Restorative Justice, Kasus 4 Orang Mahasiswa Pukul Polisi saat Demo Dihentikan

9 April 2022 14:42 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
2
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Kasus pemukulan polisi oleh 4 mahasiswa saat menggelar demonstrasi di Sulawesi Barat diselesaikan dengan restorative justice.  Foto: Kejagung
zoom-in-whitePerbesar
Kasus pemukulan polisi oleh 4 mahasiswa saat menggelar demonstrasi di Sulawesi Barat diselesaikan dengan restorative justice. Foto: Kejagung
ADVERTISEMENT
Kejaksaan Agung menyetujui penyelesaian perkara melalui restorative justice terkait kasus pemukulan seorang polisi bernama Heriyono oleh empat orang mahasiswa yang tengah berdemonstrasi di depan Kantor Bupati Majene, September 2021 lalu. Kasus penganiayaan tersebut pun dihentikan penuntutannya.
ADVERTISEMENT
Dalam keterangan yang disampaikan Puspenkum Kejagung, keempat mahasiswa tersebut adalah Sopian; Andi Anshar; Najibullah dan Sidik. Keempatnya merupakan mahasiswa di salah satu Universitas di Sulawesi Barat yang memperoleh beasiswa.
Peristiwa pemukulan tersebut terjadi saat mereka bersama mahasiswa lain menggelar demonstrasi pada 30 September 2021. Saat itu, Heriyono salah satu polisi yang mengawal aksi unjuk rasa tersebut.
Namun nahas, ketika bertugas, Heriyono menerima pukulan dari keempat mahasiswa tersebut. Pukulan berawal dari aksi saling dorong antara mahasiswa dengan polisi.
Saat itu, Sopian emosi dan memukul Heriyono hingga jatuh ke selokan. Tak lama kemudian, Andi, Najibullah dan Sidik ikut menghampiri Heriyono dan menendang perut korban, memukul kepala dan pipi sang polisi. Setelahnya, keempat orang mahasiswa tersebut kembali melanjutkan demonstrasi.
ADVERTISEMENT
Akibat pukulan tersebut, Heriyono mengalami luka-luka. Keempat mahasiswa tersebut pun berujung jadi tersangka dengan dijerat pasal 351 Ayat (1) juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP tentang Penganiayaan, dan berkas perkara keempatnya dilimpahkan kepada Kejaksaan Negeri Majene.
Setelah menerima berkas perkara, jaksa dari Kejaksaan Majene mengajukan agar perkara tersebut dapat dihentikan penuntutannya berdasarkan keadilan restoratif (restorative justice). Usulan itu disetujui oleh Kejaksaan Tinggi Sulawesi Barat.
Para pihak yang terkait pun dipertemukan. Mulai dari keempat mahasiswa, Heriyono, juga dihadiri tokoh masyarakat, pihak Universitas Sulawesi Barat dan para orang tua tersangka pada Rabu tanggal 23 Maret 2022. Saat itu, para tersangka menyampaikan permohonan maaf kepada Heriyono.
Heriyono kemudian memberikan maaf kepada keempatnya. Kini keempatnya telah bebas dari penuntutan usai restorative justice dari Kajati Sulbar dikirimkan dan disetujui oleh Jaksa Agung Muda Pidana Umum (JAM-Pidum) Fadil Zumhana melalui ekspose secara virtual pada Kamis 31 Maret 2022.
ADVERTISEMENT
Fadil Zumhana menyampaikan tugas mahasiswa adalah belajar. Dia mengatakan, kampus tidak pernah mengajarkan budaya kekerasan pada mahasiswa dalam aksi unjuk rasa. Ia menyatakan setiap mahasiswa dibebaskan untuk berpendapat namun tidak dirusak oleh arogansi.
"Kita sangat tidak setuju dengan arogansi mahasiswa dalam aksi unjuk rasa, namun kebaikan Pak Polisi tidak disalahartikan dengan setiap melakukan demo boleh melakukan penganiayaan dan nantinya bisa dimaafkan apabila berdamai. Euforia kebebasan berpendapat tidak menjadikan setiap orang kebal hukum jika mereka melakukan perbuatan yang merusak dan melukai seseorang," ujar Fadil.
Dia pun memerintahkan Kepala Kejaksaan Negeri Majene untuk menerbitkan Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif, sesuai Berdasarkan Peraturan Jaksa Agung Nomor 15 Tahun 2020 dan Surat Edaran JAM Pidum Nomor: 01/E/EJP/02/2022 tanggal 10 Februari 2022 tentang Pelaksanaan Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif, sebagai perwujudan kepastian hukum.
ADVERTISEMENT