Putusan MK: Pileg DPRD Digabung Pilkada, Digelar 2 Tahun Usai Presiden Dilantik

26 Juni 2025 15:27 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-circle
more-vertical
Putusan MK: Pileg DPRD Digabung Pilkada, Digelar 2 Tahun Usai Presiden Dilantik
Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan harus ada jeda waktu dalam penyelenggaraan Pileg DPR, DPD dan Pilpres dengan Pileg DPRD dan Pilkada.
kumparanNEWS
Ketua Mahkamah Konstitusi Suhartoyo (kiri) didampingi Hakim Konstitusi Arief Hidayat (kanan) memimpin sidang uji materi Undang-undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia di Mahkamah Konstitusi (MK), Jakarta, Senin (23/6/2025). Foto: Bayu Pratama S/ANTARA FOTO
zoom-in-whitePerbesar
Ketua Mahkamah Konstitusi Suhartoyo (kiri) didampingi Hakim Konstitusi Arief Hidayat (kanan) memimpin sidang uji materi Undang-undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia di Mahkamah Konstitusi (MK), Jakarta, Senin (23/6/2025). Foto: Bayu Pratama S/ANTARA FOTO
ADVERTISEMENT
Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan harus ada jeda waktu dalam penyelenggaraan Pileg DPR, DPD dan Pilpres dengan Pileg DPRD dan Pilkada.
ADVERTISEMENT
MK memutuskan, Pileg DPR, DPD, dan Pilpres tetap digelar secara serentak.
Namun, kini ada pemisahan yakni Pileg DPRD tingkat Provinsi, Kabupaten/Kota akan digabung dengan Pilkada mulai dari Pilgub, Pilbup, dan Pilwalkot.
Sebelumnya, Pileg DPRD digelar bersamaan dengan Pileg DPR, DPD dan Pilpres. Hanya Pilkada yang digelar secara terpisah.
"Amar putusan mengabulkan pokok permohonan untuk sebagian," kata Ketua MK Suhartoyo saat membacakan putusan dalam sidang gugatan MK di Gedung MK, Jakarta, Kamis (26/6).
Ilustrasi Surat Suara Pemilu 2019. Foto: ANTARA FOTO/M Agung Rajasa
Putusan itu dibacakan dalam sidang putusan nomor 135/PUU-XXII/2024 terkait uji materiil UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu dan UU Nomor 8 Tahun 2015 tentang Perubahan Atas UU Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti UU Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota Menjadi UU.
ADVERTISEMENT
Gugatan dilayangkan Yayasan Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), dalam hal ini diwakili Khoirunnisa Nur Agustyati sebagai Ketua Pengurus Yayasan Perludem dan Irmalidarti sebagai Bendahara Pengurus Yayasan Perludem.
Perludem sebagai Pemohon Perkara Nomor 135/PUU-XXII/2024 hadir dalam Sidang Pengucapan Putusan yang digelar pada Kamis (26/6/2025 di Ruang Sidang Pleno MK. Foto: Humas MK/Ifa
Pemohon mempermasalahkan ayat (1), Pasal 167 ayat (3), Pasal 347 ayat (1) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu dan Pasal 3 ayat (1) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota Menjadi Undang-Undang Terhadap Pasal 1 Ayat (2), Ayat (3), Pasal 18 Ayat (4), Pasal 22E Ayat (1), Pasal 22E Ayat (5), Pasal 27 Ayat (1), dan Pasal 28D Ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 selanjutnya UUD NRI 1945.
Majelis Hakim Konstitusi dalam Sidang Pengucapan Putusan Nomor 135/PUU-XXII/2024 yang digelar pada Kamis (26/6/2025) di Ruang Sidang Pleno MK. Foto: Humas MK/Ifa
MK menyatakan Pasal 167 ayat 3 UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu bertentangan dengan UU tahun 1945 dan tidak punya kekuatan hukum mengikat.
ADVERTISEMENT
Sepanjang ke depan tidak dimaknai "pemungutan suara dilaksanakan secara serentak untuk memilih anggota DPR, anggota DPD, Presiden dan Wakil Presiden, dan setelahnya dalam waktu paling singkat 2 tahun atau paling lama 2 tahun 6 bulan sejak pelantikan anggota DPR, atau DPD atau pelantikan Presiden dan Wakil Presiden, dilaksanakan pelaksaan pemungutan secara serentak untuk memilih anggota DPRD Provinsi, DPRD Kabupaten/Kota dan gubernur dan wakil gubernur, bupati/wakil bupati, dan wali kota/wakil wali kota pada hari libur atau hari yang diliburkan secara nasional".
"Menyatakan Pasal 347 ayat 1 UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat secara bersyarat sepanjang ke depan tidak dimaknai 'pemungutan suara dinyatakan secara serentak untuk memilih anggota DPR, anggota DPD, Presiden atau Wapres, dan setelahnya dalam waktu paling singkat 2 tahun atau paling lama 2 tahun 6 bulan sejak pelantikan anggota DPR, anggota DPD atau sejak pelantikan presiden/wapres diselenggarakan pemungutan suara secara serentak untuk memilih anggota DPRD provinsi, DPRD kabupaten/kota, dan gubernur/wakil gubernur, bupati/wakil bupati, wali kota/wakil wali kota'," jelas Suhartoyo.
Ketua Mahkamah Konstitusi Suhartoyo (kanan) berbincang dengan anggota Wakil Ketua MK Saldi Isra (kiri) saat sidang uji materi Undang-undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia di Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Senin (23/6/2025). Foto: Bayu Pratama S/ANTARA FOTO
Selain itu MK menyatakan Pasal 3 ayat 1 UU Nomor 8 Tahun 2015 tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang penetapan Peraturan Pemerintah pengganti UU Nomor 1 tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati dan Wali Kota bertentangan dengan UUD NKRI 1945.
ADVERTISEMENT
"Dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang ke depan tidak dimaknai, pemilihan dilaksanakan secara serentak diseluruh wilayah Kesatuan Negara Republik Indonesia untuk memilih anggota DPRD provinsi, DPRD kabupaten/kota dan gubernur/wakil gubernur, bupati/wakil bupati, wali kota/wakil wali kota yang dilaksanakan dalam waktu paling singkat 2 tahun atau paling lama 2 tahun 6 bulan sejak pelantikan anggota DPR, anggota DPD atau sejak pelantikan presiden/wapres," ucap Suhartoyo.