Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
ADVERTISEMENT
Salah satu poin yang diusulkan dalam revisi Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK adalah komposisi penyidik dan penyelidik KPK yang berasal dari kepolisian dan kejaksaan.
ADVERTISEMENT
Namun, Presiden Jokowi menolak poin revisi itu. Jokowi meminta tetap ada unsur independen di komposisi penyelidik dan penyidik KPK, seperti dari Aparatur Sipil Negara (ASN).
Rancangan itu juga mendapat sorotan dari kalangan masyarakat sipil. Direktur Lingkar Madani Indonesia, Ray Rangkuti, menuturkan, apabila desain rancangan revisi macam itu disahkan menjadi undang-undang, maka KPK tak akan jauh berbeda dengan Mabes Polri.
"Kalau desainnya penyidik polisi, penyelidik polisi, saya enggak tahu nanti komposisinya seperti apa. Tapi kalau dilihat, saat ini penyidik nonpolisi dan kejaksaan saja banyak diprotes, artinya kemungkinan dominannya nanti penyidik dari kepolisian, dan kejaksaan akan banyak menempati posisi penyidik dan penyelidik di KPK," kata Ray di Kantor Formappi, Jakarta Timur, Jumat (13/9).
ADVERTISEMENT
"Nah, itu yang saya sebutkan tadi istilahnya, Mabes cabang Kuningan," sambungnya.
Selain masalah unsur penyidik dan penyelidik, Ray juga menyinggung personel polisi aktif yang berkarier di luar institusi kepolisian. Di KPK, Ray melihat keterlibatan kepolisian sudah dominan.
"Karena istilah saya ini sudah KPK pura-pura, jadi pura-pura ada KPK-nya, supaya seolah-olah politisi kita itu mendukung pemberantasan korupsi. Tapi pada saat yang bersamaan, semua sayap, semua kaki, tangan, KPK sudah berpindah tempat ke institusi lain, yakni kepolisian," imbuhnya.
Bila terlanjur begitu, Ray menyebut, perlu ada penguatan kewenangan yang diberikan kepada polisi dan jaksa dalam mengusut kasus korupsi. Sehingga, kata dia, tak menutup kemungkinan adanya revisi terhadap undang-undang kepolisian.
"Seiring dengan berpindahnya tangan, sayap, kaki, ke institusi polisi atau jaksa, ya, sudah saatnya kalau begitu institusi [kepolisian] dan jaksanya harus diperkuat, dipertajam, lebih didorong untuk masuk ke isu-isu korupsi itu," tutupnya.
ADVERTISEMENT
Presiden Jokowi sebelumnya telah menyepakati revisi UU KPK inisiatif DPR dan telah mengirimkan surat ke DPR. Surat presiden itu menandakan Jokowi akan menunjuk kementerian terkait untuk membahas Revisi UU tersebut bersama DPR.
Hanya saja, dalam draf revisi yang ia terima, Jokowi mengaku ada 4 poin yang tidak ia sepakati. Salah satunya soal penyidik dan penyelidik KPK yang berasal dari polisi dan jaksa.
"Penyelidik dan penyidik KPK bisa juga berasal dari unsur ASN yang diangkat dari pegawai KPK maupun instansi pemerintah lainnya. Tentu saja harus melalui prosedur rekruitmen yang benar," ujar Jokowi dalam konferensi pers di Istana Kepresidenan, Jakarta, Jumat (13/9).
Sementara tiga poin lainnya adalah perlu adanya izin dari pengadilan untuk penyadapan, penuntutan yang harus berkoordinasi dengan Kejaksaan Agung untuk penuntutan, serta pengelolaan laporan harta kekayaan penyelenggara negara (LHKPN) yang diurus lembaga selain KPK.
ADVERTISEMENT
Jokowi menyetujui dua poin dalam revisi UU KPK. Yakni, soal pembentukan Dewan Pengawas dan pegawai KPK harus berstatus ASN.
Ketua KPK Agus Rahardjo menegaskan institusinya menolak keras revisi tersebut. Agus menilai revisi itu justru melemahkan agenda pemberantasan korupsi.
"Kami harus menyampaikan kepada publik bahwa saat ini KPK berada di ujung tanduk," ujar Agus dalam konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Kamis (5/9).
"Bukan tanpa sebab. Semua kejadian dan agenda yang terjadi dalam kurun waktu belakangan ini membuat kami harus menyatakan kondisi yang sesungguhnya saat ini," lanjutnya.