Refly Harun: Pemerintah Hindari Lockdown karena Tak Ingin Tanggung Hidup Rakyat

31 Maret 2020 13:16 WIB
comment
102
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Refly Harun pada acara Focus Group Discussion (FGD) Konstitusi di Hotel Ashley, Jakarta, Rabu (13/2). Foto: Jamal Ramadhan/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Refly Harun pada acara Focus Group Discussion (FGD) Konstitusi di Hotel Ashley, Jakarta, Rabu (13/2). Foto: Jamal Ramadhan/kumparan
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Hampir sebulan sejak kasus pertama diumumkan, belum ada tanda-tanda pasien positif virus corona berkurang. Bahkan kasus positif terus bertambah tiap hari. Berdasarkan catatan pemerintah per Senin (30/3), kasus positif corona mencapai 1.414 pasien, 75 di antaranya sembuh dan 122 orang meninggal.
ADVERTISEMENT
Meski kasus terus bertambah, pemerintah belum menerapkan lockdown atau karantina wilayah sesuai UU Kekarantinaan Kesehatan. Presiden Jokowi lebih memilih menetapkan status Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) demi menekan wabah corona.
Langkah pemerintah yang menghindari lockdown itu bukan tanpa sebab. Pakar Hukum Tata Negara, Refly Harun, menilai pemerintah menghindari lockdown karena tak ingin menanggung kebutuhan dasar masyarakat selama karantina.
"Kalau menyuruh orang di rumah, katakanlah mau menerapkan karantina wilayah. UU Kekarantinaan (Kesehatan) mengatakan pemerintah pusat harus bertanggung jawab untuk memenuhi kebutuhan dasar manusia dan hewan peliharaan di daerah karantina itu. Nah ini sepertinya pemerintah mau hindari," ujar Refly saat dihubungi, Selasa (31/3).
Presiden Joko Widodo memimpin rapat terbatas terkait antisipasi mudik Lebaran melalui telekonferensi bersama jajaran terkait dari Istana Kepresidenan Bogor. Foto: BPMI Setpres/Muchlis Jr
Pasal 55 UU Kekarantinaan Kesehatan memang mewajibkan pemerintah menanggung hidup rakyat jika menerapkan karantina wilayah. Pasal itu berbunyi:
ADVERTISEMENT
(1) Selama dalam Karantina Wilayah, kebutuhan hidup dasar orang dan makanan hewan ternak yang berada di wilayah karantina menjadi tanggung jawab Pemerintah Pusat.
(2) Tanggung jawab Pemerintah Pusat dalam penyelenggaraan Karantina Wilayah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan melibatkan Pemerintah Daerah dan pihak yang terkait.
Adapun kebutuhan dasar yang dimaksud terdapat dalam Pasal 8 UU tersebut yang berbunyi:
Setiap Orang mempunyai hak mendapatkan pelayanan kesehatan dasar sesuai kebutuhan medis, kebutuhan pangan, dan kebutuhan kehidupan sehari-hari lainnya selama Karantina.
Hal inilah, kata Refly, yang dihindari pemerintah sehingga hanya sebatas menetapkan PSBB. Sebab dalam ketentuan PSBB, tak diatur kewajiban bagi pemerintah menanggung biaya hidup masyarakat.
"Kalau cuma PSBB di situ (UU Kekarantinaan Kesehatan) tidak ada kewajiban pemerintah untuk memenuhi kewajiban misal bahan pokok dan lain-lain, tapi kalau dilakukan karantina wilayah wajib," ucap Refly.
Sejumlah pembatas dipasang untuk menutup jalan ke arah Alun-alun Kota Tegal, Jawa Tengah. Foto: ANTARA FOTO/Oky Lukmansyah
Refly menilai, kebijakan PSBB tak optimal dalam menekan penyebaran corona. Sebab masyarakat yang bekerja di sektor informal mau tidak mau harus tetap bekerja demi bertahan hidup. Untuk itu, Refly berpandangan opsi lockdown yang paling pas demi menekan wabah ini.
ADVERTISEMENT
"Persoalannya pemerintah ingin masyarakat di rumah saja. Tapi bagaimana pekerja di sektor informal. Kalau dia di rumah, enggak dapat penghasilan," kata Refly.
"Pemerintah harus betul-betul menerapkan lockdown. Orang disuruh di rumah, kebutuhan dipasok. Tapi kalau misal supermarket buka, kendaraan umum masih operasi sama juga bohong. Ini yang menurut saya pemerintah lari dari tanggung jawab," tutupnya.
***
kumparanDerma membuka campaign crowdfunding untuk bantu pencegahan penyebaran corona virus. Yuk, bantu donasi sekarang!