Ramai #KaburAjaDulu, Ilmuwan Sastia: WNI di LN Bukan Berarti Tak Nasionalis

23 Februari 2025 16:16 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
5
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
ADVERTISEMENT
Dua pekan ke belakang ramai #KaburAjaDulu jadi perbincangan di media sosial. Gerakan ini mencerminkan kegelisahan sebagian anak muda yang memilih belajar atau berkarier di luar negeri.
ADVERTISEMENT
Namun, bagi Sastia Prama Putri, Associate Professor di Universitas Osaka, nasionalisme tak selalu diukur dari tempat tinggal.
Meski telah menghabiskan dua dekade hidupnya di Jepang, ilmuwan berprestasi itu mengaku masih setia kepada Tanah Air.
“Tetap WNI lho, masih paspor hijau,” tutur Sastia sambil tertawa, dalam diskusi eksklusif DipTalk bersama kumparan.
Peneliti jebolan ITB itu juga membuka kesempatan bagi mahasiswa Indonesia untuk menempuh pendidikan tinggi.
“Saat ini ada 10 mahasiswa Indonesia yang lagi S2 dan S3. Mereka rata-rata sudah punya posisi, baik di kampus maupun sebagai PNS. Mereka akan pulang ke Indonesia,” tambahnya.
Tagar #KaburAjaDulu menjadi trending topic di X sebulanan ini karena kekhawatiran pada kondisi dalam negeri Indonesia. Foto: Tangkapan layar X
Terkait fenomena #KaburAjaDulu, Sastia mengingatkan agar keputusan meninggalkan Indonesia jangan sekadar dijadikan tren.
“Kalau mau kabur, harus tahu mau ke mana. Apakah ke tempat yang lebih baik? Apakah ada kesempatan? Dan yang paling penting, siapkah bersaing di level global?” katanya.
ADVERTISEMENT
Menurutnya, kontribusi untuk Indonesia tak selalu berarti pulang.
“Bukan satu Sastia yang kembali, tapi 10, 20, bahkan 50 PhD di bidang teknologi yang akan pulang dan membangun negeri,” pungkas Sastia.
Sastia Prama Putri (kanan), ilmuwan Indonesia dan non-Jepang pertama penerima Ando Momofuku Award berpose dengan Mantan Perdana Menteri Jepang Junichiro Koizumi. Foto: ANTARA/HO-Sasti Prama.Putri
Sastia merupakan peneliti non-Jepang pertama yang menerima Ando Momofuku Award.
Ia menjadi salah satu dari sedikit ilmuwan perempuan yang mencapai posisi associate professor di Jepang.
Sebelum terjun ke dunia sains, ia sempat menjadi model di Indonesia.
Kini, ia berkarier di Universitas Osaka, kampus riset nomor satu di Jepang, dan terus berkontribusi dalam penelitian lintas negara, termasuk bersama ilmuwan Amerika Serikat.
Ilustrasi Paspor Indonesia. Foto: Shutterstock