Refleksi Reformasi: Sikap Kritis Masyarakat Redup dan Pemerintah Bungkam Publik

22 Mei 2020 16:20 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Refleksi 20 Tahun Reformasi di Istana Foto: Fitra Andrianto/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Refleksi 20 Tahun Reformasi di Istana Foto: Fitra Andrianto/kumparan
ADVERTISEMENT
Sudah 22 tahun Indonesia memasuki masa reformasi setelah rezim Orde Baru tumbang pada Mei 1998. Namun, aktivis 1998 menilai masih banyak PR yang harus dikerjakan pemerintah agar demokrasi dapat berjalan dengan baik.
ADVERTISEMENT
Mantan pegiat HMI yang juga akvitis 1998, Herzaky Mahendra Putra, menilai pascareformasi praktik demokrasi di Indonesia sudah semakin baik dilakukan. Menurutnya, dari 6 gagasan besar yang sempat disampaikan mahasiswa pada Mei 1998, ada 2 poin yang menjadi catatan pemerintah saat ini.
"Terkait pemberantasan KKN dan penegakan supremasi hukum, ini nilai C-," kata Herzaky dalam Forum Diskusi Salemba 'Refleksi 22 Tahun Demokrasi: Dulu, Sekarang, dan Masa Depan' secara virtual, Jumat (22/5).
Herzaky mengatakan, nilai C- itu diberikan berdasarkan indeks demokrasi Indonesia yang dipantau oleh Freedom House. Ia menyebut selama tahun 2014-209, indeks demokrasi Indonesia turun signifikan.
Aksi demonstrasi di kawasan Gedung Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) di Jakarta pada 21 Mei 2019. Foto: AFP/Adek Berry
"Dari yang statusnya bebas menjadi bebas sebagian. Nilainya terus menurun sejak 2017," ungkapnya.
ADVERTISEMENT
Salah satu hal yang menjadi faktor menurunnya indeks demokrasi Indonesia adalah semakin melemahnya kebebasan dan dibungkamnya sikap kritis masyarakat.
"Yang lemahnya redupnya sikap kritis masyarakat sipil dan membungkam publik. Tempo saat itu memberikan masukan kepada Jokowi, tahu-tahu diserang habis-habisan. Lalu aktivis masyarakat sipil yang saat itu sedang mempublikasikan kebijakan pemerintah setempat yang enggak tepat, kemudian data-data pribadinya dipublikasikan," jelasnya.
Tidak hanya itu, tergerusnya sikap kritis publik juga terlihat dari banyaknya buzzer politik yang langsung menyerang ketika masyarakat menyampaikan kritik kepada pemerintah.
"Hari ini opini publik didominasi buzzer dan politik uang. Kalau dulu kebebasan sipil kita bisa dipanggil ke Kodim, setelah itu hilang. Sekarang momok kita adalah buzzer. Kita kritis sedikit langsung ramai nyerang," lanjutnya lagi.
ADVERTISEMENT
Selain itu, hal lain yang masih perlu menjadi catatan adalah penegakan hukum di Indonesia. Menurutnya, masih banyak oknum-oknum yang sangat sulit ditangkap dan diadili, sementara masyarakat mudah ditangkap dan diadili.
"Pemberantasan KKN sama persis. sama-sama C-. Pelemahan KPK sudah terjadi di tahun lalu, sekarang OTT sedikit. Sekarang enggak lihat ada gebrakannya. Ini jadi PR besar kita. Ini bisa masuk era post democracy di mana keterlibatan masyarakat terbatas," tuturnya.
Meski demikian, Herzaky juga memberikan catatan baik terhadap amandemen konstitusi, penghapusan dwifungsi ABRI, dan otonomi daerah. Herzaky menilai amandemen konstitusi yang paling sukses karena berhasil mengatur masa jabatan presiden.
"Pilpres langsung adalah keberhasilan terbesar demokrasi. Ini harus dijaga. Pilpres langsung harus ini dipertahankan. Jangan sampai digoda yang ingin mengembalikan ke Orde Baru. Yang kedua adalah pembatasan periode presiden maksimal dua kali. Kemarin Pak SBY dua kali, sekarang Pak Jokowi dua kali," ujarnya.
ADVERTISEMENT
"Jangan sampai kita mengkhianati cita-cita demokrasi. Jadi kalau mau ada perubahan lagi ini gerak mundur," pungkasnya.
==========
Simak panduan lengkap corona di Pusat Informasi Corona. Yuk! bantu donasi atasi dampak corona.