borok sambo

Rahasia “Kaisar Sambo” di Ujung Kasus Yosua (3)

22 Agustus 2022 12:10 WIB
·
waktu baca 9 menit
comment
14
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ucapan bernada mengancam mengenai pemberangusan perjudian itu disampaikan Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo kepada jajaran Mabes Polri dan Polda se-Indonesia dalam video conference pada Kamis, 18 Agustus 2022, hanya sehari sesudah dokumen PDF berjudul “Kaisar Sambo dan Konsorsium 303” mencuat ke publik pada Rabu malam, 17 Agustus.
Dokumen “Kaisar Sambo dan Konsorsium 303” itu berisi bagan enam halaman yang memaparkan dugaan keterlibatan Irjen Ferdy Sambo dalam praktik judi. Keterkaitan Sambo, menurut dokumen tersebut, bukan main-main karena eks Kadiv Propam Polri itu memiliki julukan “terhormat” di kalangan bandar judi. Ia dikenal sebagai sang “Kaisar” yang membekingi pengelola judi gelper, judi bola, dan judi online yang tergabung dalam Konsorsium 303.
Sambo disebut memiliki “pasukan” yang tersebar dari Mabes Polri hingga Polda, dan bersama kroni-kroninya ini dituding menerima setoran hingga Rp 1,3 triliun setiap tahun. Angka “3” disebut-sebut sebagai kode judi online yang dibekingi Polri, dengan kata “Konsorsium” sebagai sandinya. Gabungan keduanya, isi dokumen tersebut, akan menjamin agen judi tak diganggu aparat karena ia sudah menyetor duit ke geng Sambo.
Konsorsium 303, menurut dokumen tersebut, memiliki misi menjadikan Sambo sebagai Kapolri pada 2024 untuk melanggengkan aktivitas mereka dalam jangka panjang. Dokumen itu juga mencantumkan lebih dari sepuluh polisi yang disebut sebagai kroni Sambo. Salah satunya kini ditahan di Mako Brimob untuk dimintai keterangan terkait kasus kematian Brigadir Yosua.
Pengacara Sambo, Arman Hanis, sampai saat ini belum merespons saat dihubungi kumparan terkait dokumen “Kaisar Sambo dan Konsorsium 303”. Sementara Polri menyampaikan akan mendalami isu ini melalui Direktorat Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri, dan akan menindak tegas segala bentuk penyakit masyarakat, termasuk perjudian.
Irjen Ferdy Sambo usai memenuhi panggilan pemeriksaan di Bareskrim Polri, Jakarta, Kamis (4/8/2022). Foto: Jamal Ramadhan/kumparan
Kasus penembakan Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat yang didalangi Irjen Ferdy Sambo kini memang bergulir ke mana-mana. Puluhan polisi terseret ke dalam pusarannya. Belakangan, borok-borok Sambo pun dikorek, termasuk dugaan keterkaitannya dengan judi online 303.
kumparan pernah menyinggung soal konsorsium judi dalam liputan khusus edisi 8 Agustus—Gurita Judi Online. Jhon, seorang eks admin dan mantan karyawan digital marketing di salah satu situs judi online, bercerita bahwa angka-angka pada situs judi online menandakan kepemilikan sekaligus konsorsium judi pemiliknya.
Menurutnya, konsorsium judi online ada di tiap negara, termasuk Indonesia. Konsorsium itu memiliki kepengurusan dan terdiri dari para pemilik/agen/pengelola judi online yang bekerja sama dengan preman dan aparat sebagai beking mereka. Singkatnya, ini adalah upaya gabungan para bandar judi untuk menjaga keberlangsungan operasi mereka.
“Kalau ada masalah, para bandar [yang bergabung] ini memberi tahu konsorsium. Lalu konsorsium back up keamanan,” kata Jhon yang telah tiga tahun malang melintang di bisnis judi online. Kepada kumparan, ia meminta namanya disamarkan demi keamanan diri.
Penggerebekan lokasi judi online di Kuta, Bali, Jumat (19/8/2022). Foto: Denita BR Matondang/kumparan
Bagi para bandar judi, bergabung dengan konsorsium jelas lebih menguntungkan karena mereka tak bakal kena sikat aparat. Namun, ujar Jhon, konsorsium belakangan sedang goyah bak diterpa angin kencang. Situasi ini muncul setelah Sambo terjerat kasus.
Imbas goyahnya konsorsium, bisnis judi online jadi tak menentu, bahkan memasuki masa berbahaya. Teman-teman Jhon di sejumlah kantor judi online pun dipulangkan ke kampung halaman masing-masing, sedangkan sebagian lainnya dipindah ke Kamboja yang dianggap lebih stabil untuk aktivitas judi online.
“[Judi online memasuki] zona merah. Banyak razia. Padahal selama tiga tahun saya bekerja di situ, enggak pernah terjadi yang seperti ini. Baru sekarang kena angin kuat,” kata Jhon.
“Angin kuat” yang disebut Jhon kini bahkan berubah jadi “badai” bagi bisnis judi online. Penangkapan terhadap bandar dan pelaku judi terjadi di mana-mana, dari Sumatera, Jawa, Bali, hingga Nusa Tenggara.
Sebulan terakhir, puluhan praktik judi online di berbagai daerah digerebek polisi, dari yang berskala lokal sampai internasional. Sepekan belakangan, bertepatan dengan ancaman Kapolri mencopot jajarannya yang tak becus membasmi judi, razia makin intens.
Rumah mewah yang diduga milik pengelola judi online di Deli Serdang, Sumatera Utara. Foto: Dok. Istimewa

Harta Sambo

Dokumen “Kaisar Sambo” tak pelak membuat publik penasaran dengan jumlah harta seorang Irjen Sambo. Namun, harta Sambo ternyata tak tercatat pada laman Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara di situs KPK.
KPK menyebut bahwa Sambo pernah menyerahkan LHKPN pada 2021, namun dokumennya belum lengkap sehingga tidak dimuat dalam laman LHKPN. Dengan demikian, aset-asetnya—yang secara tak langsung terekspose selama penyidikan kasus Yosua—tak diketahui persis jumlahnya.
Sambo setidaknya memiliki dua rumah pribadi—satu di Jl. Saguling, Duren Tiga, Jakarta Selatan; dan satu lagi di Cempaka Residence, Mertoyudan, Magelang. Rumah tiga lantai Sambo di Jakarta tergolong mewah, sedangkan rumah dua lantainya di Magelang terletak di kawasan elite.
Rumah tiga lantai Sambo di Jl. Saguling, Duren Tiga, Jakarta Selatan. Foto: Sigid Kurniawan/Antara
Di garasi rumah Sambo di Jakarta pun terlihat mobil-mobil mewah seperti Lexus dan Alphard yang harganya berkisar Rp 1–2 miliar. Semua aset itu lantas mengundang sinisme pengacara keluarga Yosua, Kamaruddin Simanjuntak, yang menduga Sambo memiliki bisnis haram.
Kamaruddin makin meradang ketika menemukan dugaan bahwa empat rekening Yosua yang berisi uang Rp 200 juta dikuras oleh Sambo sesudah ia ditembak. Uang itu ditransfer ke salah satu tersangka.
“Dalam sekali ambil… [ditransfer ke] satu rekening,” kata Nelson Simanjuntak, anggota tim kuasa hukum keluarga Yosua.
Selain itu, tim pengacara juga mendapat informasi mengenai aliran dana di antara Sambo dan para ajudannya yang mencapai Rp 800 miliar–1 triliun per bulan. Itu sebabnya mereka meminta Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) untuk turun tangan menyelidiki peredaran uang tersebut dan memeriksa semua rekening ajudan Sambo.
“Ke mana aliran dana itu dan dari mana asalnya,” kata Kamaruddin.
“Jangan-jangan uang yang besar-besar itu mengalir hingga jauh… Libatkan juga PPATK untuk menelusuri uang judi online, narkoba, sabu-sabu, dan minuman keras,” imbuhnya tanpa menyebut spesifik kaitan antara pembunuhan Yosua dengan uang judi online yang ia maksud.
PPATK menyatakan telah memblokir rekening tersangka kasus penembakan Yosua, namun tak merinci proses yang tengah mereka lakukan.
Ilustrasi: ANTARA/Aditya Pradana Putra
Di tengah isu aliran dana di lingkaran Sambo, Polri disebut menemukan uang ratusan miliar dalam penggeledahan di salah satu rumah Sambo yang berlokasi di Jalan Bangka, Mampang Prapatan, Jakarta Selatan. Rumah itu, menurut petugas keamanan di lingkungan tersebut, adalah rumah mertua Sambo yang sudah lama kosong.
Lebih jauh, beredar kabar bahwa uang itu berada di sebuah bungker di rumah itu. Namun, hal ini dibantah Kadiv Humas Polri Irjen Dedi Prasetyo. “Berdasarkan informasi dari Tim Khusus yang melakukan penggeledahan… info soal bunker [berisi duit] Rp 900 miliar tidaklah benar.”
Menurut dua sumber kumparan, uang sejumlah ratusan miliar itu bukan terdapat di rumah Sambo, melainkan dalam rekening. Sementara di rumah Sambo “hanya” ada miliaran rupiah.
Apa rahasia yang disimpan Sambo? Ilustrasi: kumparan

Geng Sambo

Jika benar ada temuan uang dalam proses penyidikan, Indonesia Police Watch mendesak agar hal itu ditelusuri—untuk apa duit tersebut, ke mana alirannya, dan siapa yang terlibat. Terlebih, IPW mendapat informasi bahwa Satuan Tugas Khusus Merah Putih yang sejak 20 Mei 2020 dikomandoi Sambo—dan dibubarkan dua hari setelah Sambo menjadi tersangka—disinyalir terkait dengan judi online.
Ketua IPW Sugeng Teguh Santoso mengemukakan kecurigaannya terhadap Satgassus Merah Putih sebagai organisasi nonstruktural di tubuh Polri. Ia mengamini ucapan Menko Polhukam Mahfud MD yang menyebut kelompok Sambo amat berkuasa di Polri, bak memiliki kerajaan di dalam Mabes Polri.
Sugeng menyebut, IPW sejak awal menduga kelompok Sambo ini semacam “geng mafia” yang beroperasi dengan menutup-nutupi kejahatan dengan rekayasa, suap, dan intimidasi. Metode itu pula yang kentara pada kasus pembunuhan Yosua, di mana Sambo—yang disebut IPW sebagai “ketua mafia”—terlihat telah terbiasa dengan trik-trik menciptakan alibi, menghilangkan jejak, sekaligus mengarang cerita bohong.
“Sambo sudah seperti penguasa di dalam Polri. [Orang-orangnya] memegang hampir 70% posisi strategis di sana,” kata Sugeng kepada kumparan.
Irjen Pol Ferdy Sambo. Foto: Dok Pribadi
Seorang sumber mengatakan, saking berkuasanya Sambo, Kapolri sempat berada dalam posisi terjepit. Ia kesulitan membongkar kasus kematian Yosua pada awal penyelidikan. Sambo bahkan tak sungkan membohonginya. Hanya beberapa jam setelah penembakan Yosua, Sambo menghadap Kapolri untuk melaporkan insiden baku tembak di rumah dinasnya, dan meyakinkannya bahwa ia tak terlibat.
Menurut sumber itu, hanya sedikit jenderal yang selama ini berani berseberangan terang-terangan dengan Sambo. Sambo dan gengnya, kata dia, bahkan punya pengaruh untuk merekomendasikan orang-orang yang akan mendapatkan promosi atau kenaikan pangkat.
“Jika tidak loyal kepada Sambo, bisa dihambat dan tidak dapat rekomendasi,” ujarnya.
Itu sebabnya ia setuju dengan pembubaran Satgassus Merah Putih yang beroperasi seperti tim elite dan notabene berisi orang-orang kepercayaan Sambo, termasuk para ajudannya seperti Brigadir Yosua Hutabarat dan Bharada Richard Eliezer.
Ia juga sependapat dengan sebutan “mafia” untuk kelompok Sambo. Menurutnya, “Sambo adalah pejabat Polri merangkap mafia yang mem-back up usaha-usaha hitam.”
Geng Sambo, ujarnya, tak bakal segan menggunakan wewenang mereka untuk mengintervensi kasus, dan hal ini terjadi pada perkara Yosua.
“Sambo mencoba mengendalikan Kapolri dan melawan Presiden yang dua kali memerintahkan kasus penembakan diungkap tuntas. Ia juga mengorbankan lembaga Polri yang besar untuk menutupi dosanya membunuh Yosua.”
Irjen Ferdy Sambo diperiksa di Bareskrim Polri, Jakarta, Kamis (4/8/2022). Foto: Jamal Ramadhan/kumparan
Pun begitu, IPW mengingatkan masyarakat agar tak menelan mentah-mentah dokumen “Kaisar Sambo dan Konsorsium 303” yang beredar luas. Nama-nama yang tercantum dalam dokumen itu perlu diperiksa berdasarkan asas praduga tak bersalah.
Sugeng menyarankan Tim Khusus Polri menyelidiki benar atau tidaknya informasi yang tertera pada dokumen itu, sebab bisa jadi dokumen tersebut dibuat oleh kelompok di internal Polri yang selama ini berlawanan dengan Sambo dan kini berniat memanfaatkan momen untuk menggusur geng Sambo.
Dugaan itu muncul karena, menurut IPW, bagan-bagan dan data-data rinci pada dokumen tersebut menyerupai model yang biasa dibuat oleh polisi.
Adanya faksi-faksi di internal Polri juga dikemukakan Mahfud MD dan Komisi Kepolisian Nasional. Pembubaran Satgassus Merah Putih, menurut Komisioner Kompolnas Albertus Wahyurudhanto, juga salah satu upaya untuk menghilangkan faksi-faksi tersebut.
“Ada hubungan tata kerja organisasi yang harus dibenahi. Satgassus, misalnya, ternyata overlapping [dengan area kerja tim lain di Polri], makanya dibubarkan,” kata Wahyu kepada kumparan, Jumat (19/8).
Satgassus Merah Putih yang dibentuk pada 2019 berkembang menjadi semacam tim super dengan prestasi mentereng. Anggotanya memiliki ruang gerak luas dan mendapat wewenang untuk menyelidiki kasus-kasus yang menjadi prioritas Polri dan pemerintah Indonesia.
Jabatan Sambo sebagai Kepala Satgassus sekaligus Kepala Divisi Propam diyakini membuat posisinya kian berpengaruh. Kelompoknya tumbuh menjadi faksi paling dominan di Polri.
Irjen Ferdy Sambo saat memberi arahan ke jajaran Polda Metro Jaya, Rabu (2/2/2022). Foto: Dok. Istimewa
Divisi Profesi dan Pengamanan (Propam) yang dipimpin Sambo sejak 2020 disebut Wahyu sebagai contoh satuan kerja yang kurang ideal dalam konteks checks and balances atau kontrol antardivisi di Polri.
“Propam bisa menyelidik, punya Paminal (Biro Pengamanan Internal) yang bisa menetapkan seorang petugas bersalah atau tidak. Jadi ini adalah polisinya polisi. Dia yang memeriksa, dia yang menyidangkan, dia juga yang memutuskan. Ini tidak memenuhi asas-asas checks and balances sehingga perlu reorganisasi,” papar Wahyu.
Padahal, tutupnya, “Kalau sistem [yang benar] berjalan, faksi-faksi di Polri enggak akan ada. Jadi ini kesempatan untuk berbenah. Yang bermasalah harus dikoreksi.”
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten