuaian dengan alamat yang tertera pada Surat Keterangan Domisili Nomor 470/670 bertanggal 23 Agustus 2024.
Mahkamah juga telah mencermati bukti yang diajukan Pemohon, Termohon, dan Pihak Terkait berupa:
ADVERTISEMENT
Pada empat dokumen tersebut, MK menemukan fakta alamat yang digunakan adalah Jalan Baliem Nomor 8 Dok 5 Jayapura RT. 003/RW. 001 Kelurahan Mandala Kecamatan Jayapura Utara.
Wakil Ketua Hakim Konstitusi Saldi Isra di Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Rabu (27/3/2024). Foto: Aditia Noviansyah/kumparan
Saldi mengatakan, terhadap hasil pencermatan pada seluruh bukti di atas, selain Mahkamah menemukan perbedaan atau inkonsistensi pada penulisan angka lima dan nomor RW, Mahkamah juga menemukan kejanggalan yang bersifat fundamental yakni diterbitkannya Suket 539/2024 dan Suket 540/2024 pada 20 Agustus 2024 mendahului Surat Keterangan Domisili Nomor 470/670 yang dikeluarkan pada 23 Agustus 2024.
Padahal surat keterangan domisili semestinya dikeluarkan atau diterbitkan terlebih dahulu sebelum surat keterangan tidak pernah dipidana dan surat keterangan tidak sedang dicabut hak pilihnya. Karena dalam hal ini Surat Keterangan Domisili Nomor 470/670 harusnya merupakan dasar atau prasyarat terbitnya Suket 539/2024 dan Suket 540/2024.
ADVERTISEMENT
"Menurut Mahkamah, kejanggalan demikian semestinya ditemukan oleh Termohon (KPU Provinsi Papua) pada saat melakukan pemeriksaan atau verifikasi berkas pasangan calon, in casu berkas Calon Wakil Gubernur atas nama Yermias Bisai (Pihak Terkait)," kata Saldi.
Meskipun benar bahwa KPU telah melakukan klarifikasi mengenai persyaratan calon atas nama Yermias Bisal kepada PN Jayapura, menurut Mahkamah hal tersebut tidaklah cukup.
Saldi menyebut KPY sebagai penyelenggara dan pihak yang bertanggung jawab memastikan kebenaran dokumen persyaratan pencalonan, harusnya menelusuri dan melakukan validasi kepada instansi yang mengeluarkan dokumen-dokumen tersebut untuk memastikan kebenaran dan keabsahan dokumen yang diterima melalui aplikasi Sistem Informasi Pencalonan (Silon).
Termasuk terhadap dokumen Surat Keterangan Domisili Nomor 470/670, bertanggal 23 Agustus 2024. Apalagi Termohon mengakui Surat Keterangan Domisili Nomor 470/670 merupakan salah satu dokumen yang diunggah sebagai perbaikan syarat administrasi calon atas nama Yermias Bisai.
ADVERTISEMENT
Faktanya, lanjut Saldi, Mahkamah tidak menemukan adanya klarifikasi KPU kepada instansi atau pejabat yang berwenang, dalam hal ini Ketua RT atau lurah setempat berkenaan dengan penerbitan Surat Keterangan Domisili Nomor 470/670. Klarifikasi tersebut menjadi keharusan karena terdapat fakta KTP yang digunakan untuk pencalonan Yermias Bisai adalah KTP beralamat di Kabupaten Waropen, sedangkan domisili menggunakan alamat yang berada di Kota Jayapura.

Domisili di Waropen, Suket dari PN Jayapura

Ilustrasi hutan lebat Papua. Foto: Shutterstock
Dalam kesempatan yang sama, Hakim Konstitusi Arsul Sani menjelaskan saksi yang dihadirkan Pemohon bernama Filep Mayor dalam persidangan mengungkapkan, selama menjadi Ketua RT. 003/RW. 002 Kelurahan Mandala Kecamatan Jayapura Utara, Kota Jayapura selama kurang lebih tujuh tahun, dirinya tidak pernah mengenal warga yang bernama Yermias Bisai.
ADVERTISEMENT
Bahkan menurutnya, rumah dengan alamat Jalan Baliem Nomor 8 RT. 03/RW. 02 Kelurahan Mandala Kecamatan Jayapura Utara, Kota Jayapura yang digunakan sebagai alamat domisili Yermias Bisai adalah rumah orang tuanya yang bernama (mendiang) Hans Mayor yang saat ini dihuni adiknya yang dikuatkan dengan dokumen identitas berupa KTP dan Kartu Keluarga atas nama Fridho Akheno Major.
Saksi yang dihadirkan Pihak KPU selaku Tim Sukses Yermias Bisai yaitu Herman A Yomi mengakui Yermias Bisai tidak berdomisili pada alamat di atas. Menurut Yomi, dirinya menggunakan alamat tersebut berdasarkan informasi dari PN Jayapura yang menyatakan alamat Yermias Bisai adalah di alamat tersebut dengan berdasarkan pada database sistem informasi PN Jayapura.
Selama memproses dokumen persyaratan calon, terutama surat keterangan tidak pernah dipidana, surat keterangan tidak sedang dicabut hak pilihnya, serta surat keterangan domisili atas nama Yermias Bisai, Yomi mengakui tidak berkomunikasi dengan Yermias Bisai.
ADVERTISEMENT
Sementara, untuk keperluan penandatanganan berkas secara langsung sebagai prasyarat untuk memperoleh beberapa dokumen, dirinya menggunakan scan tanda tangan basah Yermias Bisai yang diubah menjadi cap stempel.
Terhadap fakta hukum itu, Mahkamah menilai tindakan Yermias Bisai tidak dapat dibenarkan secara hukum, khususnya dalam hal kejujuran mengenai kebenaran informasi data pribadi dan proses mendapatkan dokumen kependudukan yang digunakan untuk memenuhi persyaratan Calon Wakil Gubernur Papua Tahun 2024.
Sebagai fakta hukum yang tidak terbantahkan adalah Yermias Bisai tidak pernah berdomisili di Jalan Baliem Nomor 8, RT. 003 Kelurahan Mandala Kecamatan Jayapura Utara Kota Jayapura.
“Rangkaian tindakan yang dilakukan sebagaimana diuraikan di atas, juga telah jelas melanggar asas Pemilu, karena Yermias Bisai terbukti tidak jujur dan tidak beriktikad baik dalam memenuhi persyaratan calon dalam Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur Papua Tahun 2024. Tidak jujur dalam hal memberikan informasi mengenai alamat tempat tinggal dan tidak beriktikad baik dalam memenuhi persyaratan calon wakil gubernur,” kata Arsul.
Hakim Konstitusi Arsul Sani mengikuti sidang perdana perselisihan hasil Pemilu (PHPU) atau Pilpres 2024 di Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Rabu (27/3/2024). Foto: Aditia Noviansyah/kumparan
Meskipun Yermias Bisai dalam persidangan menyatakan tidak mengetahui rangkaian proses penerbitan dokumen-dokumen itu sebagaimana dilakukan oleh sekretaris atau pihak-pihak yang membantunya, akan tetapi dirinya adalah pihak yang berkepentingan langsung atas dokumen itu dan tidak dapat melepaskan tanggung jawabnya dari kebenaran dan validitas data serta administrasi kependudukan maupun surat keterangan yang dibutuhkan untuk memenuhi persyaratan calon.
ADVERTISEMENT
Yermias Bisai sebagai pemilik dan pengguna dokumen-dokumen itu berkewajiban memastikan dan menjamin data atau informasi serta proses yang ditempuh dalam memeroleh dokumen-dokumen itu adalah benar, valid, dan taat asas sesuai ketentuan hukum dan prosedur yang berlaku.
Terlebih lagi, terungkap pula fakta persidangan bahwa Yermias Bisai saat ini adalah Bupati Waropen dan pada saat mendaftarkan diri sebagai bakal Calon Wakil Gubernur Papua kepada Termohon 29 Agustus 2024 menggunakan KTP dengan alamat Kamp Waren II RT/RW. 001/001 Kelurahan Waren II Kecamatan Waropen Bawah.
Arsul mengatakan, tindakan yang tidak benar berkenaan dengan administrasi kependudukan, baik yang dilakukan dalam upaya memenuhi persyaratan calon maupun tidak, diancam dan dapat dikenai sanksi hukum berupa pemidanaan, sebagaimana diatur dalam Pasal 94 Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2013 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan.
ADVERTISEMENT
Karena itu, ketaatan terhadap pemenuhan atas persyaratan administrasi dan rangkaian prosedur yang telah ditentukan, tidak dapat dipandang remeh dalam mewujudkan Pemilu yang jujur dan adil. Jeremy Bentham pernah menyatakan, "prosedur adalah inti dari hukum. Tanpa prosedur yang tepat, keadilan hanyalah bejana yang kosong". Dengan demikian, validitas dokumen yang bersifat administratif dan ketaatan prosedural sangat berkaitan erat dengan penegakan hukum dan keadilan.