Ragam Kisah Kuliah di Al-Azhar Kairo

21 Juni 2024 9:01 WIB
·
waktu baca 5 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Kawasan Universitas Al Azhar, Kairo, Mesir. Foto: Shutterstock
zoom-in-whitePerbesar
Kawasan Universitas Al Azhar, Kairo, Mesir. Foto: Shutterstock
ADVERTISEMENT
Permasalahan mahasiswa Indonesia di Universitas Al-Azhar Kairo kembali mencuat imbas pengiriman masif selama belasan tahun terakhir.
ADVERTISEMENT
Sebelumnya, kampus ini dikenal sukses menghasilkan banyak lulusan tersohor dalam keilmuan Islam di Indonesia. Nama-nama besar seperti mantan Menteri Agama Prof. Quraish Shihab, Ustaz Abdul Somad (UAS) hingga Ustaz Hanan Attaki (UHA) lahir dari sekolah bergengsi di Mesir itu.
Namun, zaman telah berubah. Kehidupan mahasiswa di sana kini menghadapi tantangan baru. Alih-alih fokus menimba ilmu, sejumlah mahasiswa memilih mencari cuan dan beberapa lainnya malah terjerumus dalam godaan pergaulan negatif.
Sisi lain mahasiswa Indonesia di Kairo ini disampaikan salah satu mahasiswa S3 Al-Azhar, M. Nuruddin, pada podcast Diptalk yang tayang di YouTube kumparan.
Seperti apa profil Universitas Al-Azhar Kairo yang selama ini dinobatkan sebagai salah satu kampus Islam terbaik dunia itu? Bagaimana kondisi mahasiswa Indonesia di sana?
ADVERTISEMENT
Kalau Tak Kuat Iman Jangan Belajar di Al-Azhar Kairo: Godaannya Banyak
Diptalk bersama Mohammad Nurudin. Foto: Jamal Ramadhan/kumparan
Tantangan yang dihadapi mahasiswa Indonesia di Al-Azhar Kairo kini tak hanya soal akademik. Godaan-godaan negatif turut menghiasi keseharian mereka, terutama di tengah membeludaknya jumlah pelajar remaja.
Hal itu disampaikan seorang mahasiswa S3 asal Indonesia, Muhammad Nuruddin, yang tengah menempuh pendidikan di Universitas Al-Azhar Kairo sejak 2012.
Dalam podcast Diptalk yang tayang pada Youtube kumparan, ia mengungkap gambaran mengejutkan mengenai kehidupan para pelajar Indonesia di sana.
Nuruddin juga mengimbau para orang tua yang berencana menyekolahkan anak-anak mereka ke Mesir untuk berpikir matang sebelum mengambil keputusan.
“Saya hanya ingin mengatakan bahwa kondusifitas di sana tidak seperti yang dibayangkan oleh sebagian orang. Jadi, perlu pertimbangan yang sangat matang karena orientasi mahasiswa sudah berbeda-beda. Godaannya banyak,” ujarnya.
ADVERTISEMENT
Mahasiswa jurusan Akidah Filsafat itu menjelaskan godaan yang dimaksud bukan hanya soal malas kuliah atau mencari tambahan penghasilan, tapi termasuk hal-hal yang menjauhkan mereka dari aturan-aturan agama.
“Kalau sudah memalingkan kita dari tugas utama (belajar), itu kan sifatnya negatif,” tutur Nuruddin.
"Ketika saya mengatakan godaan ini, maknanya general, orang sudah bisa berimajinasi, lah. Kalau anak ke remaja itu apa aja, sih, godaannya sudah kebayang," tambahnya.
Membahas kenakalan remaja yang melibatkan narkoba, Nuruddin tak berani bercerita banyak. Dirinya tidak ingin persoalan ini menjadi konsumsi publik.
Warga RI Bayar Rp 40 Juta demi Kuliah di Al-Azhar Kairo, Diduga Ada Permainan
Diptalk Episode 18. Foto: kumparan
Awalnya Nuruddin bercerita warga Indonesia yang ingin kuliah di sana normalnya bayar Rp 15-18 juta. Namun ia menyebut ada dugaan permainan yang membuat biaya jadi lebih mahal.
ADVERTISEMENT
"Macem-macem sih, ada yang 17 juta, ada yang 18 juta, 16 juta, sekitar segitu, ada yang lebih dari itu," kata Nuruddin di podcast Diptalk yang tayang di Youtube, kumparan, Rabu (19/6).
Saat ditanya apa benar ada yang bayar Rp 30 sampai 40 juta?
Nuruddin kemudian menjawab:
"Ada, iya. Nah itu, itu, itu permainan sudah jelas itu, kita itu gak boleh diam. Mahasiswa di sana itu gak boleh diam, kita itu peduli dengan nama baik nama baik alumni kita, nama baik almamater kita, yang kita banggakan itu," tuturnya.
"Nggak bisa dibiarkan itu praktik-praktik semacam itu," sambung dia.
Ada Lulusan Al-Azhar Kairo Enggak Bisa Ngaji, Disuruh Khotbah Enggak Mau
M. Nuruddin, mengungkap saat ini Al Azhar sudah tidak kondusif. Mahasiswa Indonesia di sana jumlahnya membeludak.
ADVERTISEMENT
Nuruddin, yang mengambil jurusan Akidah Filsafat, ini menyebut, bahkan cetakan atau lulusan Al Azhar kini tak serta merta langsung fasih dalam membaca Al-quran.
"Ini excess-nya dari pembeludakan yang tidak terkontrol. Ini sekarang muncul stigma-stigma negatif terkait alumni al-Azhar, ada orang-orang lulusan al-Azhar, tapi katanya bacaan quran aja gak fasih. Disuruh ceramah gak mau, disuruh jadi khatib Jumat menolak, pura-pura tawadu (rendah hati)," kata Nuruddin di podcast Diptalk yang tayang di Youtube, kumparan, Rabu (19/6).
"Padahal emang gak bisa, iya kan suka ada yang begitu, berbahaya nih bro," tegasnya.
Menurutnya, ada faktor langsung yang berujung dari pembeludakan mahasiswa. Yakni pembinaan tak maksimal sehingga lulusannya tak kompeten.
"Itu karena tidak adanya pembinaan, tidak adanya penyeleksian yang ketat," ujar dia.
ADVERTISEMENT
Seleksi yang tak ketat ini juga jadi persoalan. Tiap tahunnya ada sekitar 1.000-1.500 mahasiswa Indonesia ke Al-Azhar. Dia menduga ada oknum yang sengaja mengambil untung dari sistem penerimaan mahasiswa Al-Azhar ini.
"Orang yang tidak bisa baca Al-quran itu ada di sana sekarang. Ya itu hasil dari mohon maaf ya saya harus katakan, kelakuan para oknum-oknum itu," tutur dia.
"Jadi orang-orang yang tidak kompeten diberangkatkan ke sana, asalkan mereka dapat cuan," tutupnya.
Visa Turis Dipakai Kuliah di Al-Azhar, Fenomena Mahasiswa Jalur 'Terjun Bebas'
Syarif Hidayatullah (26), Mahasiswa Universitas Al-Azhar Kairo asal Kota Kudus, Jawa Tengah. Foto: Dok. Pribadi
Di balik kemegahan Universitas Al-Azhar di Kairo, Mesir, tersimpan cerita menarik tentang bagaimana sejumlah mahasiswa Indonesia berhasil masuk dan belajar di sana melalui jalur yang tak lazim: visa turis. Fenomena ini sering disebut sebagai 'terjun bebas'.
ADVERTISEMENT
Pengakuan mengenai dugaan adanya jalur masuk terjun bebas disampaikan Syarif Hidayatullah (26). Ia merupakan mahasiswa tingkat 4 Universitas Al-Azhar.
Syarif menceritakan untuk masuk ke kampus bergengsi di ibu kota Mesir, Kairo, itu ada beberapa jalur resmi yang sewajibnya dipakai oleh mahasiswa Indonesia.
Kemenag, kedua Pusiba (Pusat Studi Islam dan Bahasa Arab), ketiga muadalah, dan keempat beasiswa dari organisasi seperti NU atau Muhammadiyah," kata Syarif kepada kumparan, Kamis (20/6).
Namun, pemuda asal Kota Kudus itu menyebut ada juga jalur "terjun bebas". Jalur itu adalah jalur yang menggunakan visa turis. Jalur ini memang mengundang masalah, terutama terkait legalitas dan status akademis mereka di Mesir.
"Yang terjun bebas biasanya pakai visa turis. Pakai visa turis ke sini ya pokoknya mau di sini dulu sampai nanti bisa keterima di kampus," ucap dia.
ADVERTISEMENT
Syarif menceritakan bahwa Pusiba, atau Pusat Studi Islam Bahasa Arab, adalah jalur yang lebih baru dan mempersiapkan mahasiswa untuk langsung kuliah tanpa harus menjalani sekolah bahasa setahun di Mesir.
"Nah itu yang lewat jalur Pusiba berarti ke sini langsung kuliah. Kalau kayak aku kan biasa, ke sini sekolah bahasa dulu setahun, baru setelah itu kuliah," ungkap Syarif.
Berbeda dengan jalur resmi, mahasiswa "terjun bebas" sering kali dikoordinir oleh broker-broker nakal yang menjanjikan kemudahan belajar di Al-Azhar tanpa legalitas yang jelas.