Rendahnya Literasi Dinilai Jadi Penyebab Warga Antre Pindai Iris Worldcoin

5 Mei 2025 19:56 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Direktur Eksekutif SafeNet, Nenden Sekar Arum saat diwawancarai wartawan di depan kantor Kemenkominfo, Jakarta Pusat, Rabu (10/7/2024). Foto: Fadlan Nuril Fahmi/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Direktur Eksekutif SafeNet, Nenden Sekar Arum saat diwawancarai wartawan di depan kantor Kemenkominfo, Jakarta Pusat, Rabu (10/7/2024). Foto: Fadlan Nuril Fahmi/kumparan
ADVERTISEMENT
Tingkat literasi warga yang masih rendah dinilai menjadi penyebab warga rela berbondong-bondong antre untuk dipindai irisnya untuk Worldcoin dan WorldID demi uang ratusan ribu rupiah. Bahayanya, data biometrik macam iris ini permanen dan tak bisa diganti.
ADVERTISEMENT
"Sebenarnya penting untuk memiliki sikap skeptis dalam konteks ini, karena data biometriks itu adalah data permanen yang enggak bisa diganti. Jadi sekalinya bocor dampaknya akan seumur hidup, tidak seperti KTP atau dokumen lain yang masih bisa diganti atau diperbarui," kata Direktur Eksekutif SafeNet, Nenden Sekar Arum, saat dihubungi, Senin (5/5).
"Saat banyak rela antre untuk scan iris demi mendapatkan uang, ini bisa menandakan bahwa literasi digital dan privasi yang rendah," sambungnya.
Nenden mengatakan, Worldcoin dan WorldID sebetulnya baik dari sisi teknis dan ide. Hal ini bisa sangat bermanfaat. Bisa digunakan untuk verifikasi data warga karena tidak ada data yang ganda, hingga bisa juga diimplementasikan pada pemilu online.
"Tapi, saat ini di Indonesia payung hukum dan infrastruktur keamanan data belum siap. Jika diterapkan secara buru-buru malah bisa memperparah ketimpangan dan eksploitasi data," kata dia.
ADVERTISEMENT
Menurut Nenden, potensi kebocoran selalu ada dan dampaknya bisa besar.
"Terutama data biometriks itu tidak bisa diganti jika datanya bocor. Apalagi kalau data biometrik ini dikaitkan dengan identitas lainnya seperti NIK. Harusnya pemerintah meningkatkan kapasitasnya dulu dalam perlindungan data, dan memastikan bahwa warganya memahami haknya dalam konteks perlindungan data dan privasi," kata dia.
Jika data bocor, berpotensi untuk digunakan penipuan identitas atau deepfake.
"Kemudian jadi akan tergantung pada satu sistem WorldID, kalo apps/sistemnya rusak maka individunya akan kehilangan akses terhadap layanan yang terhubung pada apps tersebut," kata dia.
Dia pun mengapresiasi langkah dari Komdigi untuk membekukan aktivitas Worldcoin dan WorldID.
"Tapi tentu saja enggak selesai dalam konteks pembekuan saja. Tapi Komdigi juga tetap harus melakukan upaya melindungi warga secara komprehensif," pungkasnya.
ADVERTISEMENT

Viral Worldcoin

Worldcoin dan WorldID ramai menjadi perbincangan. Terlebih usai seorang warga Bekasi mengaku menerima bayaran Rp 800 ribu setelah data retinanya direkam. Kekhawatiran penyalahgunaan data pribadi pun mencuat.
Di samping itu, Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) saat ini membekukan sementara operasi Tanda Daftar Penyelenggara Sistem Elektronik (TDPSE) layanan Worldcoin dan WorldID.
PT Terang Bulan Abadi dan PT Sandina Abadi Nusantara, merupakan entitas yang menaungi kedua layanan digital tersebut.
Penyebab pembekuan karena PT Terang Bulan Abadi belum terdaftar sebagai Penyelenggara Sistem Elektronik (PSE) dan tidak memiliki Tanda Daftar Penyelenggara Sistem Elektronik (TDPSE). Adapun layanan Worldcoin tercatat memakai TDPSE atas nama perusahaan lain, yaitu PT Sandina Abadi Nusantara.
"Pembekuan ini merupakan langkah preventif untuk mencegah potensi risiko terhadap masyarakat. Kami juga akan memanggil PT. Terang Bulan Abadi untuk klarifikasi resmi dalam waktu dekat,” kata Direktur Jenderal Pengawasan Ruang Digital Komdigi, Alexander Sabar, dalam keterangan tertulis, Minggu (4/5).
ADVERTISEMENT
Belum ada keterangan dari PT Terang Bulan Abadi dan PT Sandina Abadi Nusantara mengenai hal tersebut.