Putusan MK Dinilai Tak Hapuskan Batasan Remisi bagi Koruptor

17 Oktober 2021 14:02 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi tahanan KPK. Foto: ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi tahanan KPK. Foto: ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A
ADVERTISEMENT
Mahkamah Konstitusi (MK) dalam gugatan Undang-Undang Nomor 12 tahun 1995 tentang Pemasyarakatan menilai semua narapidana mempunyai hak yang sama dalam mendapatkan remisi, termasuk napi kejahatan luar biasa seperti korupsi serta narkoba.
ADVERTISEMENT
ICW bersama PUSaKO dan Pukat UGM menilai putusan MK Nomor 41/PUU-XIX/2021 itu sama sekali tidak menghapuskan pembatasan remisi bagi narapidana korupsi. Sebab, dalam banyak putusan MK, di antaranya nomor 82 /PUU-XV/2017 dan nomor 54/PUU-XV/2017, juga berbicara hal yang sama.
Berikut catatan ketiganya dalam rilis Minggu (17/10):
1. Pembatasan Hak Diperbolehkan UUD 1945
Dua putusan MK tahun 2017 sebagaimana disampaikan sebelumnya telah menyatakan bahwa pembatasan hak dalam pengaturan remisi merupakan sesuatu yang tidak melanggar HAM.
Konsep itu sesuai dengan gagasan pembatasan hak dalam Pasal 28 J ayat (2) UUD 1945 yang menentukan pembatasan hak melalui undang-undang. Berdasarkan Pasal 14 ayat (2) UU Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan, pembatasan hak itu didelegasikan undang-undang kepada Peraturan Pemerintah.
ADVERTISEMENT
Bahkan pengaturan lebih lanjut terkait pengetatan pemberian remisi kepada terpidana dengan kategori kejahatan khusus, salah satunya korupsi, telah dinyatakan konstitusional oleh Mahkamah Agung (MA). Hal itu tergambar dalam putusan MA Nomor 51 P/HUM/2013 dan Nomor 63P/HUM/2015.
MA menegaskan bahwa perbedaan syarat pemberian remisi merupakan konsekuensi logis terhadap adanya perbedaan karakter jenis kejahatan, sifat berbahayanya, dan dampak kejahatan yang dilakukan oleh seorang terpidana. Maka dari itu, pendapat MK mestinya diabaikan karena bertolak belakang dengan lembaga yang memiliki kewenangan langsung menguji PP 99/2012.
2. Mahkamah Menolak Seluruh Pokok Permohonan OC Kaligis
Masyarakat dan pembuat keputusan administratif atau pemerintah tidak dapat memaknai berlebihan putusan MK tersebut. Sebab, mahkamah sama sekali tidak mengabulkan pokok permohonan yang diajukan oleh OC Kaligis.
ADVERTISEMENT
Satu sisi memang mahkamah memberikan pertimbangan terkait model pengaturan mengenai pemberian remisi. Akan tetapi, sebagaimana dinyatakan dalam putusan, MK tidak memiliki kewenangan mengoreksi peraturan pemerintah terkait aturan teknis pembatasan remisi.
Maka dari itu, keliru jika kemudian putusan MK tersebut dianggap membuka ruang untuk mengatur ulang syarat pemberian remisi bagi narapidana korupsi.
3. Mahkamah Tidak Membatalkan atau Menafsirkan Lain UU Pemasyarakatan
Putusan MK sama sekali tidak membatalkan dan menafsirkan UU Pemasyarakatan selain daripada yang eksis berlaku saat ini. Bahkan, MK juga menjadikan putusan-putusan MK sebelumnya yang juga sempat diuji oleh OC Kaligis sebagai dasar untuk menyatakan UU Pemasyarakatan sah dan konstitusional.