Republik Dominika Usir Ribuan Perempuan Hamil dan Menyusui ke Haiti

21 Mei 2025 11:18 WIB
ยท
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-circle
more-vertical
Ilustrasi ibu hamil. Foto: Mila Supinskaya Glashchenko/Shutterstock
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi ibu hamil. Foto: Mila Supinskaya Glashchenko/Shutterstock
ADVERTISEMENT
Pemerintah Republik Dominika mengusir sejumlah besar ibu hamil dari negaranya ke Haiti selama satu bulan terakhir meski melanggar standar internasional.
ADVERTISEMENT
Tim kemanusiaan PBB di Haiti menyatakan keprihatinan atas meningkatnya jumlah ibu melahiran dan menyusui yang dideportasi dari Republik Dominika ke Haiti yang melanggar standar internasional.
Badan migrasi PBB, IOM, yang bekerja sama dengan otoritas Haiti dan pihak lainnya telah membantu rata-rata 15 perempuan hamil dan 15 ibu menyusui per hari di dua penyeberangan perbatasan sejak 22 April.
"Hampir 20 ribu individu -- termasuk sejumlah besar perempuan rentan -- dideportasi melalui darat pada April 2025, menandai jumlah rekor dalam periode satu bulan," kata IOM dalam pernyataannya, sebagaimana dilaporkan AFP, Rabu (21/5).
"Sangat penting menegakkan komitmen untuk melindungi penduduk yang rentan," kata Koordinator Kemanusiaan PBB, Ulrika Richardson.
Sementara itu, The Guardian melaporkan lebih dari 130 perempuan Haiti dan anak-anak diminta keluar dari Republik Dominika di hari pertama kebijakan dimulai. Otoritas Republik Dominika mengungkapkan 48 orang merupakan perempuan hamil, 39 orang merupakan ibu baru dan 48 anak-anak. Media lokal bahkan melaporkan satu perempuan yang dalam proses melahirkan juga dideportasi.
ADVERTISEMENT
Deportasi ini merupakan langkah yang diambil pemerintahan Presiden Luis Abinader yang menyasar pada imigran tanpa dokumen resmi.

Menyeberang dari Haiti ke Republik Dominika demi Fasilitas Melahirkan yang Lebih Baik

Pengungsi internal tinggal di "Ecole National de Furcy", yang digunakan sebagai tempat perlindungan setelah kekerasan geng, di Port-au-Prince, Haiti, Senin (10/2/2025). Foto: Ralph Tedy Erol/REUTERS
Jumlah perempuan melahirkan yang menyeberang dari Haiti ke Republik Dominika meningkat dalam beberapa tahun terakhir demi mencari tempat yang aman untuk melahirkan. Sebab, sistem kesehatan di Haiti semakin terpuruk.
"Kami terkejut dengan tekad pemerintah untuk mendorong kebijakan yang terang-terangan kejam, rasis, dan misoginis," kata juru kampanye hak asasi manusia untuk Amerika di Amnesty International, Guillermo Rodriguez.
"Otoritas menyebut deportasi dilakukan demi kepentingan Republik Dominika, tapi tidak ada kemakmuran atau kebaikan yang dapat dicapai jika didasarkan pada kekejaman dan penderitaan manusia," lanjutnya.
ADVERTISEMENT
Rodriguez juga mengkritik pemerintah Republik Dominika yang menargetkan rumah sakit demi mendeportasi perempuan hamil dan ibu menyusui. Meski demikian, masih belum jelas kenapa pemerintah Republik Dominika secara spesifik menargetkan perempuan hamil dan ibu menyusui.
"[Pemerintah] memaksa orang-orang untuk memilih antara deportasi atau mempertaruhkan komplikasi kehamilan yang dapat menyebabkan kematian ibu, morbiditas, atau kematian neonatal. Ini adalah perangkap yang mengerikan dan misoginis," tegasnya.
Meski demikian, pemerintah Republik Dominika mengeklaim perempuan dan anak-anak sebelum dideportasi terlebih dulu diperiksa oleh tim medis dan dinyatakan tidak ada masalah kesehatan.
"Mereka dideportasi dengan bus yang nyaman sesuai dengan ketentuan hukum internasional dan nasional," kata pemerintah.

Deportasi Menyasar Perempuan Hamil dan Ibu Menyusui Sejak 4 Tahun Lalu

Seorang wanita bereaksi setelah putranya ditembak mati oleh penyerang tak dikenal, di Port-au-Prince, Haiti, Rabu (12/2/2025). Foto: Fildor PQ Egeder/REUTERS
Republik Dominika telah mendeportasi perempuan hamil, menggerebek rumah-rumah dan menghentikan orang-orang di jalan-jalan selama 4 tahun terakhir. Pada Oktober 2024, pemerintah mengumumkan menargetkan mendeportasi 10 ribu orang Haiti dalam seminggu.
ADVERTISEMENT
Kelompok PBB termasuk Alsalem pada 2023 mengutuk penahanan dan deportasi perempuan Haiti yang hamil dan pasca melahirkan dari Republik Dominika. Komite PBB juga menyoroti sejumlah perempuan dipisahkan secara paksa dari anak-anak mereka.
Situasi yang semakin memburuk di Haiti telah merusak layanan kesehatan. Wabah kolera menyebar, kekerasan berbasis gender meningkat dan kekerasan seksual terhadap anak meningkat 10 kali lipat.
Setidaknya 5.600 orang terbunuh dalam kejahatan geng tahun lalu. Penculikan dan pembunuhan pekerja membuat sekitar dua pertiga fasilitas kesehatan tidak dapat digunakan.
Juru bicara kelompok masyarakat Haiti di Republik Dominika, Roudy Joseph, mengatakan apa yang dilakukan pemerintah Republik Dominika membahayakan kesehatan dan kehidupan orang-orang termasuk perempuan.
"Ini adalah konsolidasi rezim apartheid yang harus dikritik atau dikecam oleh masyarakat internasional," kata Joseph.
ADVERTISEMENT
Direktur Gerakan Perempuan Dominika-Haiti, Liliana Dolis, mengatakan mendeportasi perempuan dan anak-anak rentan kembali ke Haiti tidak manusiawi.
Menurutnya, ada ketakutan di antara warga Haiti di Republika Dominika. Perempuan enggan mengikuti pemeriksaan kesehatan dan akibatnya membahayakan nyawa mereka.
"Itu adalah sikap antiperempuan dan antifeminis. Itu adalah sikap kekerasan gender dan kekerasan obstetri," katanya.