Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.0
Resah Pedagang di Kantin Sekolah di Jakarta karena Rencana Penarikan Retribusi
22 November 2024 11:27 WIB
·
waktu baca 3 menitADVERTISEMENT
Beberapa siswa dan siswi di SMAN 23 Jakarta berkerumun di kantin sekolah di sela jam istirahat. Sesekali, mereka terlihat bersenda gurau. Pedagang yang membuka lapak di kantin pun dengan sigap menyiapkan makanan atau minuman yang dibeli.
ADVERTISEMENT
Sebagaimana di sekolah lainnya, kantin menjadi tempat siswa untuk berkumpul. Kantin sekolah seolah menjadi oase bagi para siswa ketika suntuk menimba ilmu di ruang kelas.
Namun begitu, kini para pedagang di kantin resah setelah Pemprov Jakarta berencana menarik uang retribusi. Protes mulai disuarakan. Sebab, untung yang diperoleh pedagang dalam sebulan hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari.
"Kalau disuruh bayar lagi? Waduh," kata salah seorang pedagang es dan bakso aci, Yanti (38), Jumat (22/11).
Yanti mengatakan sudah membayar uang sewa lapak seluas 2x1 meter yang masuk ke koperasi sekolah senilai Rp 4 juta tiap tahunnya. Uang sewa itu belum termasuk listrik dan biaya kebersihan.
Dengan demikian, dalam satu tahun, Yanti bisa menghabiskan biaya sekitar Rp 6 juta. Biaya itu sudah begitu memberatkan karena kadang tak sebanding dengan keuntungan yang didapat bahkan merugi.
ADVERTISEMENT
"Iya lah keberatan, kita berapa sih untungnya, kita buat nutupin sehari-hari aja istilahnya nambah lagi, nambah lagi modalnya," ucap dia.
Yanti mengaku pendapatan bersihnya dalam sebulan tak menyentuh angka Rp 5 juta. Pendapatan yang diperoleh mesti dipotong modal hingga biaya listrik. Maka dari itu, dia mengaku keberatan atas kebijakan Pemprov Jakarta.
"Intinya, kita tidak setuju. Keberatan," kata dia.
Hal senada dikatakan oleh pedagang lainnya yakni Yulian (48) yang menjual ayam fillet. Dia mengaku tak setuju dan sangat keberatan atas kebijakan Pemprov Jakarta. Sebab, pendapatannya dalam sebulan tak menentu bahkan kadang merugi.
"Kita harus menanggung kerugian dua kali lipat, udah enggak habis (dagangan), dipotong pajak, penghasilan enggak tetap," kata dia.
Di sisi lain, Yulian mesti membayar uang sewa lapak senilai Rp 4 juta tiap tahunnya yang belum termasuk listrik dan biaya kebersihan. Dia juga mengaku hanya dapat berjualan selama 8 bulan dalam satu tahun karena maraknya libur sekolah.
ADVERTISEMENT
"Liburan, Natal tahun baru, terus puasa satu bulan full kita enggak jualan, terus nanti pas kenaikan kelas libur, belum nanti kalau ada libur di hari Kamis dan Jumat dibablasin, kita cuma jualan 8 bulan, apa yang harus diretribusikan lagi? Pemerintah mau ngapain lagi?" keluh dia.
Yulian menilai retribusi semestinya ditagih ke koperasi sekolah, bukan kepada pedagang di kantin. Sebab, dia menyebut uang sewa lapak masuk ke kantong koperasi sekolah. Kecuali, jika sewa lapak digratiskan, maka dia tak keberatan Pemprov Jakarta menarik uang retribusi.
"Kalau mau narik retribusi silakan ke koperasi, tidak sama kita pedagang di kantin karena kita udah membayar Rp 4 juta," kata dia.
Sebelumnya, Wakil Ketua Komisi C DPRD Jakarta, Sutikno, mengusulkan kantin di sekolah dikenakan retribusi. Dia menilai, ini bisa jadi potensi baru untuk meningkatkan pendapatan daerah.
ADVERTISEMENT
"Kantin di SMA 32 di daerah Cipulir, ada sekitar 14 kantin. Tetapi setiap tahunnya membayar Rp 5 juta, berarti sudah Rp 70 juta di satu sekolah," ujar Sutikno dalam rapat pembahasan RAPBD 2025 di Grand Cempaka Resort and Convention, Cipayung, Bogor, Jawa Barat, Selasa (19/11).
Maka dari itu, Sutikno meminta Dinas Pendidikan (Disdik) mendata seluruh kantin yang terdapat di dalam sekolah. SKPD harus jeli dalam melihat potensi yang ada di Jakarta.
Live Update