Ramai-Ramai Kritik Putusan PN Jakpus soal Penundaan Pemilu

3 Maret 2023 9:06 WIB
·
waktu baca 6 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi Pemilu. Foto: Shutterstock
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi Pemilu. Foto: Shutterstock
ADVERTISEMENT
Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus) mengabulkan gugatan Partai Prima yang gagal jadi peserta Pemilu 2024. Dalam salah satu poin putusannya, PN Jakpus meminta KPU sebagai tergugat untuk menunda Pemilu 2024.
ADVERTISEMENT
Dalam proses verifikasi administrasi parpol calon peserta pemilu, Partai Prima dinyatakan tak memenuhi syarat di 22 provinsi. Prima lalu menggugat keputusan KPU ini ke Bawaslu dan diterima dengan amar putusan memerintahkan KPU memberikan kesempatan ke Prima untuk melakukan perbaikan.
Ketum Partai Prima Agus Jabo Priyanto (kiri) menyerahkan dokumen pendaftaran partai peserta Pemilu 2024 ke Ketua KPU Hasyim Asy'ari pada 1 Agustus 2022. Foto: KPU
Namun di verifikasi administrasi perbaikan itu, Prima tetap dinyatakan tak memenuhi syarat oleh KPU. Prima lalu menggugat putusan ini ke PTUN, namun ditolak karena PTUN menyatakan tak berwenang mengadili berita acara KPU yang digugat oleh Prima.
Prima lalu menggugat ke PN Jakarta Pusat dan meminta hakim menyatakan KPU telah melakukan perbuatan melawan hukum. Prima juga meminta hakim untuk mewajibkan KPU memulihkan kerugian immateriil dengan tidak melaksanakan sisa tahapan Pemilu 2024 sejak putusan dibacakan, dan proses pemilu diulang dari awal.
Tiga hakim PN Jakpus yang memutuskan gugatan Partai Prima: T Oyong, Bakri, dan Dominggus Silaban. Foto: PN Jakpus
Putusan yang diterjemahkan sebagai penundaan pemilu itu berbunyi: Menghukum Tergugat untuk tidak melaksanakan sisa tahapan Pemilihan Umum 2024 sejak putusan ini diucapkan dan melaksanakan tahapan Pemilihan Umum dari awal selama lebih kurang 2 (dua) tahun 4 (empat) bulan dan 7 (tujuh) hari;
ADVERTISEMENT
Putusan PN Jakarta Pusat ini sontak menuai kritik dari berbagai pihak, sebagai berikut:

Perludem: PN Jakpus Tak Berwenang Tunda Pemilu

Direktur Eksekutif Perludem Khoirunnisa Nur Agustyati. Foto: Dok. Pribadi
Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Khoirunnisa, menyebut PN tak berwenang untuk memutus penundaan pemilu. Menurut Khoirunnisa, seharusnya sengketa partai yang tak lolos ada di Bawaslu atau PTUN.
“Sengketa mengenai partai yang tidak lolos ini jalurnya di Bawaslu atau PTUN, bukan di PN. Jadi sebetulnya bisa saja sebetulnya diabaikan saja, tapi untuk secara prosedur memang baiknya KPU melakukan banding,” kata Khoirunnisa saat dihubungi, Kamis (2/3).
Khoirunnisa mengatakan konstitusi mengatur pemilu setiap 5 tahun sekali. Lalu UU Pemilu Pasal 431 menyebutkan soal pemilu susulan dan pemilu lanjutan yang tidak disebabkan putusan pengadilan.
ADVERTISEMENT
“Bahwa ada prasyaratnya untuk bisa menunda pemilu, yaitu kerusuhan, gangguan keamanan, bencana alam, dan gangguan lainnya yang bisa menunda tahapan pemilu. Dan itu pun ada prasyaratnya untuk bisa menetapkan penundaan Pemilu,” sambungnya.

NasDem: Kebablasan dan Tak Berwenang

Waketum NasDem Ahmad Ali memberikan keterangan pers terkait pertemuan delapan Partai Politik di Hotel Darmawangsa, Jakarta pada Minggu (8/1/2023). Foto: Iqbal Firdaus/kumparan
Wakil Ketua Umum Partai NasDem, Ahmad Ali, juga ikut berkomentar soal putusan PN Jakpus itu. Ali menilai PN Jakpus tak punya hak mengatur jadwal pemilu. Ia menyebut PN Jakpus sudah lewat batas.
"Putusan itu kebablasan karena pengadilan negeri itu tidak punya kewenangan untuk mengadili perkara ini. Pertama begini, ini kan bukan hukum privat. Tidak tepat untuk menerapkan hukum privat di hubungan relasi antara KPU dengan parpol," kata Ali saat dihubungi, Kamis (2/3).
"Karena parpol itu melaksanakan, KPU melaksanakan tahapan, itu berdasarkan perintah konstitusi. Kalau kemudian di dalam pelaksanaan perangkat penyelenggara pemilu itu kan sudah ada lembaga-lembaga," imbuh dia.
ADVERTISEMENT
Ali mengatakan, jika Partai Prima merasa dirugikan atas kebijakan KPU dalam tahapan pemilu, seharusnya disampaikan kepada Bawaslu atau PTUN.

Komisi II: UUD Atur Pemilu Tiap 5 Tahun, Jadi Jalan Terus

Wakil Ketua Umum Partai Golkar Ahmad Doli Kurniawan Tanjung, di acara Musda Golkar Sumut di Hotel JW Marriot Medan, Senin (24/2). Foto: Rahmat Utomo
Ketua Komisi II DPR RI, Ahmad Doli Kurnia, menyayangkan putusan PN Jakpus itu. Menurut Doli, itu bukanlah ranah PN, dan undang-undang telah mengatur bahwa pemilu digelar 5 tahun sekali. Sekalipun ingin dipersoalkan itu adalah ranah Mahkamah Konstitusi (MK).
"Pertama bahwa itu kan putusan itu melampaui kewenangannya, kan, pemilu ini diatur dalam UU, bahkan UUD kita mengatakan pemilu itu lima tahun sekali. Jadi, habis dari 2019 ya 2024," kata Doli saat dihubungi, Kamis (2/3).
ADVERTISEMENT
"Nah, terus kalau pun kita mau menunda pemilu, ya, atau yang dipersoalkan itu UU-nya. Nah, kalau mau mempersoalkan UU, itu ranahnya MK. Bukan ranah PN," lanjut dia.
ADVERTISEMENT
Doli juga mempertanyakan putusan itu. Sebab gugatan yang diajukan oleh Partai Prima adalah terhadap keputusan KPU, bukan penundaan pemilu.
"Kenapa keputusan KPU yang digugat tiba-tiba penundaan pemilu yang mau membatalkan UU. Nah, itu yang saya sebut bahwa dia mengambil keputusan melampaui kewenangannya," lanjut Doli.

Komisi III Minta KY Turun Tangan

Ketum PAN Zulkifli Hasan (kiri) dan Waketum NasDem Ahmad Ali (kanan) memberikan keterangan pers terkait pertemuan delapan Partai Politik di Hotel Darmawangsa, Jakarta pada Minggu (8/1/2023). Foto: Iqbal Firdaus/kumparan
Anggota Komisi III DPR, Ahmad Ali, meminta Komisi Yudisial turun tangan untuk memeriksa pelanggaran atas putusan PN Jakpus.Ali menilai PN Jakpus tak punya wewenang untuk menentukan jadwal pemilu dan sudah kebablasan.
"Harusnya Komisi Yudisial (KY) turun tangan menangani persoalan ini, karena ini urusan KPU dan parpol dibawa ke hukum perdata, gugatan perdatalah, memang ada kontrak perjanjian? Ingat, tahapan itu dilakukan KPU berdasarkan perintah konstitusi," kata Ali kepada wartawan, Kamis (2/3).
ADVERTISEMENT
"Jangan kemudian ada perangkat yang telah disiapkan oleh penyelenggara ini. Kalau ada yang salah, keliru, harus ke Bawaslu. Kalau pelanggaran etik lari ke DKPP, terus kemudian tingginya itu lari ke PTUN," imbuhnya.
Ali pun mendukung penuh keputusan KPU yang akan mengajukan banding. Ali memandang, sudah seharusnya KPU tak tunduk pada putusan ini.

Megawati Nilai Upaya Tunda Pemilu Inkonstitusional

Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri dan Sekjen PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto (kanan) berjalan menuju presidensial lounge di kompleks Istana Kepresidenan Jakarta, Rabu (15/6/2022). Foto: Akbar Nugroho Gumay/Antara Foto
Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto langsung berkonsultasi ke Ketum PDIP Megawati Soekarnoputri mengenai putusan PN Jakarta Pusat terkait gugatan yang diajukan Partai Prima.
“Ibu Megawati mengingatkan bahwa berpolitik itu harus menjunjung tinggi tata negara dan tata pemerintahan yang baik berdasarkan konstitusi dan peraturan perundang-undangan. Sekiranya ada persoalan terkait dengan undang-undang terhadap konstitusi ya ke MK, dan terkait sengketa Pemilu harus berpedoman UU Pemilu," ujar Hasto menirukan arahan Megawati, disampaikan keterangan tertulis, Kamis (2/3).
ADVERTISEMENT
Megawati juga menegaskan bahwa putusan MK yang menolak judicial review terhadap perpanjangan masa jabatan presiden dan penundaan pemilu harus menjadi rujukan.
“Atas dasar putusan MK tersebut maka berbagai upaya penundaan Pemilu adalah inkonstitusional. PDI Perjuangan sikapnya sangat kokoh, taat konstitusi, dan mendukung KPU agar Pemilu berjalan tepat waktu. Karena itulah Ibu Megawati menegaskan agar KPU tetap melanjutkan seluruh tahapan Pemilu," ujar Hasto.

Bawaslu: Tunda Pemilu Tak Bisa Cuma dengan Putusan PN

Komisioner Bawaslu DKI, Puadi. Foto: Darin Atiandina/kumparan
Anggota Bawaslu, Puadi, menyebut pihaknya sedang mengkaji dampak dari putusan PN Jakarta Pusat yang meminta KPU menunda Pemilu 2024.
"Penundaan pemilu tidak mungkin dilakukan hanya dengan adanya amar putusan Pengadilan Negeri, apalagi putusan perdata yang tidak punya sifat erga omnes," kata Puadi saat dihubungi kumparan, Kamis (2/3).
ADVERTISEMENT
Sebab, lanjutnya, di Pasal 22 E Ayat 1 dan Ayat 2 UUD 1945 sudah ditegaskan bahwa pemilu untuk memilih anggota DPR, DPD, Presiden, dan Wakil Presiden dilakukan setiap lima tahun sekali. Sehingga penundaan pemilu tidak mungkin dilakukan.
"Mengingat pemilu merupakan agenda fundamental negara, maka jika ingin menunda pemilu maka dibutuhkan perubahan UUD. UU Pemilu kita tidak mengenal penundaan pemilu, yang ada hanya pemilu susulan dan pemilu lanjutan," tegasnya.