Remaja Saling Ejek di Media Sosial Berpotensi Besar Adanya Tawuran

9 Agustus 2018 8:19 WIB
clock
Diperbarui 14 Maret 2019 21:07 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi korban tawuran (Foto: Muhammad Faisal Nu'man / kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi korban tawuran (Foto: Muhammad Faisal Nu'man / kumparan)
ADVERTISEMENT
Tawuran antar pelajar SMK Sasmita dengan SMK Bhipuri, Selasa (31/7), di Tangerang Selatan, berujung maut. Perkelahian kelompok tersebut diduga karena saling ejek di media sosial.
ADVERTISEMENT
Kasus ini pun ditanggapi oleh Agus Sudibyo, pengamat media sosial. Menurutnya, saling ejek di media sosial mempunyai pengaruh besar untuk berkelahi secara langsung. Sebab, dalam berkomunikasi di media sosial seseorang tidak dapat melihat ekspresi lawan bicaranya, sehingga seseorang akan bebas untuk berbicara tanpa berpikir terlebih dahulu.
"Pengaruhnya besar, karena dalam media sosial kita tidak bisa berempati ke lawan bicara. Beda dengan komunikasi tatap muka langsung. Sehingga media sosial menipiskan empati kita dengan lawan bicara. Maka kita cenderung berbicara semaunya sendiri," ujar Agus saat dihubungi kumparan, Rabu (8/8) malam.
Ilustrasi media sosial (Foto: Pixabay)
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi media sosial (Foto: Pixabay)
Agus menyebut untuk menghilangkan dampak negatif dari media sosial, sebaiknya pemerintah serta perusahan media sosial mengadakan seminar tentang penggunaan media sosial.
ADVERTISEMENT
Dengan adanya pendidikan bermedia sosial, pengguna media sosial khususnya anak-anak menjadi tahu beretika yang baik saat menggunakan media sosial.
"Media sosial itu banyak yang menggunakan, dan media sosia ini medium baru yang masyarakat belum mengetahui etika bermedia sosial seperti apa, aturannya seperti apa, sehingga diperlukan bagi perusahaan media sosial selain mendapatkan keuntungan dari mereka juga harus menginfokan keuntungan dan juga bahaya dari media sosial itu sendiri. Sehingga tidak ada lagi kejadian tawuran seperti ini," kata Agus.
Ratih Ibrahim di Wealth Wisdom. (Foto: Prima Gerhard/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Ratih Ibrahim di Wealth Wisdom. (Foto: Prima Gerhard/kumparan)
Senada dengan Agus, psikolog Ratih Ibrahim menyebut pendidikan menjadi utama agar anak dapat bijak bermain media sosial. Menurutnya, anak-anak perlu diawasi dalam menggunakan media sosial, sebab anak-anak usia sekolah masih dalam usia yang serba sensitif.
ADVERTISEMENT
“Anak-anak ini memang ada di usia yang serba sensitif. Hal-hal kecil pun bisa jadi isu untuk baper. Cara menyikapinya adalah pendidikan untuk bijak bermedia sosial kepada remaja menjadi super signifikan,” ujar Ratih.
Ilustrasi tawuran (Foto: Istimewa)
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi tawuran (Foto: Istimewa)
Sebelumnya, AF (18), seorang pelajar yang menjadi korban tawuran antarpelajar. Ia dibacok bagian kepalanya menggunakan parang. Ia sempat menjalani perawatan intensif di RS Hermina dan RSCM untuk mengobati luka bacok di kepalanya.
Setelah tujuh hari dirawat insentif di rumah sakit, AF menghembuskan nafas terakhir pada Kamis (7/8). Kapolres Tangerang Selatan AKBP Ferdy Irawan mengungkapkan AF telah menjalani operasi pada bagian kepalanya, namun luka bacok di bagian kepalanya cukup parah sehingga dokter tidak mampu menyelamatkan nyawa korban.
ADVERTISEMENT
"Kemarin malam sekitar pukul 19.00 WIB korban (AF) meninggal dunia," kata Kapolres Tangerang Selatan AKBP Ferdy Irawan di Polda Metro Jaya, Jakarta Selatan, Rabu (8/8).
Biaya operasi AF selama di RSCM mencapai Rp 200 juta, pihak keluarga mengalami kendala sehingga biaya tersebut belum terbayarkan. Meski polisi sudah mengantongi identitas pelaku pembacokan, hingga kini polisi masih mencari keberadaan pelaku.