Rekomendasi Prof Tjandra soal Polio: Kebut Vaksinasi dan Deteksi Dini

20 November 2022 12:59 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Prof Tjandra Yoga Aditama. Foto: Dok. Pribadi
zoom-in-whitePerbesar
Prof Tjandra Yoga Aditama. Foto: Dok. Pribadi
ADVERTISEMENT
Guru Besar UI, Prof Tjandra Yoga Aditama, memberikan sejumlah rekomendasi penanganan polio sejak kemunculannya di Aceh belum lama ini. Ia meminta pemerintah segera menggencarkan vaksinasi polio dan melakukan deteksi dini terhadap kemungkinan kasus polio di daerah.
ADVERTISEMENT
Status Kejadian Luar Biasa (KLB) Polio ditetapkan oleh pemerintah usai ditemukannya kasus polio (lumpuh layuh) pada anak berusia 7 tahun di Kabupaten Pidie, Aceh. Pasien polio tersebut tak punya riwayat imunisasi.
"Perlu digalakkan, dijelaskan, vaksinasi, dalam dua bentuk. Outbreak Resonse Immunization [ORI] dan vaksinasi massal penduduk. Harus juga dilakukan surveilans," kata Tjandra dalam keterangannya, Minggu (20/11).
"Setidaknya dalam 2 bentuk pula. Surveilans Acute Flaccid Paralysis (AFP) untuk menemukan kemungkinan kasus dan surveilan lingkungan untuk mencari VDPV di lingkungan. Seperti yang ditemukan di Inggris walaupun tidak ada kasus pada manusia. Tentu [juga] penanganan pasien yang ada," imbuh dia.
Bidan Puskesmas Cisimeut memberikan vaksin polio kepada seorang anak Suku Baduy di Kampung Cisadane, Lebak, Banten, Jumat (26/8/2022) malam. Foto: Muhammad Bagus Khoirunas/ANTARA FOTO
Tjandra menerangkan, penyakit polio pada dasarnya disebabkan oleh virus yang disebut virus polio liar, atau wild polio virus (WPV). Ada ada 3 jenis virus polio liar/WPV, yakni tipe 1, 2 dan 3. Tetapi tipe 2 sudah dinyatakan eradikasi.
ADVERTISEMENT
"Polio akibat virus polio liar ini hanya tinggal ada di dua negara di dunia, yaitu di Afghanistan dan Pakistan. Semua negara lain termasuk Indonesia sudah bebas polio," terang dia.
Selain itu, keadaan lumpuh layuh polio dapat terjadi akibat virus bermula saat vaksin oral yang kemudian ke luar ke lingkungan dan bermutasi.
"Nama virusnyanya adalah Vaccine Derived Polio Virus (VDPV), karena memang asalnya dari vaksin, bukan seperti virus polio liar yang pertama tadi. VDPV ini juga dapat berhubungan dengan virus tipe 1, 2 dan 3. Kita dengar dari penjelasan bahwa di Aceh adalah yang tipe 2," paparnya.
"Nah, penyakit akibat VDPV inilah yang kini ada di banyak negara, laporan kasus terakhir juga dari Amerika Serikat, serta yang di Inggris adalah ditemukannya VDPV di lingkungan tapi tidak ditemukan kasus pada manusia," tambah dia.
ADVERTISEMENT
Adapun sesuai aturan WHO, kata Tjandra, keadaan dikatakan sudah terjadi penularan di masyarakat atau disebut ‘circulating’ vaccine-derived poliovirus type 2 (cVDPV2) apabila ditemukan VDPV di setidaknya 2 tempat berbeda.
Selanjutnya ditemukan dalam jarak waktu setidaknya 2 bulan atau lebih, dan virus-virus itu secara genetik berhubungan (genetically-linked).
"Artinya, untuk kejadian di Aceh memang harus diperiksa amat seksama di sekitarnya," jelas dia.

Kasus di Aceh Diduga Berasal dari Vaksin Oral, Indonesia Batal Bebas Polio Dinilai Tak Tepat

Seorang anak menerima kapsul polio dalam Program Pencegahan Stunting Anak di posyandu di Banda Aceh, Senin (14/11/2022). Foto: Chaideer Mahyuddin/AFP
Indonesia telah dinyatakan telah bebas polio sejak 2014. Kemunculan ini membuat sejumlah pihak menyatakan Indonesia tak lagi bebas polio.
Tetapi menurut Tjandra, istilah ini kurang tepat. Sebab Indonesia masih bebas dari virus polio liar. Sementara kasus polio di Aceh bermula dari vaksin oral.
"Status yang Indonesia bebas polio jadi batal karena kasus di Aceh, ini tidak tepat karena Indonesia masih berstatus bebas Polio yang didapat 2014 ketika saya sebagai DirJen di Kemenkes. [Status bebas] itu yang diakibatkan virus polio liar. Di dunia hanya 2 negara yang belum bebas polio, yaitu Afghanistan dan Pakistan. Semua negara lain termasuk Indonesia sampai sekarang masih berstatus bebas polio," papar dia.
ADVERTISEMENT
"Kejadian di Aceh karena VDPV2, sebelum ini di 2019, ketika saya Direktur di WHO, sudah ada juga kasus seperti ini di Papua. Waktu itu VDPV 1 pada 2 anak. Jadi sesudah 2014, setidaknya sudah ada 2 kali KLB Polio di kita, yang keduanya VDPV, bukan virus polio liar," pungkas dia.