Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.94.1
Ragam Pernyataan Habiburokhman: Senggol Mahfud MD-Pemerasan Polisi di DWP 2024
28 Desember 2024 7:00 WIB
·
waktu baca 8 menitADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
Ia menyinggung Mahfud MD yang mengkritik terkait wacana Presiden Prabowo yang mau memaafkan koruptor asal mengembalikan uang negara, Bicara soal pemerasan warga Malaysia oleh oknum polisi saat acara DWP, kasus Ronald Tannur dan beberapa kasus yang paling disorot sepanjang tahun ini.
Apa saja komentar dari sang ketua Komisi III ini?, berikut kumparan rangkum.
Senggol Mahfud MD Yang Kritik Wacana Pemaafan Koruptor
Mahfud MD berpendapat, memaafkan koruptor adalah hal yang dilarang dalam hukum. Sebab dalam Pasal 55 KUHP, pihak yang membolehkan itu dianggap menyalahi aturan.
"Menurut hukum yang berlaku sekarang itu tidak boleh. Siapa yang membolehkan itu, bisa terkena Pasal 55, berarti ikut menggugurkan/menguburkan korupsi, ikut serta, ya. Pasal 55 KUHP itu," kata Mahfud di HUT ke-18 Partai Hanura di Ancol, Jakarta Utara, Sabtu (21/12).
ADVERTISEMENT
Mahfud khawatir jika para koruptor yang mengembalikan uang lalu diampuni, akan menimbulkan kekacauan hukum. Ia menilai, sebaiknya yang perlu didukung adalah orang yang melaporkan kasus korupsi.
"Korupsi itu kan dilarang. Dilarang siapa? menghalangi penegakan hukum, ikut serta atau membiarkan korupsi padahal dia bisa ini (melaporkan), lalu kerja sama. Padahal itu kompleks sekali, komplikasinya akan membuat semakin rusaklah bagi dunia hukum, sebab itu hati-hati lah," ujarnya.
Habiburokhman pun bereaksi atas ucapan eks-Menkopolhukam itu. Ia menyebut, Mahfud adalah sosok yang gagal dalam penegakan hukum di Indonesia.
"Dia sendiri menilai dia gagal dalam 5 tahun sebagai Menko Polhukam dengan memberikan skor 5 dalam penegakan hukum. Apa yang mau dinilai dari Mahfud MD?" tutur dia.
ADVERTISEMENT
"Saya malas, capek berdebat. Enggak mungkin Prabowo menginstruksikan untuk mengabaikan peraturan perundang-undangan."
Lebih lanjut, Habiburokhman juga meminta agar Mahfud tak menghasut rakyat.
"Kita mendebatkan hal remeh temeh tapi melupakan hal paling substasial dalam pemberantasan korupsi. Tinggal saja aparatur negara, polisi, KPK, kejaksaan, arahan Prabowo itu sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku," kata Habiburokhman di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Jumat (27/12).
"Jadi Pak Mahfud jangan menghasut bahwa Prabowo mengajarkan melanggar hukum dan sebagainya," imbuh dia.
Menurut Politikus Gerindra itu, Prabowo pasti sudah memperhitungkan sebelum memberikan pernyataan.
"Intinya adalah semua protokol hukum kita diajukan untuk maksimalisasi kerugian keuangan negara. Itu stressingnya. Jadi jangan diperdebatkan kalau pengembalian uang negara bagaimana orang dihukum," tuturnya.
ADVERTISEMENT
Kasus Pemerasan Polisi di DWP: Tak Akan Panggil Polri-Soroti Dugaan Pengunaan Narkotika oleh WN Malaysia
Ketua Komisi III Habiburokhman menegaskan tak akan memanggil Polri terkait kasus dugaan pemerasan oleh polisi di acara Djakarta Warehouse Project (DWP). Dia menilai, dalam kasus ini Polri sudah bekerja dengan baik.
"Pertama apakah perlu dipanggil atau tidak, kalau sudah kerja enggak perlu dipanggil ini kan sudah bekerja," kata Habiburokhman saat rilis akhir tahun kinerja Komisi III di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Jumat (27/12).
Pada kasus itu, ada 18 polisi yang diduga memeras WN Malaysia. Mereka semua jadi tersangka. Menurutnya, Polri dengan Divisi Propamnya telah melaksanakan tugas dengan baik.
"Pak Kapolri dan Propam tahu sekali cara memainkan barang itu, kurang lebih. Kalau kita pegang gelas terlalu kenceng juga bisa pecah," kata Habiburokhman di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Jumat (27/12).
ADVERTISEMENT
Yang dimaksud Habiburokhman adalah soal hukuman para pemeras tersebut. Kata dia, biarkan polisi bekerja.
"Kalau ada oknum melakukan pelanggaran harus ditindak, siapa yang berbuat harus bertanggung jawab. Orang yang melakukan harus setimpal hukumannya dengan apa yang dilakukannya," tutur dia.
Tapi, Habiburokhman juga menyoroti kenapa WN Malaysia itu bisa terjaring polisi. Pasalnya, ada dugaan, puluhan warga Malaysia itu mengkonsumsi narkotika saat gelaran DWP.
Tindak pidana yang dilakukan warga Malaysia itu sudah disebut sebagai fakta oleh Kadiv Propam Polri, Irjen Pol Abdul Karim. Maka, Habiburokhman pun mengingatkan jangan sampai acara musik besar seperti DWP yang bisa menarik wisatawan dijadikan tempat penyalahgunaan narkotika.
"Juga ada masukan dari masyarakat bahwa ada event-event tertentu memang rawan, kita gak menuduh ya, rawan gitu, nah itu yang harus kita antisipasi jangan sampai kita maunya jadi tourism object tapi malah jadi ajang orang menikmati narkoba," ujar Habiburokhman.
ADVERTISEMENT
"Jadi jangan sampai karena di Malaysia ancaman hukuman mati, 'Oh di Jakarta saja kayaknya kita bisa saja menikmati acara musik sambil leluasa mengkonsumsi narkoba' Itu jangan. saya bukan menuduh ya, itu jangan sampai terjadi," lanjut politikus Gerindra itu.
Habiburokhman Dorong Revisi KUHAP: Banyak Tersangka Merasa Tak Dapat Haknya
Habiburokhman juga menyoroti Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) yang masih perlu adanya pembenahan melalui revisi. Salah satunya, terkait aturan yang membahas hak tersangka atau terdakwa.
“Yang pertama terkait hak tersangka/terdakwa. Ini yang memang harus kita jadi prioritas bagaimana operasionalia itu terhadap de facto yang merasa haknya sebagai tersangka itu diabaikan karena perkara misalnya yang ada nuansa politisnya,” tutur Habiburokhman dalam konferensi pers Catatan Akhir Tahun di Ruang Rapat Komisi III di Gedung DPR Senayan, Jakarta Pusat, Jumat (27/12).
ADVERTISEMENT
Habiburokhman menyebutkan hak-hak yang diabaikan tersebut. Misalnya sulitnya terdakwa ataupun tersangka menemui keluarga, kemudian susahnya mendapatkan penasihat hukum dan layanan kesehatan.
“Kesulitan untuk dibesuk oleh keluarga, kesulitan untuk mendapatkan penasihat hukum, kesulitan untuk mendapatkan perawatan kesehatan dan lain sebagainya. Itu yang akan kita tinjau bagaimana bisa beroperasi maksimal, “ kata dia.
Habiburokhman menjelaskan, sebenarnya dalam KUHAP sudah diatur mengenai kunjungan penasihat hukum setiap pemeriksaan kepada tersangka/terdakwa. Namun, realisasi di lapangan masih ada pembatasan hari terkait kunjungan tersebut.
“Sebenarnya sudah diatur bagaimana tersangka berhak mendapatkan kunjungan penasihat hukum setiap saat pada setiap tingkat pemeriksaan, tapi kadang-kadang itu dipatahkan dalam mitra kita. Saya nggak mau sebutkan. Hanya boleh dibesuk di hari apa. (Misalnya Senin dan Kamis). Padahal KUHAP mengaturnya umum,” jelasnya.
ADVERTISEMENT
Habiburokhman: BNN Sedih Sekali, Tugasnya Berat, Anggaran Minim, Anggota Minim
Habiburokhman mengapresiasi kinerja Badan Narkotika Nasional (BNN). Mereka dinilai sukses dalam memetakan dan mencegah peredaran narkotika meski minim Sumber Daya Manusia (SDM).
“Komisi III DPR RI mengapresiasi upaya BNN di tengah keterbatasan sumber daya untuk pemetaan dan pengungkapan jaringan narkotika," tutur Habiburokhman, dalam konferensi pers Catatan Akhir Tahun di Ruang Rapat Komisi III di Gedung DPR Senayan, Jakarta Pusat, Jumat (27/12).
"Memang BNN ini sedih sekali, tugasnya maha berat tapi anggarannya minim, fasilitas minim, anggotanya sedikit," sambungnya.
Meski begitu, BNN tetap berupaya meningkatkan kerja sama. Dia berharap BNN juga dapat meningkatkan sinergitas dan kolaborasi dengan berbagai pihak dalam melakukan penindakan.
“Lalu, Komisi III DPR RI juga mencatat upaya BNN untuk meningkatkan kerja sama, sehingga komisi DPR RI juga mendorong agar BNN dapat terus berupaya dalam meningkatkan sinergitas dan kolaborasi berbagai pihak dalam bentuk penguatan kapasitas maupun penindakan,” ujarnya.
ADVERTISEMENT
Ketua Komisi III soal Riuh Politisasi Hasto Tersangka: Sampai Kiamat Gak Selesai
Ketua Komisi III DPR Habiburokhman menyebut perdebatan soal penetapan tersangka Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto di kasus Harun Masiku tak akan berhenti. Khususnya soal dugaan politisasi.
"Kalau soal ini politik enggak politik, itu sampai nanti kiamat kita enggak selesai berdebat. Pasti akan subjektif," kata Habiburokhman di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Jumat (27/12).
"Orang yang terinjak akan teriak, yang enggak terinjak akan diam saja," imbuhnya.
Ia menambahkan, biarkan KPK bekerja. Apakah nanti terbukti atau tidak, serahkan ke persidangan.
"Itulah dunia kita saat ini. Tapi kalau aturan ditegakkan, yang dituduhkan maupun yang dibantahkan itu harus sama sama ada buktinya," tuturnya.
ADVERTISEMENT
Politikus Gerindra itu menyebut, KPK dan Hasto punya hak yang sama di kasus ini. Jadi biarkan semuanya mengalir.
ADVERTISEMENT
Kasus Paling Disorot Komisi III: Rudy Soik, Dini Sera Dilindas Ronald Tannur
Komisi III DPR RI menyoroti beberapa kasus yang mencuat selama 2024. Hal ini kemudian juga sempat dibahas dalam Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) bersama kepolisian, kejaksaan, KPK, hingga Mahkamah Agung (MA).
Salah satunya, temuan dalam kasus Ipda Rudy Soik yang batal di PTDH (Pemberhentian Tidak Dengan Hormat) hingga tewasnya Dini Sera Afrianti.
“Jadi kami sudah mendapatkan konfirmasi Ipda Rudy Soik yang tadinya akan di PTDH-kan, karena menginfokan BBM ilegal. Kami sudah mendapatkan informasi bahwa Pak Rudy Soik ini tidak jadi dikenakan PTDH,” ungkap Ketua Komisi III DPR RI, Habiburokhman, dalam konferensi pers Catatan Akhir Tahun di Ruang Rapat Komisi III di Gedung DPR Senayan, Jakarta Pusat, Jumat (27/12).
Selain kasus itu, Habiburokhman juga menyoroti kasus tewasnya Dini Sera yang dibunuh oleh Ronald Tannur. Dalam kasus tersebut, hakim memutuskan untuk memvonis bebas Ronald.
ADVERTISEMENT
Ternyata, vonis bebas Ronald karena pihak keluarga mereka menyuap para hakim PN Surabaya, yakni Erintuah Damanik, Heru Hanindyo, dan Mangapul.
“Fenomenal juga menurut saya, mengenai RDPU terkait kasus tewasnya Dini Sera Afrianti. Meninggal dunia karena ditabrak dan dilindas oleh Ronald Tannur yang awalnya hakimnya membebaskan, tetapi setelah RDPU, kita kejar terus," tutur dia.
"Akhirnya didapatkan ternyata di balik vonis bebas tersebut terjadi tindak pidana korupsi berbentuk suap,” imbuhnya.
Terakhir, ia juga menyoroti kasus tewasnya tahanan bernama Bayu Adhityawan. Ia adalah tahanan Polda Sulawesi Tengah.
Habiburokhman mengatakan, terdapat fakta menarik yaitu ditemukan penganiayaan oleh oknum polisi.
“Kami meminta waktu itu Kapolda Sulawesi Tengah untuk mengejar lagi nih. Ada apa sampai orang meninggal? Ternyata setelah RDPU ditemukan fakta bahwa meninggal tidak wajar karena dianiaya dan pelakunya (Bripda CH) dikenakan PTDH,” tuturnya.
ADVERTISEMENT