RCTI dan iNews Tegaskan Gugatan ke MK Tak Sasar Content Creator

31 Agustus 2020 13:02 WIB
Ilustrasi YouTube. Foto: REUTERS/Dado Ruvic
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi YouTube. Foto: REUTERS/Dado Ruvic
ADVERTISEMENT
Dua stasiun televisi swasta, RCTI dan iNews, mengklarifikasi gugatan terhadap UU Penyiaran di Mahkamah Konstitusi (MK) yang membuat resah masyarakat, khususnya content creator.
ADVERTISEMENT
Keresahan tersebut timbul usai Dirjen Penyelenggaraan Pos dan Informatika (PPI) Kominfo, Ahmad M Ramli, sebagai perwakilan pemerintah menyampaikan tanggapannya terhadap gugatan itu dalam sidang MK pada Rabu (26/8).
Ramli menyatakan, apabila gugatan tersebut dikabulkan, lembaga-lembaga yang memiliki kanal di media sosial, termasuk perorangan, harus memiliki izin menjadi lembaga penyiaran apabila ingin live streaming.
RCTI dan iNews pun menjawab simpang siur gugatan UU Penyiaran melalui podcast di kanal YouTube Deddy Corbuzier. Direktur Legal MNC Media, Chris Taufik, menyatakan gugatan yang mereka ajukan bukan menyasar content creator, melainkan entitas korporasi seperti YouTube, Instagram, Facebook, Netflix dll.
"Jadi permohonan kita kalau dibaca benar-benar yang kita omongin OTT atau Over The Top. OTT itu korporasi yang menyalurkan konten lewat internet," ujar Taufik.
Ilustrasi internet Foto: pixabay
ADVERTISEMENT
Taufik menyatakan, RCTI dan iNews hanya menginginkan entitas OTT termasuk dalam lembaga penyiaran layaknya TV sesuai Pasal 1 angka 2 UU Penyiaran. Sehingga apabila termasuk lembaga penyiaran, OTT harus mematuhi aturan dalam penyiaran seperti Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Penyiaran (P3SPS).
"Orang kalau dirikan PT di Indonesia ada aturannya. Sekarang kalau YouTube mendirikan PT di Indonesia aturannya kan enggak ada, itulah yang mesti diatur," ucapnya.
Taufik menambahkan, keuntungan apabila OTT termasuk dalam bidang penyiaran yakni masyarakat bisa mengadukan konten yang tak sesuai ke Komisi Penyiaran Indonesia.
"Untungnya buat masyarakat punya saluran. Contoh TV kalau ada yang enggak suka dengan siaran kita masyarakat bisa mengadu ke KPI. Tapi kalau di OTT masyarakat mengadu ke mana? ke polisi dipidana atau blokir," ucapnya.
ADVERTISEMENT
Sementara itu Direktur Program & Akuisisi RCTI, Dini Putri, mengatakan apabila gugatan tersebut dikabulkan bisa membuat entitas OTT lebih bertanggung jawab terhadap konten yang dihasilkan.
Suasana jalannya sidang lanjutan uji materi Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2017 tentang Perlindungan Pekerja Migran Indonesia di ruang sidang pleno Gedung Mahkamah Konstitusi (MK), Jakarta, Senin (10/8). Foto: M Risyal Hidayat/ANTARA FOTO
Ia mencontohkan apabila Deddy Corbuzier dalam acaranya di TV dinilai melanggar pedoman penyiaran, pihak TV yang bakal mendapat teguran.
"Misalnya Deddy ada acara di Trans7, yang ditegur (KPI) bukan Deddy, tapi TV. Karena TV yang bertanggung jawab terhadap konten yang disajikan. Begitu pula OTT, siapa pun OTT kalau punya program apa pun, mereka bertanggung jawab terhadap isinya," ucap Dini.
Dini berharap penjelasannya bisa membuat masyarakat mengerti isi gugatan RCTI dan iNews di MK. Ia kembali menegaskan substansi gugatan RCTI dan iNews tak bermaksud menghambat content creator dalam memproduksi konten, termasuk ketika live.
ADVERTISEMENT
"Kita tidak bicara itu sama sekali (content creator harus izin kalau live streaming, -red). Menurut kita ini (yang diperdebatkan di luar dari substansi awal kita bicarakan," tutup Dini.