Putusan PTUN yang Kabulkan Gugatan Anwar Usman Dinilai Ciderai Keadilan

15 Agustus 2024 6:10 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Advokat Todung Mulya Lubis saat hadiri di program Info A1 kumparan, Jakarta, Sabtu (24/2). Foto: Aditia Noviansyah/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Advokat Todung Mulya Lubis saat hadiri di program Info A1 kumparan, Jakarta, Sabtu (24/2). Foto: Aditia Noviansyah/kumparan
ADVERTISEMENT
Ahli hukum Todung Mulya Lubis ikut menyoroti putusan Pengadilan Tinggi Usaha Negara (PTUN) yang mengabulkan gugatan dari eks Ketua MK, Anwar Usman yang dicopot dari jabatannya imbas putusan 90 yang meloloskan Gibran sebagai cawapres.
ADVERTISEMENT
Todung mengatakan, saat ini wibawa hukum dan penegak hukum di Indonesia tengah menjadi sorotan masyarakat. Dengan adanya putusan PTUN soal adik ipar Presiden Jokowi tersebut, semakin melukai rasa keadilan di tengah masyarakat.
"Merosotnya wibawa hukum dan penegakan hukum di Indonesia sudah menjadi concern utama dari masyarakat terutama aparat penegak hukum. Bagaimana kita menyebut Indonesia sebagai negara hukum kalau aparat penegak hukum terutama pengadilan banyak melahirkan putusan yang melukai rasa keadilan," kata Todung dalam keterangannya, Kamis (15/8).
Todung yang pernah menjabat Dubes untuk Norwegia ini mengaku terkejut saat pertama kali mendengar putusan itu. Menurutnya, putusan itu bertentangan dengan rasa keadilan dan bagaimana mungkin PTUN mencampuri urusan internal MK.
ADVERTISEMENT
"Dua hari yang lalu PTUN Jakarta mengeluarkan Putusan membatalkan surat Keputusan penetapan pengangkatan Suhartoyo sebagai Ketua MK. Saya sangat terkejut membaca Putusan PTUN tersebut karena sangat tidak sesuai dengan nalar keadilan, tidak sesuai dengan konvensi ketatanegaraan di mana pengangkatan Ketua MK atau juga MA adalah urusan internal lembaga tersebut, tak bisa dicampuri oleh eksekutif maupun pengadilan," jelasnya.
PTUN Dinilai Tak Memahami Latar Belakang Dicopotnya Anwar Usman dari Ketua MK
Hakim Konstitusi Guntur Hamzah (tengah), Daniel Yusmic (kiri), dan Anwar Usman (kanan) hadiri sidang putusan dismissal perkara Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) Pemilihan Legislatif (Pileg) 2024 di Gedung Mahkamah Konstitusi, Selasa(21/5/2024) Foto: Rivan Awal Lingga/ANTARA FOTO
Todung menilai PTUN tak memahami pokok permasalahan di balik pencopotan Anwar Usman sebagai Ketua MK.
Dia kemudian menjelaskan bahwa penetapan Suhartoyo jadi Ketua MK menggantikan Anwar Usman karena putusan MKMK yang menyatakan terbukti melanggar kode etik pasca dikeluarkannya Putusan MK No 90 yang mengubah norma batas usia yang memuluskan Gibran Rakabuming Raka bisa menjadi calon Wakil Presiden.
ADVERTISEMENT
"PTUN seharusnya memahami latar belakang mengapa ada Surat Keputusan Penetapan Suhartoyo sebagai Ketua MK yang pada intinya adalah untuk mengisi kekosongan kursi Ketua MK karena adanya Putusan MKMK yang memberhentikan Anwar Usman sebagai Ketua MK karena terbukti melanggar Kode Etik pasca dikeluarkannya Putusan MK No 90 yang mengubah norma batas usia pencalonan Presiden/Wakil Presiden sehingga membuat Gibran Rakabuming Raka bisa menjadi Wakil Presiden. Jadi para hakim MK menjalankan Putusan MKMK yang meminta MK untuk memilih Ketua MK yang baru untuk mengisi kosongnya kursi Ketua MK," bebernya.
Atas hal tersebut, mantan Deputi Hukum TPN Ganjar Pranowo-Mahfud MD ini menyayangkan putusan tersebut. Ia menyebut putusan itu mencederai rasa keadilan dan independensi lembaga peradilan termasuk MK.
ADVERTISEMENT
Publik Trust Anjlok Terhadap Lembaga Peradilan
Keputusan PTUN itu memang belum memiliki kekuatan hukum tetap karena masih bisa dilakukan banding. Meski begitu, kata Todung, dampaknya ke depan kepercayaan masyarakat terhadap peradilan anjlok.
"Memang Putusan PTUN tersebut belum mempunyai kekuatan hukum tetap (inkracht) karena masih ada banding dan kasasi tetapi Putusan PTUN tersebut telah menunjukkan bahwa independensi MK sedang dilemahkan. PTUN membuat Putusan yang membuat ‘public trust’ terhadap lembaga pengadilan termasuk PTUN menjadi anjlok ke titik terendah," imbuhnya.
Dia juga menyarankan agar Ketua MA memberi teguran terhadap hakim PTUN yang dinilai melanggar independensi MK.
"Terlepas dari apa pun sikap yang akan diambil oleh MK, Ketua MA harus memberi teguran kepada para hakim bawahan termasuk para hakim PTUN yang melanggar independensi lembaga peradilan termasuk MK," bebernya.
ADVERTISEMENT
"Lembaga Pengadilan adalah benteng terakhir keadilan. Kami sangat berharap para hakim tidak merusak benteng keadilan yang sangat penting perannya buat Masyarakat yang haus akan keadilan," tutup Todung.