Rehab Atap Rumah Dinas Gubernur DKI Tak Perlu Pakai Kayu Jati Asli

10 Oktober 2019 12:43 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Rumah Dinas Gubernur DKI Jakarta Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Rumah Dinas Gubernur DKI Jakarta Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Pemprov DKI Jakarta berencana merehabilitas rumah dinas Gubernur DKI Jakarta dengan anggaran Rp 2,4 miliar di tahun 2020.
ADVERTISEMENT
Ketua Tim Sidang Pemugaran DKI Jakarta Bambang Eryudhawan menuturkan, saat ini proses rencana pembangunan belum sampai pada tahap konsultasi lantaran anggaran rehabilitasi masih disusun.
Bambang mengatakan, sebelum pembangunan, Pemprov DKI akan melakukan berkonsultasi untuk merehabilitasi rumah dinas yang merupakan salah satu cagar budaya. Apalagi, rehabilitasi direncanakan menggunakan kayu jati asli untuk atap rumah yang rusak.
Meski begitu, menurutnya, rehabilitasi atap tidak perlu menggunakan kayu jati. Ia menyebut, kayu jati dapat digantikan dengan baja yang memiliki kekuatan sama.
Rumah Dinas Gubernur DKI Jakarta Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan
"Ya sebenarnya enggak perlu diganti kayu jati nggak apa-apa, pakai aja baja. Kan enggak kelihatan. Lagipula kan yang penting bisa lebih kuat ya, umurnya jadi lebih panjang, kecuali kalau material itu nampak," kata Bambang kepada wartawan, Kamis (10/10).
ADVERTISEMENT
Bambang mengaku pihaknya belum melihat seperti apa kondisi rumah dinas yang akan direhabilitasi. Untuk itu, ia akan berkomunikasi dengan Dinas Cipta Karya untuk memastikan proses rehabilitasi berjalan sesuai dengan kebutuhan.
"Saya tentunya harus lihat dulu ya ke lokasi. Jadi mungkin setelah diskusi ini saya bisa kontak Kepala Dinas Cipta Karya untuk memastikan sebelum semuanya terlambat. Sehingga kegiatan tahun depan berjalan dengan lancar," tuturnya.
Terlebih, ia tak ingin rehabilitasi justru merusak tatanan cagar budaya yang ada. Bambang berharap agar anggaran dapat menyesuaikan dengan kebutuhan yang ada.
"Bisa saja melanggar kaidah kelestarian, dan itu biasanya disidang kita anjurkan diubah. Tapi kadang-kadang ketemu jalan buntu karena anggaranya bilang enggak bisa diubah, nah ini persoalan barangkali," kata Bambang.
ADVERTISEMENT
"Mudah-mudahan anggarannya longgar sehingga perubahan bisa dilakukan. Karena belum tentu yang diplot di anggaran cocok," tutupnya.