Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.92.0
QnA: Eksekusi Zaini dan Memahami Hukum Kisas di Saudi
20 Maret 2018 13:44 WIB
Diperbarui 14 Maret 2019 21:10 WIB
ADVERTISEMENT
Publik Indonesia dikejutkan oleh eksekusi mati Zaini Misrin di Arab Saudi atas kasus pembunuhan yang dilakukannya 14 tahun lalu. Mengejutkan, karena eksekusi dilakukan tiba-tiba, tanpa ada notifikasi kepada pemerintah Indonesia.
ADVERTISEMENT
Zaini dituduh membunuh majikannya pada 2004 lalu di Jeddah. Berbagai upaya pembebasan telah dilakukan pemerintah Indonesia, termasuk oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan Presiden Joko Widodo dengan menyurati Raja Salman.
Banding dan kasasi juga telah dilakukan oleh perwakilan RI di Saudi. Tapi tidak berbuah hasil dan Zaini dipancung pada Minggu (18/3) tanpa ada notifikasi konsuler atau Mandatory Consular Notification (MCN) kepada perwakilan RI.
Zaini adalah WNI kelima yang dieksekusi di Saudi sejak 2008. Selain Zaini ada Yanti Irianti pada 2008, Ruyati pada 2011, Siti Zainab dan Karni dieksekusi berturut-turut pada 14 dan 16 April 2015.
Kesemua WNI tersebut terlibat kasus pembunuhan. Berdasarkan hukum kisas yang diterapkan di Saudi, tidak ada hukum lain untuk pembunuhan selain hukuman mati.
ADVERTISEMENT
Lantas apa itu hukum kisas?
Kisas bisa bermakna mengikuti jejak. Artinya, hukum sesuatu akan mengikuti jejak apa yang dilakukan pelakunya. Dalam istilah fiqih, qisas berarti pelaku kejahatan akan dibalas sesuai dengan perbuatannya.
Pembunuhan dengan sengaja dibalas bunuh. Menghilangkan anggota tubuh, dibalas dengan menghilangkan anggota tubuh yang sama dari pelaku. Eye for an eye. Hutang nyawa dibayar nyawa. Dalam hal ini Saudi berpegang pada Al-Quran surat Al-Baqarah ayat 178:
"Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu kisas berkenaan dengan orang-orang yang dibunuh."
Kepala Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI) Nusron Wahid dalam pernyataannya, Senin (19/3), mengatakan dalam hukum Saudi tindak pidana terbagi dua, yaitu aammah (umum) dan syaksyiyyah (pribadi).
ADVERTISEMENT
Pembunuhan dalam kasus Zaini masuk kategori hukum pidana syaksyiyyah, berkaitan dengan pelanggaran hak pribadi, yang pengampunannya hanya ada di tangan ahli waris. Dalam hal ini, negara bahkan Raja Saudi sekalipun tidak bisa mengintervensi.
"Kalau pidana ammmah seperti merusak gedung dan membuat ketertiban umum, asal dapat pengampunan Raja dan negara itu bisa,” kata Nusron.
Jadi, pembunuh di Saudi sudah pasti dieksekusi mati?
Tidak mesti.
Dalam hukum kisas untuk kasus pembunuhan yang disengaja ada dua kemungkinan, yaitu dihukum pancung dan bebas karena dimaafkan ahli waris korban.
Memberi maaf adalah yang paling utama dan dianjurkan bagi keluarga korban, sesuai dengan Al-Quran dan Hadits.
"Maka barangsiapa yang mendapat suatu pemaafan dari saudaranya, hendaklah (yang memaafkan) mengikuti dengan cara yang baik, dan hendaklah (yang diberi maaf) membayar (diyat) kepada yang memberi maaf dengan cara yang baik (pula)." (Al-Baqarah:178)
ADVERTISEMENT
Oleh karena itu, biasanya dalam berbagai upaya pembebasan tervonis mati di Saudi, dilakukan dengan cara mendekati ahli waris korban, membujuk mereka untuk memaafkan.
Raja dan pemerintah Saudi juga bisa ikut campur dalam hal ini, tapi hanya sebatas membujuk, bukan pengambil keputusan. Jika keluarga korban tetap tidak memaafkan, tidak ada yang bisa mencegah eksekusi dilakukan.
Pemaafan hanya bisa dilakukan oleh ahli waris yang sudah dewasa (mukalaf), jika masih anak-anak maka eksekusi mati akan ditangguhkan.
Hal ini terjadi dalam kasus TKW Siti Zainab yang eksekusinya ditangguhkan pada 1999 untuk menunggu putra bungsu korban mencapai usia akil baligh. Setelah dewasa, putra korban tidak memaafkan Zainab dan TKW itu dieksekusi pada April 2015.
ADVERTISEMENT
Untuk pemberian maaf, dalam hukum kisas ahli waris korban berhak menuntut pembayaran diyat.
Diyat, apa itu?
Diyat bisa juga disebut uang darah. Diyat dibayarkan sebagai kompensasi kepada atas pembunuhan yang dilakukan pelaku. Hal ini termaktub dalam al-Quran dan Hadits, salah satunya:
"Siapa yang menjadi wali korban pembunuhan maka ia diberi dua pilihan, memilih diyat atau kisas." (HR Muslim no. 3371)
Besaran jumlah diyat ditentukan oleh keluarga korban sendiri. Jumlahnya bisa luar biasa besar, sedikit sekali, atau bahkan tidak perlu membayar uang alias pemaafan cuma-cuma. Terserah keluarga korban.
Pembayaran diyat pernah dilakukan dalam kasus tervonis mati TKW Darsem pada 2011. Darsem yang dituduh membunuh majikannya di Saudi bebas dari hukuman pancung setelah pemerintah Indonesia membayarkan diyat sebesar Rp 4,7 miliar.
ADVERTISEMENT
Ada juga kasus TKW Satinah pada 2014. Diyat yang dibayarkan untuk Satinah sebesar Rp 21 miliar kepada keluarga korban.
Dalam kasus Zaini, tidak ada permintaan diyat dari keluarga korban.
Bagaimana metode hukuman mati Saudi?
Metode hukuman mati Saudi adalah dipancung di tengah keramaian kota. Seluruh warga bisa melihat eksekusi tersebut, terutama keluarga korban, videonya juga banyak tersebar di internet.
Pada 2013, seorang algojo Saudi, Muhammad Saad al-Beshi, diwawancara oleh BBC. Dia mengatakan, sebelum eksekusi dilakukan dia menghampiri keluarga korban untuk meminta agar memaafkan pelaku.
Jadi pemaafan masih bisa disampaikan hingga sebelum pedang algojo diayunkan. Jika maaf tidak terucap, eksekusi dilakukan setelah sebelumnya algojo meminta pelaku merapalkan syahadat.
Apakah kisas ini berlaku untuk semua orang di Saudi?
ADVERTISEMENT
Iya.
Tidak ada yang kebal dari hukum kisas ini, bahkan keluarga kerajaan Saudi sekalipun. Pangeran, bahkan Raja Saudi, tetap tunduk pada hukum Syariah yang diterapkan di negara itu.
Pada Oktober 2016 contohnya. Pangeran Turki bin Saud al-Kabir, 25, dipancung sebagai hukuman atas pembunuhan Adel al-Mohaimeed pada 2012.
Seperti hukuman mati lainnya, eksekusi terhadap Pangeran Turki dilakukan di muka umum, disaksikan juga oleh ayah korban yang menolak memaafkan pembunuh putranya.
Pada 2013 ada juga seorang pangeran yang dihukum mati karena pembunuhan. Tidak disebutkan siapa namanya, yang jelas dia adalah keluarga dari Raja Salman, yang saat itu adalah Putra Mahkota Saudi.
Dalam suratnya kepada Menteri Dalam Negeri Saudi Mohammed bin Nayef, Salman meminta pemerintah tidak segan mengeksekusi keluarganya.
ADVERTISEMENT
"Syariah harus diterapkan untuk semua orang tanpa kecuali," kata Salman seperti dikutip Arab News.
"Tidak ada bedanya besar dan kecil, kaya dan miskin. Tidak ada yang boleh mengintervensi keputusan pengadilan. Kami berkomitmen mengikuti hukum Syariah," lanjut Salman.