Revisi UU Buat KPK Jadi Eksekutif, Jokowi Dinilai Tak Bisa Lepas Tangan soal TWK

18 September 2021 10:27 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
6
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Presiden Joko Widodo memberikan pernyataan pers tentang perkembangan terkini pelaksanaan PPKM di Istana Merdeka, Jakarta, Senin (30/8/2021). Foto: Biro Pers Sekretariat Presiden
zoom-in-whitePerbesar
Presiden Joko Widodo memberikan pernyataan pers tentang perkembangan terkini pelaksanaan PPKM di Istana Merdeka, Jakarta, Senin (30/8/2021). Foto: Biro Pers Sekretariat Presiden
ADVERTISEMENT
Presiden Jokowi dinilai tak bisa lepas tangan dari permasalahan Tes Wawasan Kebangsaan di KPK. Sebab, KPK saat ini berada di rumpun eksekutif di bawah Presiden.
ADVERTISEMENT
Hal ini merupakan buntut dari revisi UU KPK pada 2019 lalu. Meski revisi itu menuai sejumlah penolakan, Jokowi dan DPR sepakat mengubah UU KPK yang melahirkan UU Nomor 19 Tahun 2019.
Salah satu pasal yang berubah ialah mengatur bahwa KPK kini berada di rumpun eksekutif. Diatur dalam Pasal 3, yakni:
"Komisi Pemberantasan Korupsi adalah lembaga negara dalam rumpun kekuasaan eksekutif yang dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya bersifat independen dan bebas dari pengaruh kekuasaan manapun."
Dosen hukum Universitas Indonesia (UI) Gandjar Laksmana Bonaprapta menyebut bahwa pemimpin eksekutif ialah Presiden. Sehingga, Jokowi dinilai tidak bisa berdalih mempertanyakan mengapa semua urusan dibawa ke Presiden.
"Kok, Presiden bilang jangan semua urusan dibawa ke Presiden? Itukan konsekuensi logis UU No. 19 tahun 2019 yang meletakkan KPK di bawah rumpun eksekutif. Dan pemimpin rumpun eksekutif itu ya Presiden!" kata Gandjar dikutip dari akun Twitter pribadinya, Sabtu, (18/9). Ia mempersilakan kumparan mengutipnya.
Pengajar Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Gandjar Laksamana Bonaprapta mengikuti Focus Group Discussion membahas masa depan KPK dan Revisi UU KPK di Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Depok, Selasa (17/9). Foto: Jamal Ramadhan/kumparan
"Kalau gitu, taruh aja KPK di bawah rumput yang bergoyang!" sambungnya.
ADVERTISEMENT
Polemik terkait TWK pegawai KPK masih terus bergulir. Teranyar, ada 56 pegawai KPK yang akan dipecat pada 30 September 2021. Mereka ialah para pegawai yang tidak lulus TWK.
Perwakilan 75 pegawai KPK yang dinyatakan tidak lolos TWK berfoto bersama usai audiensi dengan Komisioner Komnas HAM di Jakarta, Senin (24/5). Foto: M Risyal Hidayat/Antara Foto
Ombudsman dan Komnas HAM sudah menyatakan bahwa TWK bermasalah. Ombudsman menemukan adanya malaadministrasi dalam pelaksanaan TWK. Sementara Komnas HAM menemukan adanya 11 pelanggaran hak asasi manusia dalam tes alih status pegawai KPK menjadi ASN itu.
Meski demikian, Firli Bahuri dkk berkukuh tetap memecat para pegawai yang tak lulus. KPK kembali berdalih bahwa keputusan ini berdasarkan rapat pada 13 September 2021. Rapat ini menindaklanjuti putusan MK dan MA terkait TWK.
Ketua KPK Firli Bahuri (kiri) didampingi Wakil Ketua Alexander Marwata (kanan) bersiap memberikan keterangan terkait pengangkatan pegawai KPK menjadi Aparatur Sipil Negara (ASN) di gedung KPK, Jakarta, Rabu (15/9/2021). Foto: Akbar Nugroho Gumay/ANTARA FOTO
Sejumlah kalangan menilai putusan MK dan MA tidak bisa menjadi dasar pemecatan. Sebab, putusan itu hanya memeriksa soal apakah TWK sesuai konstitusi.
ADVERTISEMENT
Temuan Ombudsman dan Komnas HAM dinilai seharusnya yang jadi pertimbangan. Sebab kedua lembaga memeriksa pelaksanaan TWK. Meski demikian, Firli Bahuri dkk tetap akan memecat 56 pegawai itu.
Jokowi melalui staf khususnya, Dini Shanti Purwono, sebelumnya menyatakan masih menunggu putusan MA dan MK. Namun kini, meski sudah ada putusan MA dan MK, Jokowi masih belum bersikap.
***
Saksikan video menarik di bawah ini: