Ramai-ramai Soroti Mutu Vaksin Nusantara

17 April 2021 8:32 WIB
comment
4
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Mantan Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto mengikuti rapat kerja dengan Komisi IX DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (10/3/2021). Foto: Sigid Kurniawan/ANTARA FOTO
zoom-in-whitePerbesar
Mantan Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto mengikuti rapat kerja dengan Komisi IX DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (10/3/2021). Foto: Sigid Kurniawan/ANTARA FOTO
ADVERTISEMENT
Polemik vaksin Nusantara besutan eks Menkes Terawan Agus Putranto masih berlanjut. Meski mendapatkan dukungan dari sejumlah tokoh, namun penelitian vaksin ini diragukan sehingga BPOM belum mengeluarkan izin untuk uji klinis fase II.
ADVERTISEMENT
Kepala BPOM Penny Lukito mengatakan, penilaian atas uji klinis fase I vaksin Nusantara diberikan sesuai standar yang berlaku.
"Itu sudah selesai di tahap kami, ya. Kami sudah menilai hasil uji klinis tahap satunya dan penilaian sudah diberikan sesuai dengan standar yang berlaku," kata Penny.
Penny juga menegaskan penilaian tersebut sifatnya final dan menunggu koreksi yang dilakukan tim peneliti. Apabila terjadi suatu hal atas penggunaan vaksin setelah penilaian uji klinis tahap I diberikan, maka BPOM tidak terlibat.
Apalagi, saat ini uji klinis fase II tengah dilakukan dengan sejumlah tokoh dan anggota DPR ikut menjadi relawan. Uji klinis dilakukan tanpa izin dari BPOM.
Kepala BPOM Penny K Lukito memberikan keterangan pers terkait pengawalan keamanan vaksin COVID-19 di Jakarta, Kamis (19/11). Foto: Rivan Awal Lingga/ANTARA FOTO
"Tentunya kami menunggu koreksi yang dilakukan. Apa yang terjadi sekarang itu di luar BPOM, ya," tuturnya.
ADVERTISEMENT
Kritik atas uji klinis fase II vaksin Nusantara yang tak berizin terus mengalir. Salah satunya dari Ketua Dewan Pertimbangan PB IDI Prof Dr dr. Zubairi Djoerban, SpPD(k).
"Tanpa bermaksud tendensius, saya ingin pihak vaksin Nusantara menjelaskan kepada publik kenapa tetap ingin melaksanakan uji klinis fase dua. Padahal BPOM belum keluarkan izin untuk itu," kata Prof Zubairi.
"Saya pribadi kesulitan meyakinkan diri atau percaya terhadap vaksin Nusantara. Pasalnya uji klinis satunya juga belum meyakinkan," lanjutnya.
Berdasarkan hasil penilaian BPOM, fasilitas produksi vaksin berbasis sel dendritik itu tidak steril dan data keamanan dan efikasi juga tidak lengkap, dan tidak memenuhi standar. Ia juga mengaku heran ketika sejumlah anggota DPR bersedia menjadi relawan vaksin Nusantara yang proses uji klinisnya belum mendapat persetujuan BPOM.
ADVERTISEMENT
"Bagi saya, tidak ada yang lebih penting selain evidence based medicine (EBM). Kalau uji klinis fase dua ini dilakukan tanpa izin BPOM, rasanya kok seperti memaksakan, ya," tutur Zubairi.
Ketua Satgas COVID-19 IDI, Zubairi Djoerban. Foto: Facebook/Zubairi Djoerban
Faktor lain yang dipermasalahkan adalah antigen dalam penelitian vaksin Nusantara diimpor dari Amerika Serikat. Ahli Biomolekuler dari Universitas Adelaide Australia, Dr Ines Atmosukarto, menjelaskan pihak pengembang vaksin Nusantara membeli antigen dari perusahaan LakePharma asal AS.
"Ini sebenarnya bukan sesuatu yang terlalu aneh, ya, karena ini masih tahap penelitian. Artinya mereka membeli bahan tersebut dari perusahaan Amerika, kalau enggak salah namanya LakePharma, kan? Mereka dapat dari LakePharma karena memang perusahaan tersebut menjualnya," kata Ines.
"Jadi kalau saya melihatnya itu bukan proses impor, ini masih tahap penelitian. Jangan dibayangkan impor besar-besaran. Bahan penelitian, sih, sebenarnya dan kita tahu hampir semua bahan penelitian yang ada di Indonesia tentunya mendapatkan bahan-bahan yang diimpor dari luar negeri. It's normal," imbuh dia.
ADVERTISEMENT
Namun, fakta bahwa antigen tersebut tidak steril adalah masalah yang harus lebih disoroti. Sebab ini sangat berbahaya, terlebih jika digunakan untuk uji klinik kepada manusia.
"Yang harus disorot adalah kualitas bahan yang dipakai dalam uji coba yang melibatkan manusia. Kalau tidak salah saya membaca, dari sertifikat yang diperoleh untuk bahan tersebut tidak terjamin bahannya steril. Uji klinik harus menggunakan bahan yang standar Good Manifacture Practice (GMP). Kalau sudah GMP tentunya steril," jelasnya.
Dr Ines Atmosukarto, ahli biomolekuler dan vaksinolog. Foto: jcsmr.anu.edu.au
Sementara itu, jubir Kemenkes dr Siti Nadia Tarmizi mengatakan kini tidak ada anggaran negara tersendiri dari Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan (Balitbangkes) untuk penelitian vaksin Nusantara. Mengapa demikian?
"Kita hanya pertemuan koordinasi saja. Kita tidak ada anggaran tersendiri," kata Nadia.
ADVERTISEMENT
Selama ini, Balitbangkes hanya berkoordinasi dengan RSUP Kariadi, Semarang. Anggaran pun, kata dia, dari sana.
"Anggaran semua di RS Kariadi. (Dengan Litbangkes) bentuknya pertemuan koordinasi saja," jelasnya.
Meski begitu, RS Kariadi Semarang kini tidak lagi dilibatkan dalam pengembangan penelitian vaksin Nusantara. Humas RSUP Kariadi Parna mengatakan, tim peneliti dari pihaknya juga tidak lagi dilibatkan dalam pengembangan vaksin tersebut.
Saat ini site research vaksin Nusantara telah diambil alih oleh pusat. Parna tak menyebut pusat yang dimaksud itu siapa.
"Memang sudah enggak ada lagi penelitiannya di RSUP Kariadi. Sudah disetop. Belum tahu (penelitian lanjut atau gimana). Tapi Intinya Kariadi enggak dipamiti, enggak diapa-apain. Intinya enggak di RSUP Kariadi lagi, tidak lagi sebagai tempat penelitian," ujar dia.
RSUP dr Kariadi Semarang. Foto: ANTARANEWS
Di sisi lain, Wakil Ketua DPR RI M. Azis Syamsuddin berharap hasil uji klinis BPOM dan standar yang berlaku benar-benar diterapkan dalam pengembangan Vaksin Nusantara.
ADVERTISEMENT
"Sejumlah epidemiolog sudah memberikan warning kepada pemerintah untuk tidak cepat mengeklaim secara berlebihan Vaksin Nusantara. Pengujian serta penilaian secara ilmiah secara transparan oleh BPOM maupun para pakar sangat penting," jelas Azis.
Infografik serba-serbi vaksin Nusantara Terawan. Foto: kumparan
Azis menyebut pengembangan Vaksin Nusantara harus didukung semua pihak. DPR dipastikan tidak akan intervensi terhadap pengembangan yang dilakukan. Meski demikian, semua pihak tidak menginginkan pengembangan yang dilakukan kontraproduktif dengan kaidah pembuatan vaksin yang berlaku.
"Jika belum memenuhi kaidah klinis, sampaikan secara transparan. Integritas Badan POM sudah teruji ketika merilis EUA untuk Sinovac. Oleh sebab itu, BPOM harapannya membantu dalam pengembangan Vaksin Nusantara. Ini dalam rangka kemandirian Indonesia di bidang farmasi," ujar Azis.
Terawan suntikkan vaksin Nusantara ke Aburizal Bakrie di RSPAD, Jumat (16/4). Foto: Lalu Mara
Sementara itu, Ketua Dewan Pembina Partai Golkar Aburizal Bakrie telah resmi menerima suntikan vaksin Nusantara. Juru bicara Aburizal Bakrie (Ical), Lalu Mara Satriawangsa, menegaskan vaksin yang diprakarsa eks Menkes Terawan Agus Putranto tersebut diterima secara gratis.
ADVERTISEMENT
"Gratis. Kan beliau relawan," kata Lalu Mara.
Ical disuntik langsung oleh Terawan di RSPAD Gatot Soebroto, Jakarta. Hingga saat ini kondisi Ical baik.
"Pak Ical disuntik vaksin Nusantara pukul 14.00 WIB tadi di RSPAD. Disuntik Pak Terawan. Kondisi beliau oke-oke saja," jelas Lalu Mara.
Lalu Mara menerangkan, semua proses hingga cek kode vaksin semuanya sudah dijelaskan kepada Ical sebelum ia disuntik vaksin Nusantara yang masih diuji coba itu. Melihat kondisi Ical sampai saat ini baik, Lalu Mara pun meminta persoalan ini tidak usah dipertentangkan.
"Pak Ical mendoakan agar apa yang dikerjakan Pak Terawan dan tim berhasil. Dan Pak Ical juga berharap vaksin-vaksin lain yang digagas putera bangsa seperti vaksin Merah Putih berhasil," tutur dia.
ADVERTISEMENT
"Kalau berhasil, kita semua yang diuntungkan. Masyarakat bisa bebas dari COVID-19. Beliau juga berharap masyarakat tetap disiplin melaksanakan prokes. Baik yang sudah di vaksin maupun belum," tutup Lalu Mara.