Refly Harun: Presidential Threshold 20% Demokrasi Percukongan

21 September 2020 14:49 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Peserta seleksi calon Hakim Mahkamah Konstitusi (MK) Refly Harun mengikuti uji kelayakan dan kepatutan calon Hakim MK oleh Komisi III DPR. Foto: ANTARA FOTO/Indrianto Eko Suwarso
zoom-in-whitePerbesar
Peserta seleksi calon Hakim Mahkamah Konstitusi (MK) Refly Harun mengikuti uji kelayakan dan kepatutan calon Hakim MK oleh Komisi III DPR. Foto: ANTARA FOTO/Indrianto Eko Suwarso
ADVERTISEMENT
Pakar Hukum Tata Negara Refly Harun berupaya memperjuangkan penghapusan presidential threshold dari 20 persen menjadi 0 persen di Pilpres 2024. Refly Harun menjadi kuasa hukum Rizal Ramli yang menggugat penghapusan presidential threshold ke Mahkamah Konstitusi.
ADVERTISEMENT
Refly Harun menilai, sudah saatnya syarat pencalonan presiden tidak dibatasi karena selama ini presidential threshold 20 persen lebih banyak memberikan dampak buruk daripada manfaat.
"Presidential threshold itu banyak mudaratnya dibandingkan manfaat," kata Refly Harun dalam channel YouTubenya, Senin (21/9).
"Insyaallah karena kalau niatnya baik mudah-mudahan Allah yang mahakuasa akan menolong kita semua. Kenapa? Ya sesungguhnya ini kan ulah dari elite-elite politik oligarki. Kalau saya katakan Presiden Amerika cuma 2 calon, ya dia 2 calon tapi hasil sebuah konvensi kalau di kita kan enggak," lanjutnya.
Refly menilai tak ada alasan lagi mempertahankan syarat presidential threshold sebesar 20 persen. Untuk itu, ada sejumlah pertimbangan yang menjadi landasannya mengajukan gugatan tersebut.
Pertama adalah hilangnya hak konstitusional di Pilpres 2024 bagi 6 parpol yang sudah mengikuti Pileg di 2019 yaitu PKPI, Garuda, PSI, Perindo, Berkarya, PBB.
Petugas menyemprotkan cairan disinfektan di gedung Mahkamah Konstitusi (MK), Jakarta, Jumat (24/7/2020). Foto: ADITYA PRADANA PUTRA/ANTARA FOTO
"Jadi ada 6 partai potensial akan kehilangan hak konstitusi paling tidak separuhnya. Mereka tak bisa mencalonkan karena mereka tak memiliki kursi dan ini jelas-jelas pelanggaran konstitusional karena menghilangkan hak konstitusional yang sudah diberikan konstitusi," ujarnya.
ADVERTISEMENT
Selain itu dia juga merujuk pernyataan dari mantan Ketua MK Jimly Asshiddiqie bahwa dengan adanya ambang batas tersebut secara tak langsung melanggar aturan soal pencapresan dua putaran.
"Dia (Jimly) mengatakan bahwa setelah dua kali pelaksanaan pilpres pada tahun 2014 dan 2019, maka sesungguhnya ketentuan PT itu potensial melanggar pasal mengenai pilpres 2 putaran," ujarnya.
"Jadi ada pelanggaran konstitusi di sana, yaitu desain pilpres 2 putaran dengan memaksa calonnya 2 saja. Jadi 2 alasan ini, alasan baru dan faktual," lanjut Refly.
Di samping itu, Refly menilai presidential threshold 20 persen mendukung sistem demokrasi kriminal. Sehingga, perlu dihentikan dan diganti dengan demokrasi yang sebenarnya.
"Demokrasi kriminal, demokrasi percukongan, pembelian calon oleh cukong dalam pilpres bisa kita akhiri dan kita menatap 2024 dengan optimistis karena jalur demokrasinya jauh lebih terbuka," ujarnya.
ADVERTISEMENT