Rencana Australia Beli Kapal Selam Nuklir dari AS Dihujani Kritik

16 Maret 2023 11:18 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Presiden AS Joe Biden bertemu dengan Perdana Menteri Australia Anthony Albanese dan Perdana Menteri Inggris Rishi Sunak di Naval Base Point Loma di San Diego, California, Amerika Serikat, Senin (13/3/2023).  Foto: Leah Millis/REUTERS
zoom-in-whitePerbesar
Presiden AS Joe Biden bertemu dengan Perdana Menteri Australia Anthony Albanese dan Perdana Menteri Inggris Rishi Sunak di Naval Base Point Loma di San Diego, California, Amerika Serikat, Senin (13/3/2023). Foto: Leah Millis/REUTERS
ADVERTISEMENT
Pemerintah Partai Buruh Australia yang berkuasa akan tetap mempertahankan rencananya untuk membeli lima unit kapal selam bertenaga nuklir buatan Amerika Serikat senilai USD 244 miliar (Rp 3,8 kuadriliun).
ADVERTISEMENT
Langkah itu tetap diambil oleh Perdana Menteri Anthony Albanese meski dihujani kritik oleh para pendahulunya. Kedua pendahulunya itu merupakan eks PM Malcolm Turnbull dan eks PM Paul Keating.
Dikutip dari Reuters, mereka merasa keberatan atas kesepakatan yang dibuat dalam kerangka kerja AUKUS itu lantaran terbebani biaya, kompleksitas, dan potensi masalah kedaulatan yang mengiringinya dalam jangka panjang.
Pada Kamis (16/3) Turnbull berargumen bahwa proyek yang dilakukan Australia dengan AUKUS akan memakan waktu lebih lama, sekaligus lebih mahal dibandingkan rencana alternatif untuk membeli kapal selam konvensional buatan Prancis yang sempat dibatalkan pada 2021 lalu.
“Kami telah terjebak dalam kehebohan ini di mana siapa pun yang mengungkapkan kekhawatiran tentang hal itu dituduh atau secara tersirat mereka kurang patriotis,” ujar Turnbull.
ADVERTISEMENT
“Memilih kapal selam nuklir dalam aliansi AS-Inggris daripada alternatif konvensional akan membuat Australia memiliki lebih sedikit kapal selam sekaligus membatasi kemampuan negara untuk beroperasi secara independen dari Amerika Serikat,” sambung dia.
Terpisah, pada Rabu (15/3), Keating — tak lain merupakan eks PM dari Partai Buruh pimpinan Albanese, juga mengkritik terjalinnya kerja sama antara Australia dan AUKUS.
Keating memandang AUKUS sebagai kesalahan terburuk yang dilakukan oleh partai tersebut dalam menerapkan kebijakan luar negerinya.
Presiden AS Joe Biden bertemu dengan Perdana Menteri Australia Anthony Albanese dan Perdana Menteri Inggris Rishi Sunak di Naval Base Point Loma di San Diego, California, Amerika Serikat, Senin (13/3/2023). Foto: Leah Millis/REUTERS
Sebagian besar pihak yang menentang pakta pertahanan trilateral antara Inggris, Amerika Serikat, dan Australia itu terbatas pada akademisi, mantan politisi, dan partai-partai kecil.

Defensif

Dalam menanggapi kritik-kritik tersebut, Albanese bersikap defensif dan bersikeras untuk membela keputusannya yang sudah mutlak. Dia menilai, kesepakatan AUKUS diperlukan demi mempertahankan kedaulatan, seiring dengan meningkatnya pengaruh kekuatan militer China di kawasan Asia-Pasifik.
ADVERTISEMENT
Albanese memandang aktivitas militer Beijing di kawasan tersebut merupakan yang terbesar sejak era Perang Dunia II. “China telah mengubah postur dan posisinya dalam urusan dunia sejak tahun 1990-an — itulah kebenaran dari masalah ini,” jelas Albanese.
Komentar Albanese muncul usai dirinya bertemu dengan para pemimpin negara anggota AUKUS — Presiden AS Joe Biden dan PM Inggris Rishi Sunak di San Diego, AS, pada Selasa (14/3) pekan ini.
Dalam pertemuan itu, ketiga pemimpin sepakat menjual kapal selam bertenaga nuklir jenis Virginia-Class buatan AS kepada pemerintah Canberra sebelum dimulainya produksi dan pengoperasian kapal selam baru SSN-AUKUS yang dibuat bersama oleh Australia dan Inggris.
Pembelian unit pertahanan bertenaga nuklir dalam kerangka kerja sama AUKUS itu dilakukan guna menangkal pengaruh China yang semakin meluas di kawasan Asia-Pasifik.
ADVERTISEMENT
Namun, pengimplementasiannya menuai kekhawatiran — tak hanya dari pejabat-pejabat dalam negeri, tetapi juga negara-negara tetangga Australia yang memegang prinsip non-proliferasi nuklir, salah satunya Indonesia.