Rektor Undip: Setop Perdebatan Kematian Mahasiswi PPDS, Tunggu Hasil Penyidikan

6 September 2024 8:58 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
5
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Rektor Undip Prof Dr Suharnomo. Dok Undip
zoom-in-whitePerbesar
Rektor Undip Prof Dr Suharnomo. Dok Undip
ADVERTISEMENT
Kasus kematian dokter Aulia Risma Lestari, mahasiswi Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) Anestesi dan Reanimasi Universitas Diponegoro (Undip) di RS Kariadi, tengah disorot.
ADVERTISEMENT
Dokter Aulia ditemukan tewas di kosannya, Senin (12/8). Dia diduga bunuh diri karena tak kuat menjadi korban bullying seniornya. Namun keluarga menyebut korban tidak bunuh diri. Polisi dan Kemenkes tengah menyelidiki kasus ini.
Terkait kasus ini, Rektor Undip Prof Dr Suharnomo meminta polemik dan perdebatan terkait kematian dokter Aulia dihentikan sampai ada hasil penyidikan resmi dari kepolisian.
“Saya minta jajaran civitas academica berhenti berpolemik dan berdebat tentang peristiwa kematian mahasiswa PPDS Fakultas Kedokteran Undip. Setop sekarang juga. Tidak usah membuat pernyataan-pernyataan dan tidak usah terpancing, kita tunggu sampai ada hasil penyidikan resmi dari kepolisian,” kata Prof Suharnomo dalam rilisnya, Jumat (6/9).
Suharnomo berharap pihak-pihak di luar Undip juga melakukan hal yang sama. Hal ini agar kepolisian bisa melakukan proses penyidikan dengan tenang dan cermat.
ADVERTISEMENT
“Kami mohon pengertian, mari kita berikan waktu kepolisian untuk melaksanakan tugasnya. Rasanya pembahasan kematian dokter Aulia Risma Lestari sudah menjadi masalah hukum sehingga pihak-pihak di luar penyidik sebaiknya menahan diri. Jangan sampai masalah ini menjadi keruh dan menjadi bola liar,” katanya.
Apalagi, kata Suharnomo, ibunda dokter Aulia Risma, Ny Nuzmatun Malinah, didampingi kuasa hukum dan Tim Inspektorat Kementerian Kesehatan (Kemenkes) sudah melaporkan kasus dugaan terjadinya perundungan, pemalakan dan pelecehan yang berujung kematian dokter Risma ke Sentra Pelayanan Kepolisian Terpadu (SPKT) Polda Jateng pada Rabu (4/9/2024) siang sekitar pukul 12.00 WIB.
Katanya, dengan adanya laporan tersebut, proses hukumnya menjadi jelas. Oleh karena itu, menurut Suharnomo, tidak perlu memperpanjang perdebatan, polemik, adu pendapat dan pro-kontra tentang ada atau tidak adanya perundungan, pemalakan, pelecehan dan apa yang menjadi penyebab meninggalnya dokter Risma.
ADVERTISEMENT
Untuk civitas akademika Undip, Rektor secara tegas meminta untuk berhenti ikut berpolemik.
“Setop. Sudah cukup," ucapnya.
Karena itu, sekali lagi Suharnomo meminta semua pihak menahan diri untuk tidak membuat pernyataan-pernyataan dan melontarkan tuduhan-tuduhan, dan menunggu hasil penyidikan dan proses hukum selanjutnya.
“Kita percaya aparat penegak hukum akan melakukan tugasnya dengan baik. Biarlah proses hukum berjalan untuk membuka tabir tentang kasus ini. Tidak usahlah memperpanjang perdebatan soal itu. Kita tunggu saja proses hukumnya sampai selesai,” ujar mantan Dekan FEB Undip ini.
Suharnomo mengatakan, jika proses hukumnya selesai apalagi sudah memiliki kekuatan hukum yang tetap, Undip akan segera melakukan langkah lanjutan yang diperlukan. Bila ada jajaran Undip yang dianggap terlibat, kampus akan menindak tegas.
ADVERTISEMENT
“Tidak perlu banyak kata. Kalau ada yang dinyatakan bersalah, dan itu ada dalam lingkup kewenangan kami, pasti ada tindakan sesuai ketentuan yang ada. Saya bisa pastikan itu," ucapnya.

Minta Kemenkes tinjau ulang

Suharnomo meminta Kemenkes meninjau ulang kebijakan menutup sementara kegiatan Prodi Anestesi dan Reanimasi FK Undip di RS Kariadi dan penghentian izin praktik Dekan FK Undip Dr dr Yan Wisnu Prajoko di rumah sakit yang dikelola Kementerian Kesehatan.
Dia meminta agar Kemenkes melalui Direktorat Jenderal Layanan Kesehatan mempertimbangkan dampak buruk dari keputusan tersebut.
“Cobalah dipertimbangkan lagi, direnungkan ulang, lebih banyak manfaat atau mudaratnya dari keputusan itu,” ucap Suharnomo.
Dia mengaku prihatin dengan penghentian proses kegiatan Prodi PPDS Anestesi dan Reanimasi FK Undip di RS Kariadi Semarang yang menyebabkan para residen terganggu kelancaran belajarnya.
ADVERTISEMENT
Penghentian tersebut, meskipun bersifat sementara, kata Suharnomo, jelas merugikan para mahasiswa PPDS yang sedang menjalani proses pendidikan.
“Semua tahu kita kekurangan dokter spesialis, tentu bukan sikap bijak kalau proses pendidikannya dihentikan. Apalagi dikaitkan dengan pemeriksaan, tidak relevan karena yang berada di situ statusnya mahasiswa dan pengajar. Otoritas kegiatannya pun ada di pengelola Rumah Sakit Kariadi. Terlalu jauh, untuk tidak menyebut mengada-ada kalau itu dikait-kaitkan," katanya.
Begitu juga dengan penangguhan izin praktik dokter Yan Wisnu Parjoko di RS Kariadi. Suharnomo melihat tidak ada relevansi dan korelasinya dengan peristiwa kematian dokter Aulia Risma yang sekarang sudah menjadi kasus hukum.
“Apa kaitannya coba? Tidak ada relevansinya, tapi merugikan banyak pihak," ucap Suharnomo.
ADVERTISEMENT