Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.0
ADVERTISEMENT
Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus) mengabulkan permohonan nikah beda agama yang diajukan sepasang kekasih berinisial JEA dan SW.
ADVERTISEMENT
JEA yang beragama Kristen dan kekasihnya SW yang Islam memohon agar perkawinan yang mereka lakukan dicatat di Kantor Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kota Jakarta Pusat.
Permohonan tersebut dikabulkan hakim Bintang AL. "Memberikan izin kepada para pemohon untuk mencatatkan Perkawinan Beda Agama di Kantor Suku Dinas kependudukan dan Pencatatan Sipil Kota Jakarta Pusat," begitu putusan dikutip dari laman resmi PN Jakarta Pusat, Minggu (2/7).
Dalam pertimbangannya, Bintang AL menilai perkawinan yang dilakukan keduanya sudah memenuhi syarat. Keduanya juga sudah setuju untuk melangsungkan pernikahan.
Ia juga mempertimbangkan bahwa setiap orang berhak untuk membentuk suatu keluarga dan melanjutkan keturunan melalui perkawinan yang sah dan atas kehendak yang bebas sebagaimana diatur dalam UU. No.39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia (HAM), Pasal 10 ayat (1).
ADVERTISEMENT
Adapun soal pernikahan beda agama, Bintang AL menilainya sebagai hal wajar dan memungkinkan terjadi. Sebab, Indonesia memiliki penduduk bermacam-macam suku dan agama. Sehingga ironis bila perkawinan beda agama di Indonesia tidak diperbolehkan.
"Menimbang, bahwa dengan demikian pula Pengadilan berpendapat bahwa perkawinan antar agama secara obyektif sosiologis adalah wajar dan sangat memungkinkan terjadi mengingat letak geografis Indonesia, heterogenitas penduduk
Indonesia dan bermacam agama yang diakui secara sah keberadaannya di Indonesia, maka sangat ironis bilamana perkawinan beda agama di Indonesia tidak diperbolehkan karena tidak diatur dalam suatu undang-undang," begitu pertimbangan Bintang yang termuat dalam salinan putusan.
Pertimbangan lain hakim dalam mengabulkan permohonan tersebut di atas untuk melindungi HAM, menutupi kekosongan hukum dan untuk menghindari adanya penyelundupan nilai-nilai sosial maupun agama. Sehingga hakim mengizinkan perkawinan beda agama antara JEA dan SW dicatat dalam register pencatatan perkawinan.
ADVERTISEMENT
"Maka Pengadilan berpendapat cukup beralasan untuk mengabulkan permohonan Para Pemohon tersebut sebagaimana tersebut," begitu bunyi salinan tersebut.
MA Diminta Batalkan
Wakil Ketua MPR Yandri Susanto mendesak Mahkamah Agung (MA) untuk membatalkan putusan PN Jakarta Pusat yang mengabulkan permohonan pencatatan perkawinan beda agama. Hakim di lingkungan MA harus mengacu pada putusan MK yang menolak mengesahkan pernikahan beda agama.
Selain itu, lanjut Yandri, putusan PN Jakpus yang mengabulkan permohonan nikah beda agama juga bertentangan dengan fatwa MUI yang telah mengeluarkan fatwa tentang larangan pernikahan beda agama. Dalam fatwa MUI pada Juli 2005 yang ditandatangani K.H. Ma'ruf Amin menyebutkan pernikahan beda agama di Indonesia adalah haram dan tidak sah.
"Dalam hukum Islam, pernikahan beda agama dilarang," kata Yandri dalam keterangannya.
ADVERTISEMENT
Islam melarang wanita muslimah menikah dengan pria nonmuslim, musyrikin, maupun ahli kitab. Sedangkan pria muslim masih diizinkan menikah dengan wanita nonmuslim. Hal ini berdasarkan surat Al Baqarah ayat 221 dan surat Al-Maidah ayat 5.
Yandri melanjutkan putusan PN Jakpus yang membolehkan pernikahan beda agama akan menimbulkan keresahan di masyarakat dan mengganggu harmoni sosial di antara umat beragama. Karena itu, Yandri mendorong elemen masyarakat untuk menggugat putusan PN Jakpus itu ke MA.
"Kita minta elemen masyarakat, seperti Ormas Islam, untuk menyampaikan gugatan ke MA terkait putusan PN Jakpus yang mengabulkan permohonan nikah beda agama itu," katanya.
Anggota DPR Fraksi PKS, Surahman Hidayat, juga mengkritisi PN Jakpus yang seharusnya sejalan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menolak judicial review untuk membolehkan perkawinan beda agama.
ADVERTISEMENT
“Para Hakim (PN Jakpus) harusnya merujuk kepada ketentuan UUD 1945 dan Putusan MK yang sudah menolak judicial review untuk membolehkan perkawinan beda Agama,” tegas Surahman dalam keterangannya.
Menurutnya, masalah perkawinan dalam Islam sudah jelas ketentuannya, yaitu perempuan muslimah tidak diperbolehkan menikah dengan laki-laki yang tidak beragama Islam. Ketentuan itu juga termuat dalam UU Nomor 1 tahun 1974 tentang perkawinan, di mana di dalam Pasal 2 Ayat 1 dari UU tersebut disebutkan bahwa Perkawinan sah apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agama dan kepercayaannya.
“Kalau ada hakim yang menikahkan seorang muslim dan atau muslimah dengan orang yang berbeda agama dengannya maka berarti hakim tersebut telah melanggar UU jelas menyelisihi konstitusi, konstitusi menegaskan bahwa negara berdasarkan ketuhanan yang maha esa, religiusitas menjadi payung dan prinsip dalam mengambil keputusan,” kata Politisi Fraksi PKS itu.
ADVERTISEMENT
Surahman lebih lanjut menjelaskan seharusnya para hakim tidak hanya melihat penjelasan secara tekstual dan sepotong, tetapi harus merujuk pada penafsiran original intent, agar memahami teks UU secara utuh.
Karena itu, Mahkamah Agung, kata Surahman, harus mendisiplinkan para hakim yang berada di bawah kewenangannya, agar mengoreksi keputusan yang tidak sesuai UUD, agar tidak lagi membuat keputusan yang tidak sesuai dengan Konstitusi yang berlaku yaitu UUD RI 1945.
“Dengan demikian akan terjaga harmoni sosial di tengah masyarakat plural Agama, bahkan para Hakim bisa menjadi contoh yang baik dalam sikap taat hukum dan konstitusi, dan menjadi pembelajaran yang baik bagi Rakyat, agar keadilan dan kebenaran tetap bisa ditegakkan di negara hukum Indonesia,” jelas Surahman.
ADVERTISEMENT