Rekayasa Kasus Masuk Draf Final RKUHP, Ancaman Pidana Maksimal 9 Tahun Bui

24 November 2022 18:39 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi tahanan di penjara. Foto: Shutter Stock
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi tahanan di penjara. Foto: Shutter Stock
ADVERTISEMENT
Kemenkum HAM setuju memasukkan pasal mengenai rekayasa kasus dalam Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP). Pemerintah mengakomodasi pasal ini dengan mereformulasi pasal 278-280 dalam draf final RKUHP 24 November 2022 sesuai usul Komisi III dan Koalisi Sipil.
ADVERTISEMENT
"Rekayasa kasus kita masukkan dalam tindak pidana terhadap produk peradilan bagian peningkatan proses peradilan," kata Wakil Menteri Hukum dan HAM (Wakenkumham) Edward Omar Sharif Hiariej dalam rapat bersama Komisi III DPR, Kamis (24/11).
Pasal 278 draf RKUHP berisi 3 ayat. Pasal ini mengatur hukuman pidana bagi setiap orang yang menyesatkan proses peradilan dengan pidana paling lama 6-9 tahun.
Salah satu poin dalam pasal ini menyebutkan bahwa perbuatan penyesatan proses peradilan di antaranya memalsukan, membuat, atau mengajukan bukti palsu untuk dipergunakan dalam proses peradilan bisa dipidana. Selain itu, setiap orang yang mengubah, merusak, menyembunyikan, menghilangkan, atau menghancurkan alat bukti juga terancam pidana.
Berikut bunyinya:
Pasal 278
(1) Dipidana karena penyesatan proses peradilan dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun atau pidana denda paling banyak kategori V, Setiap Orang yang:
ADVERTISEMENT
a. memalsukan, membuat, atau mengajukan bukti palsu untuk dipergunakan dalam proses peradilan;
b. mengarahkan saksi untuk memberikan keterangan palsu di sidang pengadilan;
c. mengubah, merusak, menyembunyikan, menghilangkan, atau menghancurkan alat bukti;
d. mengubah, merusak, menyembunyikan, menghilangkan, atau menghancurkan Barang, alat, atau sarana yang dipakai untuk melakukan Tindak Pidana atau menjadi obyek Tindak Pidana, atau hasil yang dapat menjadi bukti fisik dilakukannya Tindak Pidana, atau menariknya dari pemeriksaan yang dilakukan Pejabat yang berwenang setelah Tindak Pidana terjadi; atau
e. menampilkan diri seolah-olah sebagai pelaku Tindak Pidana, sehingga yang bersangkutan menjalani proses peradilan pidana.
(2) Dalam hal Tindak Pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan:
a. dalam proses peradilan, dipidana dengan pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun 6 (enam) bulan atau pidana denda paling banyak kategori VI.
ADVERTISEMENT
b. oleh aparat penegak hukum atau petugas pengadilan, dipidana dengan pidana penjara paling lama 9 (sembilan) tahun atau pidana denda paling banyak kategori VI.
(3) Apabila perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) mengakibatkan seseorang:
a. yang seharusnya bersalah, dinyatakan tidak bersalah;
b. yang seharusnya tidak bersalah, dinyatakan bersalah; atau
c. dikenakan pasal yang lebih ringan atau lebih berat dari yang seharusnya, pidananya dapat ditambah 1/3 (satu per tiga) dari pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (2).
Komisi III DPR bersama pemerintah menyetujui pengesahan Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) pada tingkat I pada Kamis (24/11/2022). Foto: Zamachsyari/kumparan
Ketentuan serupa sudah diatur dalam Pasal 318 KUHP/Pasal 438 RUU KUHP, Bagian Kelima, Persangkaan Palsu: Pasal 438
Setiap Orang yang dengan suatu perbuatan menimbulkan persangkaan palsu terhadap orang lain bahwa orang tersebut melakukan suatu Tindak Pidana, dipidana karena menimbulkan persangkaan palsu, dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun atau pidana denda paling banyak kategori IV. Penjelasan Pasal 438 Tindak Pidana dalam ketentuan ini terjadi jika seseorang dengan suatu perbuatan menimbulkan persangkaan bahwa orang lain melakukan Tindak Pidana, sedangkan persangkaan tersebut tidak benar, misalnya, A meletakkan jam tangan milik C di dalam laci B dengan maksud agar B dituduh mencuri jam tangan milik C.
ADVERTISEMENT
Komisi III Apresiasi Akomodir Kemenkumham
Reformulasi pasal ini diapresiasi oleh anggota Komisi III. Seperti Anggota Fraksi NasDem Taufik Basari dan Fraksi Demokrat Hinca Panjaitan.
“Kami menghargai betul pemerintah bisa masukkan ini, karena ini juga suara masyarakat,” kata Hinca dalam rapat, Kamis (24/11).
Sebelumnya, pidana rekayasa kasus di antaranya diusulkan anggota Komisi III Fraksi PPP, Arsul Sani. Latar belakang pengajuan pasal itu karena adanya pengaduan kepada Komisi III bahwa seseorang sebenarnya tidak melakukan atau berbuat kejahatan atau tindak pidana, namun dituduh melakukan kejahatan dengan alat bukti yang difabrikasi atau diciptakan.
"Utamanya dengan cara menaruh di tempat kejadian perkara (TKP) atau istilahnya alat buktinya merupakan fabricated evidence, yang sering terdengar misalnya dalam kasus narkoba," kata Arsul kepada wartawan, Rabu (9/11).
ADVERTISEMENT
Komisi III DPR bersama pemerintah telah menyetujui pengesahan RKUHP pada tingkat I pada Kamis (24/11). Usai disahkan di tingkat I, RKHUP dapat dibawa ke rapat paripurna untuk disahkan menjadi UU.
Pada 2019, RKUHP sebetulnya sudah disahkan di Tingkat I dan tinggal dibawa ke rapat paripurna, namun batal karena dinilai banyak berisi pasal kontroversial. Sehingga statusnya merupakan RUU carry over. Namun karena memiliki banyak perubahan, RUU ini kembali lebih dulu disahkan di tingkat pertama.