Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.100.8
29 Ramadhan 1446 HSabtu, 29 Maret 2025
Jakarta
imsak04:10
subuh04:25
terbit05:30
dzuhur11:30
ashar14:45
maghrib17:30
isya18:45
Remaja Israel Tolak Jadi Tentara: Lebih Baik Dipenjara daripada Bunuh Anak-Anak
24 Maret 2025 15:19 WIB
·
waktu baca 3 menit
ADVERTISEMENT
Itamar Greenberg baru saja keluar dari penjara Neve Tzedek, Israel. Remaja 18 tahun itu menghabiskan hampir 200 hari di balik jeruji, bukan karena kejahatan, melainkan karena menolak wajib militer.
ADVERTISEMENT
Di Israel, menolak dinas militer berarti menghadapi konsekuensi berat. Selain hukuman penjara, mereka yang menolak sering dianggap pengkhianat, bahkan oleh keluarga sendiri. Namun, bagi Greenberg, ini adalah pilihan moral.
“Semakin saya belajar, semakin saya tahu saya tidak bisa mengenakan seragam yang melambangkan pembunuhan dan penindasan,” katanya, seperti diberitakan CNN, Senin (24/3).
Ia menegaskan keputusannya semakin kuat setelah menyaksikan serangan Israel ke Gaza sejak 7 Oktober 2023.
Pemerintah Israel membantah tuduhan itu. Namun, serangan brutal Israel sejak 7 Oktober 2023 telah merenggut lebih dari 50 ribu nyawa warga Palestina, menurut Kementerian Kesehatan Gaza. Sekitar 10 ribu warga lainnya diperkirakan masih terjebak di reruntuhan.
Harga dari Penolakan
ADVERTISEMENT
Menolak wajib militer di Israel bukan sekadar keputusan pribadi, tapi juga pilihan yang berisiko sosial.
Greenberg mengaku mendapat ancaman, baik di media sosial maupun di penjara. Rekan sesama tahanan bahkan mengancam akan membunuhnya.
Demi keselamatannya, pihak penjara menempatkannya di sel isolasi.
Ia bukan satu-satunya. Sejumlah remaja Israel lain juga menolak bergabung dengan Pasukan Pertahanan Israel (IDF).
Lior Fogel (19 tahun) salah satunya.
Fogel berhasil menghindari wajib militer dengan mendapatkan diagnosis kesehatan mental. Namun, setelah bebas dari kewajiban itu, ia semakin menyadari peran militer dalam kehidupan warga Palestina.
“Sistem ini menindas dan tidak bisa dibiarkan terus berjalan,” katanya.
Yang Menolak Meningkat
Menurut organisasi Mesarvot, jumlah remaja yang menolak dinas militer meningkat sejak perang di Gaza dimulai.
ADVERTISEMENT
Sebagian memilih jalur ‘penolakan abu-abu’—mengajukan alasan kesehatan mental agar dibebaskan.
Di Israel, dinas militer adalah bagian dari identitas nasional. Anak-anak diajari sejak dini bahwa menjadi tentara adalah tugas negara.
Pada usia 16 tahun, mereka menerima panggilan pertama untuk rekrutmen.
Maka, bagi banyak orang, keputusan Greenberg dan rekan-rekannya dianggap ekstrem.
Sebagian besar warga Israel yang turun ke jalan sejak perang pecah bukan menentang perang itu sendiri, melainkan menuntut gencatan senjata agar sandera yang ditawan Hamas bisa dibebaskan.
Namun, bagi Greenberg, tidak ada jalan tengah.
“Jika saya bergabung dengan tentara, saya hanya akan menjadi bagian dari masalah,” katanya kepada CNN.
‘Lebih Baik di Sini’
Dalam sebuah demonstrasi di Tel Aviv, seorang remaja lain, Iddo Elam (18 tahun), berdiri di antara kerumunan yang membawa poster bertuliskan “Tolak Perang, Pilih Perdamaian”.
ADVERTISEMENT
Menurut UNICEF, lebih dari 14.500 anak di Gaza tewas sejak perang dimulai.
Elam berharap lebih banyak orang Israel menyadari penderitaan warga Palestina dan Israel tidak berbeda.
“Kami sama-sama manusia,” katanya.
Namun, sebagian besar warga Israel masih menganggap penolak wajib militer sebagai kelompok kecil yang menyimpang. Seorang demonstran bahkan menyela pernyataan Elam.
“Dia tidak mewakili kami,” katanya.
Namun, bagi Greenberg, Elam, dan rekan-rekannya, suara mereka adalah awal dari perubahan.
“Penolakan kini bukan lagi hal tabu,” kata Greenberg.
“Kami mungkin minoritas, tapi kami ada.”