Respons Mahfud soal Usulan Amandemen UUD, Presiden Kembali Dipilih MPR

16 Agustus 2023 13:00 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
3
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Menko Polhukam Mahfud MD ditemui di Universitas Islam Indonesia (UII), Kabupaten Sleman, Rabu (9/8/2023).  Foto: Arfiansyah Panji Purnandaru/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Menko Polhukam Mahfud MD ditemui di Universitas Islam Indonesia (UII), Kabupaten Sleman, Rabu (9/8/2023). Foto: Arfiansyah Panji Purnandaru/kumparan
ADVERTISEMENT
Kemenkopolhukam Mahfud MD merespons usulan Ketua MPR RI Bambang Soesatyo dan Ketua DPD RI La Nyalla Mahmud Mattalitti untuk mengembalikan fungsi MPR sebagai lembaga tertinggi negara.
ADVERTISEMENT
Usulan ini disampaikan langsung oleh keduanya di sidang tahunan MPR, Rabu (16/8).
“Ya, silakan aja itu hak setiap orang (untuk mengusulkan),” kata Mahfud saat ditemui di Kompleks Parlemen, Senayan, Rabu (16/8).
Sebelum amandemen dilakukan MPR berwenang untuk mengangkat dan memberhentikan presiden dan wakil presiden.
Presiden juga bertanggung jawab kepada MPR dan wajib menjalankan GBHN (Garis-garis Besar Haluan Negara) yang merupakan mandat dari MPR.
Namun setelah amandemen, rakyatlah yang memilih presiden dan wakil presiden. Dengan begitu presiden dan wakil presiden menjalankan program kerja pemerintah sesuai kehendak masing-masing, tidak terpaku pada GBHN.
Totalnya, UUD 1945 telah mengalami 4 kali amandemen, yaitu amandemen I 19 Oktober 1999, Amandemen II, 18 Agustus 2000, Amandemen III 10 November 2001, dan terakhir Amandemen IV 10 Agustus 2002.
ADVERTISEMENT
Menurut Mahfud, perubahan UUD ini sah-sah saja dilakukan dengan beberapa pertimbangan. Salah satunya, karena implementasi aturan tersebut dianggap tak lagi sesuai.
Mahfud pun menganggap amandemen merupakan hal yang biasa terjadi di sebuah negara.
Menko Polhukam Mahfud MD dalam konferensi pers di Kantor Kemenko Polhukam, Jakarta Pusat, Kamis (3/8/2023). Foto: Zamachsyari/kumparan
“Itu biasa dalam politik silakan di diskusikan, bangsa ini punya hak untuk mendiskusikan itu sesuai dengan kebutuhan generasinya,” tuturnya.
Sebelumnya, Ketua MPR RI Bambang Soesatyo mengusulkan agar MPR kembali menjadi lembaga tertinggi negara dengan alasan antisipasi keadaan mendesak. Seperti tertundanya pemilu karena suatu kejadian luar biasa.
“Idealnya memang, MPR RI dikembalikan menjadi lembaga tertinggi negara sebagaimana disampaikan Presiden ke-5 Republik Indonesia, Ibu Megawati Soekarnoputri saat Hari Jadi ke-58 Lemhannas tanggal 23 Mei 2023 yang lalu,” kata Bamsoet dalam pidatonya di sidang tahunan MPR, Rabu (16/8).
ADVERTISEMENT
Sedangkan La Nyalla, mengusulkan perubahan UUD karena menganggap sistem pemilihan presiden sekarang sudah tidak lagi sesuai. Menurutnya, dengan sistem pemilihan langsung oleh rakyat, rakyat justru cenderung memilih sosok yang terkenal saja tanpa melihat faktor lain.
“Pemilihan Presiden secara langsung yang kita adopsi begitu saja telah terbukti melahirkan politik kosmetik yang mahal dan merusak kohesi bangsa,” kata La Nyalla dalam sidang tahunan MPR di ruang sidang paripurna, Rabu (17/8).
“Karena batu uji yang kita jalankan dalam mencari pemimpin nasional adalah popularitas yang bisa di-fabrikasi,” tutur La Nyalla.