Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 ยฉ PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
ADVERTISEMENT
Gelombang koruptor yang mengajukan Peninjauan Kembali (PK) ke Mahkamah Agung (MA) terus mengalir. Kali ini, mantan Gubernur Banten, Ratu Atut Chosiyah, mengajukan PK dalam kasus suap terhadap eks Ketua Mahkamah Konstitusi (MK), Akil Mochtar.
ADVERTISEMENT
Atut sebelumnya dihukum 7 tahun penjara di tingkat kasasi MA lantaran terbukti menyuap Akil sebesar Rp 1 miliar.
Selain Atut, mantan Gubernur Jambi, Zumi Zola , turut mengajukan PK. Zumi. Ia sebelumnya divonis 6 tahun penjara dalam kasus suap dan gratifikasi.
Plt juru bicara KPK , Ali Fikri, mengatakan pihaknya siap menghadapi PK Ratu Atut dan Zumi Zola.
"KPK tentu siap menghadapi Permohonan PK yang diajukan oleh pihak terpidana tersebut," kata Ali dalam keterangannya, Rabu (6/1).
PK Ratu Atut sudah masuk persidangan ketiga di PN Jakarta Pusat. Sementara Zumi Zola baru memasuki persidangan perdana di PN Jakpus pada Rabu (6/1).
"Kami memahami bahwa PK adalah hak terpidana yang diatur dalam hukum acara pidana," kata Ali.
ADVERTISEMENT
"Sebagai penegak hukum, KPK juga tentu menghormati setiap putusan majelis hakim baik di tingkat pertama sampai upaya hukum luar biasa PK," sambungnya.
Namun demikian, kata Ali, banyaknya koruptor yang mengajukan PK seharusnya menjadi perhatian khusus MA. Terlebih sejak 2019, sudah puluhan koruptor yang upaya PK dikabulkan MA dan dipotong masa hukumannya.
"PK yang diajukan napi korupsi sebagian besar pada akhirnya dikabulkan MA dengan mengkoreksi terhadap putusan sebelumnya baik pertimbangan fakta, penerapan hukum maupun amar putusannya," kata Ali.
Ali mengatakan, apabila tren pengabulan PK koruptor berlanjut, dikhawatirkan kepercayaan publik terhadap lembaga peradilan semakin menurun. Sehingga, upaya pemberantasan korupsi yang dilakukan tak membuahkan hasil yang maksimal.
"Oleh karena itu jika memang banyak koreksi terhadap putusan perkara tipikor sebelumnya, kami memandang bahwa soal pembinaan teknis peradilan bagi para hakim tipikor di tingkat bawahnya sudah seharusnya juga menjadi perhatian serius pihak MA," pungkasnya.
ADVERTISEMENT