Revisi KUHAP: Konpers Pengumuman Tersangka Kini Dilarang?

28 Maret 2025 14:53 WIB
ยท
waktu baca 4 menit
comment
6
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi tersangka KPK. Foto: Aditia Noviansyah/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi tersangka KPK. Foto: Aditia Noviansyah/kumparan
ADVERTISEMENT
Draf revisi UU tentang Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) kini mengatur tentang pengumuman tersangka. Dalam draf perubahan, hal itu tercantum dalam Pasal 86.
ADVERTISEMENT
Berikut bunyi Pasal 86 ayat (1):
"Dalam melakukan penetapan tersangka, penyidik dilarang melakukan perbuatan yang menimbulkan praduga bersalah dengan cara mengumumkan penetapan tersangka kepada publik dan/atau mengenakan atribut tertentu kepada tersangka yang menunjukkan tersangka bersalah."
Namun, larangan itu dikecualikan untuk tindak pidana yang berkaitan dengan keamanan negara. Hal itu sebagaimana tertuang dalam Pasal 86 ayat (2) draf revisi KUHAP.

Sahroni: Tak Boleh Umumkan yang Masih Praduga Tak Bersalah

Sahroni bertemu Ivan Sugiamto di Polrestabes Surabaya, Sabtu (16/11/2024). Foto: Dok. Pribadi
Wakil Ketua Komisi III DPR RI Ahmad Sahroni, menekankan bahwa aturan terkait pengumuman tersangka ini diperlukan untuk mencegah adanya pembunuhan karakter. Politikus NasDem itu menyebut bahwa prinsip hukum yang dianut di Indonesia adalah asas praduga tidak bersalah.
"Prinsip hukum kita adalah praduga tak bersalah, artinya memang seseorang tidak dinyatakan bersalah sampai ada putusan pengadilan. Nah, pasal ini untuk menjamin prinsip tersebut," kata Sahroni kepada wartawan, Jumat (28/3).
ADVERTISEMENT
Ia pun menyebut bahwa pelaksanaan konferensi pers pengumuman tersangka tidak dilarang dengan adanya aturan dalam KUHAP baru itu.
"Tentunya konferensi pers tidak dilarang, tapi aturan ini akan diperlukan nantinya untuk mencegah niat orang dalam melakukan pembunuhan karakter," jelas dia.
Menurutnya, saat ini justru banyak pengumuman tersangka dilakukan tanpa didasari dengan bukti yang sangat kuat. Oleh karenanya, kata dia, nantinya akan ada perbedaan perlakuan antara yang masih praduga tak bersalah dan sudah jelas bersalah.
"Karena sekarang banyak penghukuman sosial yang sangat merugikan pada seseorang yang bisa saja tidak bersalah," ucap Sahroni.
"Makanya, nanti akan berbeda treatment-nya, antara yang masih praduga tak bersalah dan sudah jelas bersalah," imbuhnya.

KPK: Aneh Jika Konferensi Pers Pengumuman Tersangka Dilarang

Calon pimpinan KPK Johanis Tanak menjawab pertanyaan saat mengikuti uji kelayakan dan kepatutan bersama Komisi III DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (19/11/2024). Foto: Galih Pradipta/ANTARA FOTO
Wakil Ketua KPK Johanis Tanak menyoroti soal asas tidak bersalah dimaknai bahwa seseorang dianggap tidak bersalah sampai Pengadilan menyatakannya bersalah. Namun, menurut dia, kerja penyidik dilakukan dengan asas praduga bersalah. Meski demikian, dia menegaskan bahwa asas praduga bersalah itu bukan berarti memaknai seseorang telah bersalah.
ADVERTISEMENT
"Penyidik dalam melaksanakan tugasnya menggunakan asas praduga bersalah. Praduga bersalah tidak dapat dimaknai bahwa seseorang telah bersalah, karena masih bersifat Praduga. Oleh karena itu Penyidik diberi kewenangan untuk melakukan upaya paksa seperti menahan, memborgol, melarang seseorang keluar negeri dll. Sebagaimana diatur dalam KUHAP dan Peraturan Perundang-undangan lainnya," papar Tanak.
Menurutnya, penyidik dalam melaksanakan tugasnya untuk menetapkan seseorang sebagai tersangka dilakukan sebelum adanya putusan pengadilan.
Bahkan, lanjutnya, penanganan perkara itu juga dilakukan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) dan hakim yang mengadili seorang terdakwa hingga dinyatakan bersalah dan telah berkekuatan hukum tetap.
"Maka tindakan penyidik, Penuntut Umum, dan Hakim yang melakukan pemeriksaan perkara tindak pidana yang diawali dengan pemanggilan, melarang untuk ke luar negeri hingga penahanan, jelas semua tindakan tersebut bertentangan dengan hak asasi manusia," ujar Tanak.
ADVERTISEMENT
"Karena dilakukan sebelum ada putusan pengadilan menyatakan terdakwa bersalah," sambungnya.
Oleh karenanya, Tanak merasa aneh jika konferensi pers pengumuman tersangka dilarang sebagaimana yang termuat dalam revisi KUHAP.
"Menjadi aneh, menahan tersangka saja boleh, kenapa cuma konpers saja tidak boleh, aneh, kan? Apalagi kalau acuannya hanya merujuk pada asas praduga tidak bersalah," tutur dia.
"Kalau pemikiran kita merujuk pada asas praduga tidak bersalah, maka tidak ada orang yang bisa diproses dalam perkara pidana, karena dalam proses penanganan perkara pidana itu, dibolehkan memanggil dan menahan orang meskipun belum ada putusan pengadilan yang menyatakan bersalah," terangnya.
Lebih lanjut, Tanak juga menegaskan bahwa penetapan seseorang sebagai tersangka dilakukan karena diduga bersalah melakukan perbuatan melawan hukum.
ADVERTISEMENT
"Seseorang yang ditetapkan sebagai tersangka tentunya karena diduga bersalah melakukan perbuatan melawan hukum dan selanjutnya diproses sesuai ketentuan hukum acara pidana," kata Tanak.
"Dalam proses tersebut, tentunya belum ada putusan pengadilan yang dapat menyatakan terdakwa bersalah. Asas praduga tidak bersalah perlu dipahami dan dimaknai dengan benar, agar tujuan penegakan hukum bisa terwujud," pungkasnya.