Putusan MK: Gugatan Risma-Gus Hans Terkait Pilkada Jatim Tak Diterima

4 Februari 2025 23:37 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tri Rismaharini (Risma) dan KH Zahrul Azhar Asumta alias Gus Hans, Kamis (29/8/2024)  Foto: Dok. Mili
zoom-in-whitePerbesar
Tri Rismaharini (Risma) dan KH Zahrul Azhar Asumta alias Gus Hans, Kamis (29/8/2024) Foto: Dok. Mili
ADVERTISEMENT
Gugatan sengketa Pilkada Jawa Timur 2024 yang diajukan pasangan Calon Gubernur dan Wakil Gubernur Jatim nomor urut 03, Tri Rismaharini dan Zahrul Azhar Asumta atau Gus Hans, kandas di Mahkamah Konstitusi (MK).
ADVERTISEMENT
Dalam sidang putusan dismissal yang digelar di Ruang Sidang MK, Jakarta, Selasa (4/2), MK memutuskan gugatan tersebut tidak dapat diterima.
“Mengadili, dalam pokok permohonan, menyatakan permohonan Pemohon tidak dapat diterima,” ucap Ketua MK Suhartoyo membacakan amar putusan dismissal, di Gedung MK, Jakarta, Selasa (4/2).
Dalam pertimbangannya, MK menyatakan bahwa dalil permohonan yang dikemukakan Risma-Gus Hans tidak beralasan menurut hukum.
MK juga menilai bahwa gugatan Risma-Gus Hans tidak memenuhi syarat ambang batas selisih suara untuk mengajukan gugatan sengketa Pilkada sebagaimana diatur dalam Pasal 158 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada.
Ketua Mahkamah Konstitusi Suhartoyo (kanan) didampingi Wakil Ketua MK Saldi Isra (kiri) memimpin sidang pengucapan putusan sela (dismissal) sengketa Pilkada 2024 di Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Selasa (4/2/2025). Foto: Bayu Pratama S/ANTARA FOTO

Melihat Gugatan Risma-Gus Hans dan Pertimbangan MK

Dalam gugatannya, Risma-Gus Hans mendalilkan adanya dugaan manipulasi persentase perolehan suara pasangan calon nomor urut 02 Khofifah Indar Parawansa-Emil Dardak dalam Sirekap.
ADVERTISEMENT
Kubu Risma-Gus Hans mempermasalahkan hal tersebut lantaran menilai persentase suara Khofifah-Emil terus stabil berada pada angka 58,54 persen.
Terkait dalil tersebut, Hakim Konstitusi Saldi Isra mengatakan bahwa persentase suara pada Sirekap yang selalu stabil pada angka tertentu bukan tidak mungkin untuk terjadi.
Namun, kondisi tersebut tidak serta merta dapat dimaknai telah terjadi manipulasi data pada Sirekap.
Menurut MK, data yang ada pada Sirekap merupakan data riil dari tempat pemungutan suara (TPS). Tak hanya itu, data yang masuk pada sistem juga tidak bisa diatur sedemikian rupa. Kemudian, data yang ada pada Sirekap juga disesuaikan dari data penghitungan atau rekapitulasi secara berjenjang.
"Sehingga jika pun terdapat anomali maupun kendala teknis pada Sirekap, namun selama tidak dapat dibuktikan bahwa permasalahan demikian memengaruhi perolehan suara pasangan calon yang dilakukan melalui mekanisme penghitungan manual secara berjenjang maka tidak terbukti pula manipulasi Sirekap yang didalilkan Pemohon," tutur Hakim Saldi.
ADVERTISEMENT
Selain itu, kubu Risma-Gus Hans juga mendalilkan adanya pengurangan suara yang diperolehnya dan terjadi penambahan perolehan suara Khofifah-Emil.
Dalil tersebut dikaitkan dengan tingginya partisipasi pemilih yang mencapai 90–100 persen dari daftar pemilih tetap (DPT), ketidaksesuaian antara jumlah pemilih Pilgub dan Pilbup/Pilwalkot, serta perolehan suara keduanya kurang dari 30 suara bahkan nihil di sejumlah TPS.
Menanggapi dalil tersebut, MK memang mengakui bukti-bukti yang diajukan kubu Risma-Gus Hans memperlihatkan tingkat partisipasi pemilih sangat tinggi, terjadi ketidaksesuaian antara jumlah pemilih Pilgub dan Pilbup/Pilwalkot di beberapa TPS, serta perolehan suara keduanya yang sangat rendah di beberapa TPS.
“Namun, Pemohon tidak dapat meyakinkan Mahkamah bahwa fenomena tersebut terjadi secara melawan hukum. Kalau pun benar terjadi, bagaimana proses terjadinya dan siapa yang melakukan manipulasi demikian?” imbuh Hakim Saldi.
ADVERTISEMENT
Kemudian, MK juga menyatakan dalil permohonan kubu Risma-Gus Hans ihwal penyaluran bantuan sosial (bansos) Program Keluarga Harapan (PKH) yang menguntungkan elektabilitas pasangan calon tertentu tidak beralasan menurut hukum.
Hakim Saldi menyebut, pendapat tersebut hanya akan menjadi asumsi semata kecuali dibuktikan oleh kubu Risma-Gus Hans keterkaitan antara penyaluran bansos dan perolehan suara salah satu pasangan calon. Tak hanya itu, lanjut dia, dalil itu juga dibuktikan pula siapa pihak yang terlibat hingga cara penyaluran bansos tersebut dimanfaatkan untuk mempengaruhi pemilih.
"Bahwa dengan demikian, berdasarkan uraian pertimbangan hukum tersebut di atas, Mahkamah berpendapat dalil Pemohon yang menyatakan penyaluran Bansos PKH telah menguntungkan elektabilitas pasangan calon tertentu adalah tidak beralasan menurut hukum," ucap Hakim Saldi.
ADVERTISEMENT
MK juga berpendapat bahwa tidak terdapat alasan untuk mengesampingkan ketentuan Pasal 158 Undang-Undang Pilkada sebagai syarat formil bagi Risma-Gus Hans dalam mengajukan gugatan.
Merujuk pada ketentuan aturan itu, jumlah selisih suara antara Risma-Gus Hans dan Khofifah-Emil, selaku pasangan calon peraih suara terbanyak, seharusnya tidak melebihi 103.663 suara. Angka itu didapat dari hasil 0,5 persen dikali 20.732.592 suara yang merupakan total suara sah.
Akan tetapi, pada faktanya, selisih suara Risma-Gus Hans dan Khofifah-Emil justru melebihi ambang batas, yakni mencapai 5.449.070. Berdasarkan penghitungan suara yang ditetapkan KPU Jawa Timur, paslon Risma-Gus Hans memperoleh 6.743.095 suara dan Khofifah-Emil memperoleh 12.192.165 suara.
“Pemohon tidak memiliki kedudukan hukum mengajukan untuk permohonan,” ungkap Hakim Saldi.