Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
ADVERTISEMENT
Sejumlah pihak dihadirkan di Komisi III DPR dalam kasus dugaan bullying di SMA Binus Simprug, Selasa (17/9). Mereka adalah pihak sekolah, korban hingga terlapor.
ADVERTISEMENT
Berikut pernyataan masing-masing pihak saat diberi kesempatan bicara di Komisi III DPR:
Versi BINUS
Binus Simprug ke Komisi III DPR: Bukan Bullying, tapi Berkelahi dan Ada 'Wasit'
Pihak Yayasan Binus Simprug menyebut tak ada perundungan antar siswa yang terjadi di sekolah tersebut sebagaimana video viral yang beredar. Namun, yang terjadi adalah perkelahian yang sudah disepakati.
Hal tersebut dikatakan oleh pihak yayasan SMA Binus Simprug, Dewi Susanti, pada Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) bersama Komisi III DPR RI. Dia mengatakan, pihaknya juga telah melakukan investigasi internal.
“Kami juga melakukan investigasi terkait secara terpisah terhadap anak-anak yang terlibat dalam surat itu mereka mengatakan bahwa perkelahian itu adalah suatu kesepakatan,” kata Dewi di rapat tersebut yang digelar di Ruang Rapat Komisi III DPR, Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (17/9).
ADVERTISEMENT
Dewi mengeklaim, hal tersebut juga bukan pengeroyokan. Dia mengatakan, perkelahian tersebut juga ada yang menjadi ‘wasit’ dan hanya dilakukan lima detik yang didapatkan dari keterangan anak-anak yang ada dalam video viral tersebut.
"Enggak (Bullying). Ini satu lawan satu jadi seperti sepakat 5 detik ya, nanti berhenti, jadi ada jurinya gitu Pak, ada wasitnya yang memperhatikan. Itu kesepakatan berdasarkan hasil investigasi kami sendiri, itu munculnya dari ada korban sendiri. Itu menurut keterangan hasil investigasi yang kami dapat dari pihak-pihak anak yang berhadapan dengan hukum,” ujar dia.
“Ini yang terungkap di penyelidikan, jadi yang saya sampaikan ini bukan dari keterangan kami, tetapi keterangan anak-anak tersebut, anak-anak yang berhadapan dengan hukum selama proses tersebut,” lanjutnya.
ADVERTISEMENT
Selain Dewi, kuasa hukum dari delapan anak yang berhadapan dengan hukum, Rasamala Aritonang, juga mengatakan tidak ada peristiwa perundungan. Melainkan kesepakatan untuk berkelahi.
“Tidak ada pengeroyokan kita bisa lihat di dalam video yang tadi diputar sebagaimana secara sukarela masuk toilet, masuk kemudian ada kesepakatan di dalamnya untuk satu lawan satu,” ujarnya.
Pengacara 8 Anak Terlapor Dugaan Bullying di Binus: Justru Korban yang Ajak Duel
Kuasa hukum dari delapan anak terlapor dalam perkara dugaan bullying di SMA Binus Simprug, Jakarta Selatan, mengeklaim justru pelapor lah (RE) yang mengajak duel duluan.
Klaim RE menurutnya, berbanding terbalik dengan isu yang berkembang bahwa 8 terlapor yang melakukan perundungan.
“Pihak pelapor, anak pelapor kemudian berbicara berkomunikasi dengan murid lain yang ada dalam video tadi menyampaikan tantangan atau menyampaikan bahwa ajakan untuk berduel,” kata pengacara pihak 8 anak korban yang berhadapan dengan hukum, Rasamala Aritonang di RDPU Komisi III Senayan, Jakarta, Selasa (17/9).
ADVERTISEMENT
“Jadi perkelahian itu sebenarnya dari keterangan keterangan yang disampaikan oleh murid-murid itu justru diminta oleh dari anak pelapor untuk adu untuk duel,” lanjutnya.
Ia menyebut, keterangannya itu didapatkan dari anak-anak yang menjadi terlapor. Meski begitu, pernyataan Rasamala itu bertentangan dengan pernyataan RE, anak diduga korban bullying yang juga hadir di kesempatan tersebut.
Versi RE Siswa Binus Simprug
RE Siswa Binus Simprug Cerita Diancam: Bapak Mereka Ketua Partai, Ada di DPR, MK
Komisi III DPR menggelar rapat dengan sejumlah pihak terkait dugaan bullying di SMA Binus School. Diduga korban yang melapor ke polisi, RE, juga dihadirkan dan cerita soal pengancaman.
"Lalu sampai mereka membanggakan dan mengancam saya. Mereka mengatakan kepada saya, 'lu jangan macam-macam sama kita. Lu mau nyaman sekolah di sini, lu mau bisa kita tidak bully di sini. Lu harus bisa ngelayanin kita semua," kata RE menirukan ucapan teman-temannya yang diduga membully dan mengancam di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Selasa (17/9).
ADVERTISEMENT
"Lu tau gak bapak kita siapa? Dia bapaknya Ketua Partai. Bapak dia DPR. Bapak dia MK." imbuhnya.
Namun tak dijelaskan berapa banyak yang melakukan itu kepadanya. Yang jelas katanya, ada yang memukul dan hanya sekadar membully-mengancam.
"Lalu, sahabat dari ketua geng ini mengakui, 'lu jangan macem-macem. Bapak gue Ketua Partai sekarang.' Bapak yang berinisial A. Anak yang berinisial M mengaku dan mengatakan itu kepada saya," tuturnya.
RE menyebut, di sekolahnya banyak CCTV. Sehingga hal-hal yang dialaminya pasti terekam.
"Bahkan banyak CCTV di sana, saya yakin itu pasti banyak CCTV di sana. Di bulan November tanggal hari pertama saya sekolah, di hari berikutnya diperlakukan seperti itu," tutupnya.
Sebelumnya, polisi memeriksa belasan orang saksi dalam perkara dugaan perundungan dan pelecehan seksual yang dialami RE.
ADVERTISEMENT
Namun, Nurma belum membeberkan lebih jauh soal identitas dari para saksi tersebut.
Dalam perkara ini, polisi sudah melakukan gelar perkara dan meningkatkan statusnya ke tahap penyidikan. Artinya, polisi telah menemukan adanya unsur pidana di dalamnya. Meski begitu, belum ada tersangka yang dijerat.
Versi Polisi
Penjelasan Lengkap Polisi soal Kasus Dugaan Bullying di SMA Binus Simprug
Kapolres Metro Jakarta Selatan, Kombes Ade Rahmat Idnal menghadiri rapat dengan pendapat (RDP) bersama Komisi III DPR terkait kasus dugaan bullying di SMA Binus Simprug. Pertemuan itu digelar di DPR, Selasa (17/9), dihadiri sejumlah pihak sekolah dan korban.
Dalam RDP, Ade menerangkan terkait kasus tersebut. Ia mengatakan kasus ini terjadi pada 30 Januari 2024 di SMA Binus Simprug. Satu hari kemudian dilaporkan ke polisi.
ADVERTISEMENT
"Dilaporkan oleh Bapak Sudiarmon yaitu ayah korban, dengan korbannya adalah RE," tutur Ade.
Ia menerangkan laporan itu terkait dengan perkelahian yang terjadi antara RE dengan salah satu siswa berinisial MRYM. Perkelahian keduanya terjadi di toliet lantai 4 sekolah mereka.
"Dari kronologis dapat disampaikan, yang dilaporkan adalah peristiwa pada tanggal 30 Januari 2024 di sekolah Binus Simprug, di mana pada saat itu korban bersama para terlapor, yang juga kawan sekolahnya, sedang berada di kantin membicarakan pertandingan boxing resmi di luar sekolah," kata Ade.
"Kemudian mereka merencanakan tanding boxing selama lima detik, dan dilakukan tanding antara MRYM, kemudian dengan RE di toilet lantai 4," tambahnya.
Selama penyelidikan, tutur Ade, polisi sudah memeriksa 18 orang saksi. Penyidik juga memeriksa rekaman CCTV maupun rekaman yang beredar di masyarakat terkait kasus tersebut. Korban juga sudah dilakukan visum.
ADVERTISEMENT
"Sudah kami lakukan visum yang saat itu mengalami pipi kiri tampak memar seluas 3 cm, kemudian terasa benjol dan nyeri di bagian kepala," kata Ade.
"Kemudian untuk alat bukti yang sudah kami kumpulkan yaitu saksi-saksi, kemudian ada visum et repertum, kemudian keterangan dokter dari RSP Pertamina, kemudian video yang ada di toilet," tambah Ade.
Dalam kasus ini polisi menggunakan UU Perlindungan Anak, yakni Pasal 76C. Pasal itu berisi, "Setiap orang dilarang menempatkan, membiarkan, melakukan, menyuruh melakukan, atau turut serta melakukan kekerasan terhadap anak."
"Jadi tidak pasal seperti 170, tapi ini diatur khusus, mungkin ini adalah untuk memfasilitasi bullying atau perundungan di 76C ini," tutur Ade.
"Kemudian Pasal 80 mengibatkan luka, ini ada memar pada pipi sebelah kiri," tambahnya.
ADVERTISEMENT
Bantah Kasus Tidak Jalan
Ade dalam kesempatan itu juga membantah jika pengusutan kasus tersebut lambat. Ia menerangkan polisi sudah melakukan serangkaian penyidikan. Di sisi lain pihaknya juga mengupayakan restorative justice (RJ).
"Itu kami memberikan kesempatan kepada para pihak dan bahkan terakhir kami coba lagi, sudah pertemuan keempat untuk dilakukan RJ, mungkin tidak RJ tapi diversi, Pak, istilahnya, atau musyawarah, atau mediasi untuk yang khusus anak," terang Ade.