Refly Harun: Keturunan PKI Masuk TNI Benar, tapi Secara Sosiologis Kurang Tepat

3 April 2022 11:59 WIB
·
waktu baca 2 menit
Peserta seleksi calon Hakim Mahkamah Konstitusi (MK) Refly Harun mengikuti uji kelayakan dan kepatutan calon Hakim MK oleh Komisi III DPR. Foto: ANTARA FOTO/Indrianto Eko Suwarso
zoom-in-whitePerbesar
Peserta seleksi calon Hakim Mahkamah Konstitusi (MK) Refly Harun mengikuti uji kelayakan dan kepatutan calon Hakim MK oleh Komisi III DPR. Foto: ANTARA FOTO/Indrianto Eko Suwarso
ADVERTISEMENT
Pakar Hukum Tata Negara, Refly Harun, menilai keputusan Jenderal TNI Andika Perkasa yang memperbolehkan keturunan Partai Komunis Indonesia (PKI) masuk ke TNI tidak menyalahi aturan hukum.
ADVERTISEMENT
“Kalau kita bicara mengenai legal formal, apa yang dikatakan Panglima TNI Jenderal Andika tidak salah, tidak keliru. Jangankan anak keturunan PKI, mantan anggota PKI dan organisasi afiliasinya saja bisa masuk TNI. Tapi kan tidak mungkin karena mereka pasti sudah berusia,” kata Refly dalam akun Youtubenya, Minggu (3/4).
Namun, ia menyayangkan hal itu diucapkan Andika, terlebih saat ini tidak ada yang mempermasalahkan soal keturunan PKI dan tidak ada gugatan ke Mahkamah Konstitusi soal pelarangan keturunan PKI untuk masuk ke TNI.
Panglima TNI Jenderal Andika Perkasa menggelar rapat dengan seluruh jajaran panitia pusat penerimaan prajurit TNI tahun anggaran 2022, Rabu (30/3/2022). Foto: Instagram/@jenderaltniandikaperkasa
Refly pun mencontohkan kebiasaan yang terjadi dalam pilpres. Menurutnya, Undang-Undang tidak mengatur presiden harus berasal dari agama atau suku tertentu, namun pada kenyataannya akan terdapat resistensi di masyarakat apabila muncul presiden yang berasal dari agama dan suku tertentu.
ADVERTISEMENT
“Ada beberapa hal yang kadang-kadang kita tidak perlu omongkan tapi secara sosiologis itu it happens. Misal, katakanlah Presiden Indonesia dari agama tertentu atau dari suku tertentu misalnya. Tidak mungkin peraturan perundang-undangan membuat aturan seperti itu,” jelas dia.
“Tapi seperti sudah menjadi kode pemilu sendiri bahwa memang selain agama tertentu barangkali bukan karena dilarang Undang-Undang tapi karena secara sosiologis itu tertolak sehingga mereka yang kebetulan tidak beragama itu misalnya sudah tahu diri terlebih dulu untuk tidak mencalonkan diri,” lanjutnya.
Karenanya, ia menilai ucapan Andika soal keturunan TNI kurang tepat secara sosiologis dan menganggap hal tersebut lebih cocok disuarakan legislator di parlemen sebagai penyusun regulasi.
“Seorang Panglima TNI menurut saya tidak tepat timingnya untuk ngomong soal itu secara terus terang karena itu adalah porsi seorang, katakanlah, politisi, legislator untuk memperjuangkan penghapusan segala bentuk diskriminasi atau memberikan ruang kepada anak keturunan PKI dalam sebuah regulasi yang explicitly menyatakan hal tersebut,” sebut Refly.
ADVERTISEMENT
“Secara hukum (Andika) tidak salah. Secara sosiologis yang mungkin kurang tepat dan secara politik juga kurang tepat,” tandasnya.