Ramai Gen-Z Jadi Korban Online Scam di Kamboja: Ditipu Gaji Tinggi Kerja di LN

10 Juli 2024 12:56 WIB
ยท
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
ADVERTISEMENT
Marak Gen-Z tersandung kasus Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) dalam bentuk penipuan online luar negeri.
ADVERTISEMENT
Sejak tahun 2020 hingga saat ini, kasus online scam yang ditangani Kementerian Luar Negeri RI telah menembus 3.703, mayoritas terjadi di Kamboja.
Namun, saat ini terjadi pergeseran tipologi profil korban. Dari pekerja sektor domestik yang sebelumnya didominasi perempuan dan berstatus ekonomi rendah menjadi Gen-Z berusia 18-35 tahun.
Hal itu disampaikan Direktur Perlindungan WNI Kemlu RI, Judha Nugraha, dalam diskusi eksklusif DipTalk bersama kumparan.
"Jadi kami melihat ada pergeseran tipologi kasus TPPO. Kalau dulu kasus TPPO tradisional yang kita hadapi bekerja di sektor domestik mayoritas korbannya perempuan, berpendidikan rendah, datang dari keluarga miskin," ungkapnya.
"(Sekarang) tipologi profil victim-nya berubah. Yang online scam berasal dari Gen-Z. Usia 18-35 tahun. Berpendidikan," tutur Judha.
ADVERTISEMENT
Bahkan, ada korban yang memiliki gelar master (S2). Mereka juga bukan berasal dari kalangan ekonomi rendah.
"Mereka bukan dari kelompok ekonomi miskin, mereka kelompok menengah karena bisa sekolah sampai tinggi. Dan digital literacy, mereka paham dengan socmed dan sebagainya," ujar Judha.
Ilustrasi penipuan melalui smartphone. Foto: panuwat phimpha/Shutterstock
Lalu, mengapa mereka mudah ditipu?
Judha bercerita, korban Gen-Z kebanyakan mudah terjebak dengan iming-iming gaji tinggi dan titel bekerja di luar negeri.
"Karena kami melihat, ingin shortcut. Nah ini orang-orang kita, yang generasi-generasi muda, ketika ditawari kerja sebagai customer service, gajinya 1.000-1.200 USD (setara Rp 20 juta) dan di luar negeri, gak berpikir ulang," ungkap Judha.
"Karena yang dikejar adalah yang diingat gaji tingginya dan kerja di luar negeri, keren. Bisa sosmed nanti kan, oh saya kerja di luar negeri, nih," lanjutnya.
Diptalk bersama Judha Nugraha. Foto: Syawal Febrian Darisman/kumparan
Kebanyakan WNI korban online scam di Kamboja memilih untuk kembali ke Tanah Air karena merasa pekerjaannya tidak sesuai dengan ekspektasi. Namun, beberapa kembali ke Kamboja dan bekerja untuk jenis perusahaan yang sama.
ADVERTISEMENT
"Di Undang-Undang 21 tahun 2007, memang sudah dimandatkan untuk korban TPPO itu biaya penanganan dibebankan kepada negara. Nah itulah kemudian, setiap kasus ada korban TPPO dari luar negeri itu pemulangan atas biaya negara," ungkap Judha.
"Tapi yang menarik adalah, ketika sudah pulang, kami mencatat mereka berangkat lagi ke luar negeri dan bekerja di jenis perusahaan yang sama," lanjutnya.
Judha menegaskan bahwa mereka yang melakukan pengulangan kasus seperti itu sudah tidak bisa dianggap sebagai korban kasus TPPO.
Ilustrasi TKI menaiki kapal Foto: ANTARA FOTO
Untuk kasus TPPO tradisional (secara langsung), ada calo atau sponsor yang memberikan uang kepada WNI calon pekerja imigran.
"Sebelum berangkat dikasih Rp 5 juta, Rp 10 juta (oleh calo). Padahal itu bukan uang gratisan, itu adalah bentuk penjeratan utang sebenarnya,"
ADVERTISEMENT
Sementara itu, untuk kasus online scam cenderung lebih rumit karena prosesnya lebih cepat dan berlangsung melalui media sosial.
"Ini memang lebih rumit, karena memang interaksi dengan calonya, ada calonya pasti, tapi tidak langsung, biasanya lewat socmed dan lain sebagainya dan kemudian mereka kontak-kontakkan, kemudian sudah dapat paspor, langsung difasilitasi berangkat ke luar," jelas Judha.
Terkait penanggulangan kasus TPPO, Judha memastikan negara akan menjamin hak perlindungan warganya.
Namun, ia juga mengimbau soal pentingnya pencegahan terhadap orang-orang tidak bertanggung jawab yang memanfaatkan para pekerja imigran.