Ragam Hasil Survei: Mayoritas Warga Siap Divaksin; Ekonomi Dirasa Memburuk

22 Februari 2021 8:19 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi COVID-19. Foto: Dado Ruvic/Reuters
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi COVID-19. Foto: Dado Ruvic/Reuters
ADVERTISEMENT
Lembaga survei Indikator merilis hasil survei nasional mengenai tantangan dan problem vaksinasi COVID-19. Survei diadakan pada 1-3 Februari dengan 1.200 responden di seluruh provinsi yang dihubungi melalui telepon. Margin of error sekitar 2,9 persen pada tingkat kepercayaan 95%.
ADVERTISEMENT
Direktur Eksekutif Indikator, Burhanuddin Muhtadi, menyebut, etnis Jawa sebagai kelompok yang paling bersedia divaksinasi.
Menurut dia, dari hasil survei, sebanyak 56,8 persen suku Jawa bersedia mengikuti vaksinasi. Hanya sekitar 39,1 persen mengaku tidak bersedia divaksinasi.
Sementara suku lainnya, ada 53,5 persen yang bersedia divaksinasi. Namun terkait suku atau etnis lainnya, Burhanuddin tak merinci detail suku atau etnis mana saja yang bersedia mengikuti program vaksinasi.
Data Survei Indikator soal Vaksinasi. Foto: Indikator
"Menurut sampel kami, dari 1.200 mengaku orang Jawa populasi 40,2%, Sunda 15,5% populasi nasional. Sampel kami 15,2% dan etnis yang lain secara umum sampelnya mewakili populasi, sehingga kami cukup punya kepercayaan diri bahwa sampel 1.200 populasi menurut demografi," kata Burhanuddin dalam jumpa pers secara virtual, Minggu (21/2).
Burhanuddin Muhtadi. Foto: Facebook/@Burhanuddin Muhtadi
"Semakin banyak jumlah pemilih sesuai dengan populasi nasional, semakin banyak pula populasinya sampelnya, Jawa Barat misalnya, ini wilayah Kang Emil ada 17,4%, ini provinsi paling padat seluruh Indonesia, sampelnya juga 17,4%, Jawa Tengah 14,6% suara nasional sampelnya juga 14,6% , DKI tempat Mas Anies misalnya itu 4,1%," sambungnya.
ADVERTISEMENT
Oleh karena itu, kata dia, hasil temuan survei ini menunjukkan, etnis yang signifikan terhadap kesediaan vaksinasi adalah kelompok etnis Jawa.

Mayoritas Warga Siap Divaksin, Mereka yang Takut Khawatir Efek Samping

Dalam data, ada 15,8 persen yang menyatakan sangat bersedia dan 39,1 persen cukup bersedia. Akumulasi bersedia 54,9 persen. Sementara yang kurang bersedia 32,1 persen dan sangat tidak bersedia 8,9 persen.
Sementara, terkait kehalalan vaksin, sebanyak 81.9 persen masyarakat setuju divaksin apabila telah dinyatakan halal. Dan 16,9 persen tidak peduli soal isu kehalalan vaksin.
Presiden Joko Widodo tinjau vaksinasi di Pasar Tanah Abang, Jakarta. Foto: Dok. Lukas - Biro Pers Sekretariat Presiden
Meski begitu, mereka yang tak bersedia divaksin mayoritas beralasan takut efek samping usai mengikuti program vaksinasi COVID-19,. Burhanuddin menyebut jumlahnya mencapai 54,2 persen.
"Sangat banyak warga yang kemudian tidak lantas bersedia divaksin 41%, terutama karena alasan efek samping vaksin yang belum dipastikan, jumlahnya 54.2%," kata Burhanuddin.
ADVERTISEMENT
Selain itu hasil temuan survei Indikator Politik menemukan 23,7 persen masyarakat bersedia divaksin meski harus membayarnya sendiri. Serta 70 persen masyarakat bersedia divaksin tapi tidak mau mengeluarkan uang dari kantong pribadi.
Data Survei Indikator soal Vaksinasi. Foto: Indikator
"Pada kelompok yang bersedia divaksin 54.9%, mayoritas tidak bersedia jika harus membayar jumlahnya 70%, sekitar 23.7% bersedia divaksin meski harus membayar," ujarnya.
Menurut Burhanuddin, sebanyak 53,5 persen warga percaya bahwa efektivitas vaksin bisa mencegah tertular dari virus corona.
"Efektivitas vaksin dalam mencegah tertular virus corona dipercaya oleh sekitar 53.5% warga, yang tidak percaya sekitar 30.3%, dan selebihnya tidak bisa menilai, sebesar 16.3%." ungkapnya.
Ilustrasi Isolasi di Rumah. Foto: Shutterstock

Hampir Setahun Pandemi, Masyarakat Merasa Ekonomi Masih Memburuk

Burhanuddin Muhtadi, menyebut dari hasil survei pada 1-3 Februari, menunjukkan sebanyak 53,7 persen responden menilai kondisi ekonomi nasional memburuk. Bahkan 8,1 responden menilai sangat buruk.
ADVERTISEMENT
“Mayoritas masih menilai kondisi perekonomian nasional buruk. 8,1 persen menilai sangat buruk dan 53.7 persen menilai buruk,” ujarnya.
Selain itu, survei ini juga menanyakan bagaimana pendapatan rumah tangga selama pandemi virus corona. Hasilnya sejak Febuari 2020 hingga Febuari 2021 pendapatan menurun.
“Ekonomi rumah tangga juga tampak belum menunjukkan perubahan positif. Mayoritas 65,4 persen menilai ekonomi rumah tangga memburuk dalam setahun terakhir. Sebanyak 26,2 persen menilai tidak ada perubahan dan yang menilai membaik hanya sekitar 7,7 persen,” ujarnya.
Infografik Insentif Tenaga Kesehatan. Foto: kumparan
Burhanuddin menyebut, survei ini dilakukan pada 1-3 Februari dengan 1.200 responden di seluruh provinsi yang dihubungi melalui telepon. Margin of error sekitar 2,9 persen pada tingkat kepercayaan 95%.
“Dalam situasi pandemi COVID-19 yang belum selesai bahkan menunjukkan kecenderungan meningkat, sulit kita mengetahui secara cepat dinamika persepsi publik atas isu-isu mutakhir dengan mengandalkan survei tatap muka langsung dengan responden,” ujarnya.
ADVERTISEMENT
“Oleh karena itu survei menggunakan kontak telepon kepada responden adalah cara yang mungkin dilakukan,” ungkapnya.
***
Saksikan video menarik di bawah ini: