Refly Harun Harap MK Tolak Gugatan RCTI-iNews: Jaga Kemerdekaan di Medsos

31 Agustus 2020 16:58 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Refly Harun pada acara Focus Group Discussion (FGD) Konstitusi di Hotel Ashley, Jakarta, Rabu (13/2). Foto: Jamal Ramadhan/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Refly Harun pada acara Focus Group Discussion (FGD) Konstitusi di Hotel Ashley, Jakarta, Rabu (13/2). Foto: Jamal Ramadhan/kumparan
ADVERTISEMENT
Pakar Hukum Tata Negara, Refly Harun, turut berkomentar mengenai gugatan RCTI dan iNews terhadap UU Penyiaran di Mahkamah Konstitusi (MK). Refly menilai gugatan tersebut berpotensi mengekang kebebasan berpendapat di platform media sosial.
ADVERTISEMENT
Ia berpendapat demikian berdasarkan pernyataan Dirjen Penyelenggaraan Pos dan Informatika (PPI) Kominfo, Ahmad M Ramli, di sidang MK pada Rabu (26/8). Dalam sidang itu, Ramli menyatakan apabila gugatan tersebut dikabulkan, lembaga-lembaga yang memiliki kanal di media sosial, termasuk perorangan, harus memiliki izin menjadi lembaga penyiaran apabila ingin live streaming.
Refly berharap MK menolak gugatan tersebut agar kemerdekaan berpendapat di media sosial tetap tercipta.
"Mudah-mudahan MK tidak mengabulkan permohonan ini. Sehingga kebebasan bermedsos tetap kita dapatkan," ujar Refly melalui kanal YouTube miliknya.
Ilustrasi YouTube. Foto: REUTERS/Dado Ruvic
Refly yang aktif menyampaikan opini melalui YouTube mengatakan, platform media sosial telah memberikan kesempatan kepada seluruh pihak dalam menyampaikan pandangannya. Sehingga ia khawatir apabila gugatan tersebut diterima, content creator tak bakal bisa bebas seperti saat ini dalam berkreasi dan menyampaikan gagasan.
ADVERTISEMENT
"Kalau jadi insan penyiaran yang harus bangun lembaga penyiaran, transmisi, gedung, dan lain-lain itu hanya konglomerat yang bisa," ucap Refly.
"Ujung-ujungnya kalau diharuskan mendaftar dan mendapat izin, ujung-ujungnya ada kontrol dari medsos. Padahal medsos sekarang alat efektif untuk menyampaikan ide dan gagasan, termasuk yang berseberangan dengan pemerintah," lanjutnya.
Refly menilai apabila yang dikhawatirkan ialah konten yang bermasalah seperti mengandung ujaran kebencian hingga SARA, hal tersebut menjadi tanggung jawab masing-masing content creator.
"Ketika mengkritik pemerintah dan pihak lain, berbicara sesuai koridor hukum, bukan sebebas-bebasnya. Jadi siapa bilang tanpa izin kita bisa seenaknya, harus tetap sesuai tanggung jawab sosial. Semakin orang itu membesar medianya pasti kesadarannya tumbuh, ada self cencorship. Kalau tidak bisa digugat orang dan masuk penjara," jelasnya.
Suasana jalannya sidang lanjutan uji materi Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2017 tentang Perlindungan Pekerja Migran Indonesia di ruang sidang pleno Gedung Mahkamah Konstitusi (MK), Jakarta, Senin (10/8). Foto: M Risyal Hidayat/ANTARA FOTO
Gugatan RCTI dan iNews tersebut mendapat reaksi keras dari warganet. Terbukti munculnya beberapa petisi yang meminta MK menolak gugatan RCTI-iNews di change.org. Salah satunya petisi berjudul 'Tolak Gugatan RCTI! Siapa Aja Bebas Tampil Live di Medsos' yang dibuat Dara Nasution. Petisi tersebut sudah ditandatangani 2.600 netizen.
ADVERTISEMENT
Dalam petisinya, Dara Nasution menyatakan gugatan RCTI-iNews mengancam warganet tak bisa lagi menggunakan fitur Instagram TV, Instagram Live, Facebook Live, dan YouTube Live.
Berikut isi petisinya:
Teman-teman, kita terancam gak bisa lagi pakai fitur Instagram TV, Instagram Live, Facebook Live, Youtube Live dan konten.
RCTI dan Inews menggugat dan ajukan uji materi UU penyiaran ke Mahkamah Konstitusi agar yang bisa siaran live di medsos hanya lembaga atau perorangan yang punya badan usaha dan badan hukum. Artinya orang-orang biasa kayak kita nih nggak bisa live lagi di medsos!
Menurut RCTI dan Inews, definisi penyiaran itu juga termasuk fitur media sosial seperti Instagram TV, Instagram Live, Facebook Live, Youtube Live.
Tapi sesat banget nih pola pikir mereka. Kan beda banget media penyiaran yang pakai frekuensi publik sama media sosial.
ADVERTISEMENT
Karena media yang memakai frekuensi publik itu jumlahnya emang terbatas, sehingga harus digunakan seluas-luasnya untuk kepentingan publik. Sementara medsos kan nggak pakai frekuensi publik yang terbatas itu.
Kalau banyak orang beralih ke medsos dan nggak lagi nonton TV, jangan salahin medsosnya dong. Harusnya mereka lebih introspeksi diri, apakah selama ini tayangan mereka udah bagus dan mendidik publik? Orang lari ke medsos karena bosen siaran TV yang nggak ada peningkatan kualitas selama bertahun-tahun.
Kalau gugatan RCTI dan Inews itu dikabulkan MK, kita bisa dipenjara kalau upload Instagram Live! Serem nggak siaran aja disamain sama kriminal?
Nggak cuma fitur medsos seperti Instagram Live dan lainnya, Youtube dan Netflix pun juga kena imbas kalau gugatan RCTI dan Inews ini dikabulkan MK.
ADVERTISEMENT
Oleh karena itu, dukung petisi ini agar Mahkamah Konstitusi menolak gugatan RCTI dan INews untuk membatasi publik menggunakan fitur live di media sosial.
Kalau yang bisa siaran dibatasi hanya yang punya izin penyiaran, akan berdampak pada terhambatnya pertumbuhan ekonomi kreatif dan digital kita. Juga menghambat kebebasan berekspresi masyarakat. Belum lagi kita nanti dikatain cupu sama negara-negara lainnya kan.
Salam,
Dara Nasution