Ramai Tanggapan Polemik Guru Panggil Ridwan Kamil ‘Maneh’

17 Maret 2023 8:56 WIB
·
waktu baca 5 menit
Gubernur Jabar Ridwan Kamil di Gedung Sate, Jumat (13/1). Foto: kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Gubernur Jabar Ridwan Kamil di Gedung Sate, Jumat (13/1). Foto: kumparan
ADVERTISEMENT
Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil saat ini tengah menjadi sorotan publik. Polemik mencuat saat seorang guru, Muhammad Sabil (34), mengkritiknya dengan panggilan 'maneh' (bahasa sunda untuk: kamu). Kritik itu dinilai tidak sopan kepada seorang gubernur.
ADVERTISEMENT
Polemik pun terjadi. Emil, begitu Ridwan Kamil disapa, membalas dengan panggilan yang sama 'maneh'. Buntut, masalah itu, guru SMK Telkom Sekar Kemuning Kota Cirebon, itu dipecat dari sekolah.
Berbagai pihak buka suara mengomentari respons yang diberikan oleh Emil tersebut. Berikut rangkumannya.
PKB Kecewa
PKB, sebagai salah satu pengusung Ridwan Kamil di Jawa Barat, menyampaikan kekecewaan dengan cara berkomunikasi RK di media sosial.
"Ini pelajaran buat masyarakat Jabar yang santun, berarti RK dari mulai sikap politik dan tutur kalimat tidak santun. Biar semua masyarakat jangan terjebak dengan cangkang pencitraannya. RK harus terbuka dikritik," ucap Ketua DPP PKB, Cucun Ahmad Syamsurijal, kepada wartawan, Kamis (16/3).
Ketua Fraksi PKB di DPR RI itu mengingatkan RK diusung jadi gubernur oleh partai yang susah payah berjuang memenangkannya di Pilgub Jabar, yaitu PKB, NasDem dan PPP. Karena itu, jaga kepercayaan parpol.
Mantan Anggota DPR TB Hasanuddin menyambangi Gedung KPK. Foto: Adhim Mugni Mubaroq/kumparan
Pemecatan Guru Dinilai Berlebihan
ADVERTISEMENT
Anggota DPR asal Jawa Barat, Mayjen TNI (Purn) TB Hasanuddin, berkomentar soal polemik panggilan 'maneh' tersebut. Menurutnya, pemecatan Sabil hanya karena komentar tersebut berlebihan.
"Maneh itu memang kalau dipakai ke yang lebih atas, atau lebih tua, atau senior kurang pas. Biasanya anjeun, juragan, pangersa, itu halusnya. Kalau maneh, itu termasuk kasar jadi tidak pas. Jadi guru tidak pas panggil Pak Gubernur RK dengan panggilan maneh," imbuh dia.
Politikus PDIP itu berharap Sabil tak dipecat. Ia meminta pihak sekolah yang memecat Sabil lebih bijak dalam menanggapi polemik tersebut.
"Harus kita pelajari, guru orang Cirebon, paham tidak unggah bahasa halus kasar Sunda. Belum tentu. Jadi bisa jadi panggil maneh karena ketidaktahuan," ujar TB Hasanuddin.
ADVERTISEMENT
"Lalu apa dengan kesalahan panggil maneh guru tersebut harus dipecat? Menurut saya juga berlebihan. Lebih baik dibina, diberi tahu, 'Panggil yang lain, Pak Gubernur, Pak RK, jangan panggil maneh' itu cukup diberikan pelajaran," sambung dia.
Nasihat untuk Ridwan Kamil
Anggota DPRD Jawa Barat, Abdul Hadi Wijaya, menyoroti polemik Emil dan guru tersebut. Abdul Hadi menilai Emil terlalu reaktif dalam merespons netizen. Apalagi sempat menyematkan komentar Sabil yang membuatnya dikritik pengikut Emil lain.
"Kalau bijak, ada orang komentar enggak sopan delete saja, enggak usah baper. Kalau saya ya skip saja, ini properti (IG) saya. Jangan kemudian ini untuk semua orang ya terlalu reaktif, sumbu pendek," ucap Abdul Hadi kepada wartawan, Kamis (16/3).
ADVERTISEMENT
Meski begitu, Abdul Hadi menyoroti masalah utamanya bukanlah ungkapan maneh. Tapi, Sabil di postingan RK itu menanyakan soal jas berwarna kuning yang dipakai Emil dalam Zoom.
"(Maneh) Itu asap, apinya, pemantiknya ketika seorang pejabat publik tampil dengan atribut pakai baju warna partai di acara publik Zoom, itu pemicunya," kata Abdul Hadi.
Alih-alih menjelaskan jas kuning, RK justru merespons balik dengan menyebut 'ceuk maneh kumaha', lalu menyematkan (pin) komentar sang guru itu. Meski, Abdul Hadi menduga bisa saja pin komentar itu kerjaan tim medsos bukan RK langsung.
"Tapi kalau seperti ini, karier pendidikan Sabil jadi guru terdampak," ucapnya.
Wakil Ketua DPR RI Komisi X sekaligus Ketua DPP Partai Demokrat Dede Yusuf. Foto: Rachmadi Rasyad/kumparan
Dede Yusuf: Tak Semua Kritik Harus Ditanggapi
Wakil Ketua Komisi X DPR RI Fraksi Partai Demokrat Dede Yusuf juga turut berkomentar. Ia menilai komentar Sabil adalah kritik biasa yang tak perlu ditanggapi berlebihan.
ADVERTISEMENT
"Menurut saya, kritik sesuatu yang wajar dari masyarakat. Tidak perlu semua komen ditanggapi secara pribadi. Karena ada institusi pemda yang bisa menegur jika dirasa kurang pas," kata Dede Yusuf, Kamis (16/3).
"Dan ini akan menjadi 'preseden' berikutnya jika diabaikan, rakyat akan takut mengkritisi pemimpinnya," imbuh dia.
Dede Yusuf juga meminta Ridwan Kamil untuk mengembalikan pekerjaan guru tersebut. Ia menilai Sabil tak perlu sampai dipecat.
"Alangkah sangat bijaksana jika gubernur segera mengembalikan pekerjaan guru yang dipecat itu. Karena sebagai guru dengan penghasilan kecil, sangat menderita jika dia kehilangan pekerjaannya," ujar Dede.
Golkar Membela
Ketua DPD Golkar Jawa Barat, Ace Hasan Syadzily, membela Emil. Ace menuturkan, bahwa Emil telah menyampaikan klarifikasi melalui cuitan di akun Twitter pribadinya. Dia menegaskan bahwa yang memiliki kewenangan melakukan pemecatan bukanlah pemerintah provinsi.
ADVERTISEMENT
"Tetapi kewenangan [pemecatan] itu kepada Yayasan Miftahul Ulum, di mana yayasan tersebut menaungi seorang guru yang dinilai tidak memiliki etika dengan menyebut pak Emil dalam bahasa sunda yang dinilai tidak etis," kata Ace di Kantor DPP Partai Golkar, Jakarta, Kamis (15/3).
Bahkan, Ace mengatakan, kang Emil telah meminta bahwa guru itu tidak dipecat dari tempat mengajarnya.
"Saya kira sikap yang dilakukan kang Emil, dengan imbauan untuk tidak melakukan pemecatan terhadap guru tersebut sebaiknya diikuti oleh pihak yayasan di mana seorang guru itu dinilai telah melanggar etika dan kepatutan sebagai seorang guru," ucapnya.
Lebih lanjut, Ace juga meminta kepada yayasan itu untuk tidak memecat guru tersebut. Melainkan diberikan pembinaan.
"Karena bisa jadi itu bagian dari kritik yang disampaikan oleh yang bersangkutan terhadap kang Emil sebagai Gubernur Jabar," tandas dia.
Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil saat ditemui di Gedung AA Maramis Jakarta, Kamis (26/1/2023). Foto: Ghinaa Rahmatika/kumparan
Ini Klarifikasi Emil
ADVERTISEMENT
Emil kemudian memberikan klarifikasi. Dia menegaskan, bahwa dia tak pernah anti terhadap kritikan. Selama ini, dia mengaku acap kali menanggapi kritik dengan menyesuaikan situasi dan kondisinya. Apabila kritik dilayangkan tanpa fakta, maka dia akan menanggapi dengan menyodorkan data.
"Jadi seolah karena mengkritik saya diberhentikan terus saya dianggap anti-kritik, saya kira kan enggak begitu. Saya tidak anti-kritik dan terbuka terhadap kritik masuk," kata politikus Golkar ini.
Meski demikian, menurut Emil, kritik yang hendak disampaikan oleh masyarakat hendaknya dilakukan dengan mengedepankan norma kesantunan. Sebab, kata dia, apabila kata kasar dibiarkan terjadi di ruang informasi publik maka dikhawatirkan akan dicontoh anak-anak.
"Kalau Anda biarkan kekasaran itu terjadi dalam ruang informasi kita, siapa yang akan mencontoh? Murid kita, anak cucu kita, yang nanti akan menganggap dan menamai manusia dengan binatang, biasa. Itu yang harus dihindari, maka tugas guru dan tugas pemimpin menjadi teladan dalam pembangunan yang lebih beradab," ucap dia.
ADVERTISEMENT
Sementara terkait dengan dipecatnya Sabil dari sekolah, Ridwan mengaku sudah menghubungi sekolah tempat Sabil mengajar dan mengimbau agar memberi sanksi berupa peringatan saja, bukan dikeluarkan dari sekolah. Dia juga mengungkapkan bahwa pemberian sanksi terhadap Sabil diputuskan oleh pihak sekolah, bukan oleh Pemprov Jabar.
"Saya sudah telepon untuk cukup diingatkan saja," kata dia.